2 - [ Dua ]

31 3 1
                                    

Aku memasuki perumahan elit dipenuhi bangunan mewah dan dingin.

Yap. Dingin, mengapa?
Bangunan besar memenuhi lapangan tanah ini, dengan segala perkembangan teknologi dan akal budi manusia menciptakan hunian nyaman, tetapi menghilangkan segala jarak diantara penghuni rumah.

Sepi.

Aku mulai memasuki bangunan dengan desain modern ala hunian abad milenium.

Aku mengklakson mobil ku sehingga suara tin tin terdengar, teringat sahabat karib bu Tur, yaitu bu Tin Tin.

Mba Sum bergegas keluar rumah dan membukakan pagar besar yang bagiku merupakan gerbang menuju neraka.

Aku memparkir mobil ku disebelah mobil mewah yang aku tidak ketahui milik siapa, munkin tamu atau ayah membeli mobil baru batinku.

Aku turun dari mobil, tak lupa membawa segala tetek bengek alias belanjaan ku.

Dengan sigap mba Sum mengambil alih barang belanjaan ku, otomatis aku mencegatnya.

"Gausah mba, santai aja biar aku yang bawa."

"Jangan no-" Aku menyipitkan kedua mata ku, menatap sinis mba Sum.

"Iya no- eh, maksud mba Magan. Jangan Magan yang bawa, tapi mba Sum aja."

"Hmm, okedeh stengah setengah ya mba?"

Mba Sum hanya merespon dengan cengiran khas dirinya.

Aku mendorong pintu masuk menggunakan pinggul ku, namun mba Sum membantuku menggapai gagang pintu.

Aku mendengar suara decitan kursi, mungkin ayah sedang makan, batin ku menyuarakan.

Aku menaiki tiap anak tangga menuju kamar ku.

Mba Sum dan aku meletakan semua belanjaan ku di sofa. Sebelum pergi, mba Sum berpesan agar aku cepat turun dan makan malam bersama.

Bersama.

Aku pergi ke kamar mandi, membersihkan diriku dengan cepat lalu keluar lalu merapikan tatanan rambut, wajah serta pakaian yang aku kenakan.

Munafik,
Satu kata yang mendeskripsikan diriku.

Aku berjalan keluar kamar menuju ruang makan.

"Magan." Ayah memanggilku

"Iya Ayah?" Jawabku manis berharap setelah ini atm ku tidak diblok lagi.

Ayah tidak menjawab, namun tatapannya berjalan menuju ke arah wanita yang sedang berjalan ke arah kami.

Rindu?
So pasti tidak.

Seorang wanita berjalan cantik menuju meja makan dengan gaun mewah selutut, make up tebal, tatanan rambut yang mungkin bertabur berlian serta perhiasan yang berat, lebih berat dari pada telur yang mba Sum beli di warung.

"Hey, beautiful." Ucapnya manis sambil mencium dahi ku lalu duduk disebelah ayah.

Ew.
Aku berharap gen yang dia turunkan kepada diriku musnah.

"Kak, ayo makan." Suara halus menguatkan ku untuk tetap berada disini.

Aku hanya mengangguk perlahan tanda setuju.

"Bund-"

"Ssh, call me Mommy, okay?"

"Sarah." Ucap ayah sambil mengelus tangan bunda perlahan.

Double ew.

Suara decitan kursi terdengar bersamaan dengan suara heels yang mengarah ke adik ku juga aku duduk.

H&M [Hagan&Magan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang