Seingatku belum genap empat puluh hari Ayah meninggal, ketika kutemui Ibu menelungkup tersedu-sedu di meja makan. Di hadapannya terserak koran-koran yang sudah menguning—Ibu memeluk kertas-kertas itu sepenuh hati seolah lembaran-lembaran lusuh itu manuskrip kuno yang berharga.
"Apa ini, Bu?" tak tahan aku menahan rasa penasaranku.
Namun pertanyaan itu hanya menambah keras tangisannya.
"Ayahmu...."
"Ada apa dengan Ayah? Apa hubungannya dengan Koran-koran ini?" tanyaku lagi.
Sembari mengelus-elus punggungnya dengan tangan kanan, kubolak-balik koran-koran itu dengan tangan kiriku. Ternyata di bawahnya ada serakan yang berbeda—banyak sekali buku teka-teki silang! Setelah kuamati lebih cermat lagi, koran-koran itu pun punya kesamaan satu dengan lainnya, sama-sama terbuka tepat di halaman yang memuat teka-teki silang.
Aku mulai mengerti.
"Sudahlah, tak perlu bersedih. Ayah pasti tak ingin Ibu mengenangnya dengan air mata."
Ibu mendongak menatapku. Kulihat seulas senyum mulai menghiasi wajah yang basah itu.
"Lihatlah," ujarnya masih dalam sedu sedan yang sedikit mereda sambil mengaduk-aduk lembaran koran dan buku-buku teka-teki itu, "Lihatlah semua ini. Tulisan dengan tinta biru itu isianku, sedangkan yang merah tulisan ayahmu."
Jadi inilah rupanya yang selama ini mereka kerjakan bersama, berdua saja. Di masa pensiun mereka, ketika kami semua anak-anaknya tak lagi dekat. Kuamati semua teka-teki itu. Kulihat kebanyakan teka-teki silang itu diisi dengan tinta biru, isian tinta merah hanya sedikit. Dapat kubayangkan Ibu selalu mengisi teka-teki silang itu lebih dulu, meninggalkan beberapa kata yang tak ia ketahui. Lalu Ayah yang menyelesaikannya dengan tinta merah.
"Ayah dan ibuku para pemburu hadiah teka-teki silang rupanya, ha?" kataku mencoba menggodanya.
Kususuri satu-satu kata-kata yang ditulis dengan tinta merah: KONSTRUKSI, SEMANGAT, RONGGENG. Ronggeng? Mengapa Ayah melingkari kata ronggeng, berulang-ulang, demikian tebal sampai hampir melobangi koran?
Tiba-tiba tangis Ibu meledak lagi.
"Rong... geng.... Rongg.. Kata itu...," isaknya makin menjadi. Pasti karena melihat telunjukku mengetuk-ngetuk koran tepat di isian kata ronggeng. Kupijat-pijat lagi punggungnya, namun tangisnya tak henti jua.
Ada apa kiranya dengan kata ronggeng itu? Mengapa ia istimewa? Adakah kisah di baliknya? Bertubi-tubi pertanyaan mendesak-desak benakku. Namun mana tega aku bertanya? Sedangkan tangis ibuku sedemikian mengiba. Akhirnya kupeluk saja perempuan yang melahirkanku itu. Biarlah sementara kusandarkan teka-teki kata ronggeng itu.[]
YOU ARE READING
Teka-Teki Ronggeng
RandomDrama keluarga ini berkisah tentang kekuatan cinta sepasang suami-istri.