Prolog

9 1 0
                                    

Sore yang cerah mendampingi gadis belia itu mengunjungi kawannya yang telah lama hilang. Hilang dari pandangannya yang nyata, bahkan tidak meninggalkan bayangan. Membuat gadis itu hampir depresi karena tidak memiliki pelampiasan penyesalannya.

Derap langkahnya kian berat begitu ia mulai dekat dengan sebuah makam bertancapkan satu batu nisan diatasnya.

"Hai, ini sudah yang ke berapa?"

Gadis itu mengusap tulisan di atas makam itu penuh perasaan dan pengharapan. Sambil tersenyum miris dia melanjutkan kalimatnya.

"Setiap waktu lo nungguin gue kan?"

Baru dua baris kalimat yang ia lontarkan, air matanya mengalir tanpa permisi. Lagi dan lagi.

"Gue gak peka ya"

Ia memeluk makam itu masih dengan senyum mirisnya, masih dengan air matanya.

"Gue ini ge-er banget sih, Ri.. Gue harusnya nggak menjauh"

Ia terisak. Menyinggung dirinya sendiri dengan ungkapan penyesalan nya yang setiap hari ia katakan. Setiap waktu, setiap jam, detik, menit, selalu ia pikirkan.

"Rio, Maafin gue Rio!.. Maafin gue, maaf.. Maafin gue"

Ia berteriak di tengah isakannya yang miris. Dirinya terus menyebutkan nama Rio, Rio, dan Rio.

"Sekarang, kita jadi jauh banget. Gara-gara gue, gue yang ngejauhin lo"

"Maaf.."

"Maafin gue..."

----------


ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang