"Jangan lihat sayang. Tutup matamu..."
Inderaku berdenging mendengar suara bom dan tembakan dimana-mana
Sayup-sayupku mendengar suara seseorang menangis
"Tidak sayang.. Tidak, jangan menangis. Aku disini, kami disini, kami tidak akan meninggalkanmu sendiri.."
Kulihat gerlingan air matanya yanh mengalir turun melewati luka dan darah di wajahnya. Dia menyekanya dengan tangan penuh luka goresan dan kotor.
Ya... sangat kotor. Tidak hanya debu atau tanah... Darah. Darah merah membercak di beberapa bagian ditubuh dan juga gaun biru laut yang diikatnya hingga selutut.
"Kalian harus pergi dari sini.. Disini tidak aman. Kumohon"
"Aku tidak akan pergi tanpamu!"
"Kali ini, hanya kali ini jangan keras kepala! Lihat dia. Dia menangis, dia ketakutan, tidakkah kau kasihan melihatnya! Pergilah aku akan menyusul kalian"
Dia memeluknya erat. Memberikan ciuman terakhir sebelum berpisah.
"Pergilah!"
Dia mengarahkan senapannya menuju musuhnya.
Aku serasa menjauhinya dan aku mendekati sebuah pesawat.
"Aku menyayangimu sayang. Jadilah gadis yang pemberani, dan kuat. Jadilah seperti ayahmu. Kami akan kembali, aku berjanji...."
Aku hanya mengangguk dan dia tersenyum padaku. Dia memelukku dan membelaiku lembut sebelum aku diserahkan kepada seseorang di pesawat itu.
Aku pun terbang menjauh. Aku melihatnya berlari dengan sebuah senapan panjang ditangannya menghampiri pria tadi, tetapi sebelum ia sampai....Sebuah bom besar tepat meluluh lantahkan kota itu.
Merah api yang berkobar dengan liarnya. Debu yang berterbangan memperlihatkan lautan orang mati dan darah disekujur tubuh mereka.
Sementara aku disana hanya duduk dan terdiam diantara seribu tembakan yang dilayangkan dimana-mana, diantara teriakan dan tangisan orang-orang dibawah sana.
Rasanya air mata sudah mulai memberati mataku. Rasa ingin menangis yang sudah membayangiku, menghantuiku..
Dalam kesedihan aku berbisik..
"Aku akan menemukan kalian..."***
"Hah..." nafasku terengap-engap. Sungguh mimpi itu lagi.
Aku mendudukan tubuhku supaya nafasku tak sesak. Memegang dadaku, jantungku berdegup keras dan cepat. Keringat membasahi rambutku. Tapi ini musim dingin terparah sepanjang abad ini. Pikiranku belum sepenuhnya tersambung
Dia berjalan menghampiri pintu kamarku, aku memandangnya, dia tersenyum.
"Itu hanya mimpi buruk, lupakan saja sayang..." dia tersenyum lagi kemudian berjalan pergi. Langkah kakinya sangat jelas terdengar di detik-detik awal kemudian tak terdengar lagi.Aku hanya terpana saat dia mengatakan hal itu, hanya mengangguk dan mengiyakan saat ia pergi, tetapi yang membuatku makin terpana adalah sungguh dia wanita yang cantik. Tidak! Indah...
Ya.. kata cantik terlalu umum, dan apabila dia cantik berarti dia setara dengan wanita lain. Dia terlalu mempesona."Tetapi aku hanya tinggal sendiri di rumahku...."
***
Aku mandi dan bebenah rumah. Memakai seragamku mengepang rambutku lalu menggulungnya agar tak mengganggu saat bekerja. Aku sudah melupakan kejadian tadi pagi. Sekarang yang harus kulakukan adalah.... membuat sarapan.
Dor!
Aku menembakan peluru yang tepat mengenai pemicu pemanggang roti yang menggesernya sedikit yang mendorong bola tenisku jatuh dari meja yang melontarkan batu dari jungkat jungkit sederhana yang kubuat. Melontarkannya hingga melepas penahan bola lain. Bola itu jatuh tepat di alat peniup dan meniupkan angin dengan kencangnya kearah pemanas teh yang sudah siap.
Teko teh itu bergerak menuju kearahku, aku pun menuangkan teh itu ke dalam gelas, dan pada saat yang tepat rotiku melompat dari pemanggang.Dua lembar roti yang terpanggang sempurna dengan segelas teh hijau hangat memang nikmat saat pagi hari. Bersiap untuk menyantapnya saat...
Kring... kring...
Aku mengangkat batang telepon itu.
"OD dengan L 1 P45 khusus. Siapa ini? Dan apa yang bisa kubantu?"
"DM dengan JNL U meminta kau datang cepat. Ada yang harus dikatakan. Jangan lupa bawa koran hari ini!"
"Siap ya pak!"
Cepat-cepat kuhabiskan rotiku dan kusambar tehku dan topiku, memakai mantelku dan bergegas keluar, dan mengunci pintuku.
***
Kota yang tenang dan tentram diselimuti salju putih diantara bangunan-bangunan kayu juga kaca yang bertuliskan nama toko mereka. Orang-orang yang saling mengenal memberikan sapa, membantu yang kesulitan. Aku berharap semua hal indah ini tak berubah menjadi seperti dalam mimpiku itu.
Aku berjalan sedari meneguk tehku saat..
Tiiinnt....
Sebuah mobil model AM D8 tahun 06. Aku mengenali pemiliknya.
"Oliver! Ayo naik! Lagipula tidak enak bila melihat seorang gadis semanismu berjalan sendiri sementara seorang lelaki tampan sepertiku naik mobil!" aku hanya menggeleng pelan selagi memutar mataku jengah.
Tidak pernah berubah dari dulu ~ batinku
"Baiklah "lelaki TAMPAN" tunggu sebentar!" Aku menaiki mobilnya dan duduk di sampingnya.
"Kau tahu, candaanmu tadi tidak lucu!" Aku tahu dia marah, tetapi dia tidak akan selamanya marah padaku. Hidupnya bisa-bisa gelap.
Aku hanya menggerlikan mataku dan teringat akan...
"Kau punya koran hari ini?"
"Ya aku punya" dia merogoh laci di kursi sampingnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan dan memberikan korannya padaku. "Untuk apa memangnya?"
"Perintah Jendral. Kau sudah membacanya?" Dia hanya mengangguk. Dan berkata "lihatlah halaman 3!"
Aku pun membalik halaman dan menemukan sebuah berita..
"Oh ya tuhan..." aku terbelalak melihatnya.
.
.
.
.
.
.~To be Continue~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ballad Of Olive Dares
Historical FictionSebuah kisah tragis, sedih, penuh aksi dan petualangan seru dari abad 20 awal. Mengenai sebuah pasukan khusus yang dibentuk dan dilatih oleh seorang gadis dengan masa lalu yang membawanya menuju pembalasan dendamnya. Akankah dia berhasil melakukan p...