Teman-temanku bilang, kalau kalian ingin mencari cewek paling bodoh, temui aku.
Namaku Kanya. Aku mengenakan kacamata bulat dan duduk di barisan paling belakang kelas. Teman sebangkuku adalah seorang laki-laki, berkacamata juga. Ia pintar namun lebih diam daripada aku yang disebut temanku sebagai cewek paling cerewet di kelas.
Sama seperti fiksi remaja kebanyakan, aku adalah tokoh utama wanita yang menyukai teman laki-lakinya, teman sebangkuku sendiri.
***
Tusukan dalam pena pulpen menyentuh lenganku. Diikuti sodoran sebuah kertas putih dengan tulisan khas milik Gavin di atasnya.
Berhenti melamun. Aku tak mau menemanimu lagi keliling lapangan.
Aku memandang Gavin. Matanya tetap fokus pada Mr.Zem di depan kelas walaupun ia sadar bahwa aku memperhatikannya.
Fokus. Mata Mr.Zem adalah mata elang.
Tulisnya lagi. Selesai aku membacanya, ia langsung mencoretnya tebal sampai tidak bisa dibaca. Menghindari resiko bahwa tulisannya akan dibaca oleh Mr.Zem, jika ketahuan.
Aku lapar.
Begitu aku membalasnya. Singkat. Aku menyodorkannya lagi ke arah Gavin. Ia tak langsung membacanya. Aku menempelkan pipiku pada telapak tangan, menumpukan seluruh kepala. Menatap malas pada penjelasan Mr.Zem di depan kelas. Kegiatanku menguap dihentikan oleh tutupan kertas pada wajahku.
Oh. Aku tidak peduli.
Aku menatap tajam. Gavin adalah Gavin. Laki-laki paling tak bersahabat yang pernah kutemui. Jangan harap ia akan membalas, 'tadi kan kau sudah makan', 'ayo ke kantin, biar aku yang minta izin', dan balasan bernada peduli lainnya.
Ayo makan ice cream setelah ini.
Aku dan Gavin punya satu kedai es krim favorit tak jauh dari sekolah. Kedai itu benar-benar sederhana. Ia terbuat dari kayu yang dicat dengan warna pink dan putih. Dilengkapi dengan tiga meja dan bangku berbentuk lingkaran. Kami sering ke sana saat pulang sekolah, mengerjakan tugas dan belajar untuk ujian.
Mr.Zem kembali pada tempat duduknya, membaca materi sementara kami dalam kelas masih diam mencatat hasil tulisannya di papan. Peraturan nomor satu Mr. Zem di kelas: Dilarang bersuara kecuali jika ia yang menyuruhnya. Jadi, ketika Mr. Zem sibuk dengan aktivitasnya, Gavin mengambil kesempatan berbisik pelan padaku, "Aku ada perlu dengan klub lukis."
"Sebentar, kan? Aku ikut ya?"
"Jangan."
Mr.Zem sudah kembali menjelaskan. Ia benar-benar memotong kesempatanku berbicara dengan Gavin. Kuraih kertas yang diselipkan Gavin di bawah buku catatannya, menulis lagi.
Then I'll wait. Oke?
Gavin langsung membalasnya secepat aku selesai menulisnya.
Jangan. Hari ini perkenalan anggota baru.
Aku menjauh dari Gavin. Menumpukan wajah pada siku kiriku, membalas pesannya. Aku sengaja melakukannya agar Gavin tidak bisa membaca sebelum kertas itu kembali kugeser ke arahnya.
Jangan mengambil kesempatan 'berkenalan' dengan junior.
Secepat aku menulisnya, secepat itu pula aku mengambil pulpen dengan tinta lebih gelap dari dalam kotak pensilku kemudian mencoretnya tebal berulang kali, menutup kemungkinan Gavin bisa membacanya.
Aku akan tetap menunggu. Gak masalah, kan?
Aku menghembuskan napas kasar. Sama seperti harapanku seperti biasanya agar Gavin bisa membalas pesanku dengan 'Ya', bukan kata 'Jangan', 'Nanti', dan 'Tidak.'
Itulah mengapa teman-teman menyebutku Kanya, Si Gadis Bodoh. Harusnya aku pulang, namun yang aku lakukan adalah duduk, menunggu agar Gavin sadar bahwa aku adalah orang yang selalu menunggunya untuk melihatku, dalam arti yang kuinginkan.
.
-END-
20/10/16 5:56 p.m
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Yes
Short StoryTemui Kanya, sama seperti tokoh fiksi remaja kebanyakan, ia menyukai temannya sendiri. Dan ia bodoh. Karena terus menunggu agar laki-laki itu melihatnya, dalam arti yang ia inginkan. Copyright © 2016 by hasnalathifah