Pemeran Utama

16 0 0
                                    

Suara dering yang telah dinanti pun terdengar. Menghela nafas, mengolet, berteriak tak jelas, bahkan mengutuk guru yang baru saja keluar. "ah, abaikan. Ayo" Lingling langsung menggeret tangan ku. Yang lain, bernyanyi dengan nada yang tak ku ketahui. Yah, namanya juga melepas penat dari pergulatan dengan rumus, maka tak heran seperti itu. "datang, kerjakan dan lupakan" suara yang pasti itu milik Cecak. Bahkan di kantin pun, suaranya masih terdengar. Cecak? Dialah sang ketua kelas. Ketua kelas yang biasa saja, terlalu biasa sampai pada tingkat dimana tidak biasa lagi. Perkataanya memang menunjukkan siapa dirinya. Entahlah, dia abstrak.

Pelajaran di kelas memang membosankan. Tapi, itu berbanding terbalik dengan kantin. Tempat dimana rasa penat sehabis memperhatikan guru killler dapat terobati. "ayo, ke kelas! Aku belum ngerjain PR bahasa Inggris" ajak Lusi tiba-tiba padaku dan Lingling. Yah, namanya juga siswa, di kasih PR dari minggu lalu, ngerjainnya pas detik-detik mau di kumpulin.
Sedang enak-enaknya waktu istirahat, dua anggota OSIS datang kelas X 5. Kelas paling ujung dekat kamar mandi. Eits, jangan salah tangkap dulu kalau dengar kelas dekat kamar mandi. kelas aku tidak sama dengan yang kalian kira. Yah, paling beda dikit.

"permisi" ucapnya. "sekolah kita akan mengikuti lomba film pendek, jika ada yang ingin ikut, besok pulang sekolah, datang ke perpustakaan. Terimakasih" dua orang yang berlabel OSIS itu pun pergi. Sepertinya itu bagus, bukankah itu awal untuk menjadi actress? Hahaa. Aku harus ikut. Ya, walaupun tugas akhir semester selalu menghujamku tanpa henti. Tapi ini, adalah kesempatan yang tak mungkin dilewatkan dengan begitu saja.

*****

Kak Prili menyambut ku dengan cukup ramah. "kita nunggu bu Panca sama yang lain dulu ya?" ucapnya. Aku mengangguk. Kak Gembel juga turut menungggu. Dia juga ingin berpartisipasi dalam lomba film pendek. Gembel? Tapi dia gak gembel kok. Aku sering dengar dia di panggil Gembel. Entah, kenapa dia dipanggil Gembel, aku tak tahu.

Ternyata yang ikut dalam film pendek tidak lebih dari sepuluh orang. Ya, lagi pula ini kan film pendek yang berdurasi lima menit. Jadi mungkin sepuluh orang sudah cukup. Tiga orang pemeran, dua kameramen, satu sutradara, dua orang membuat narasi dan tiga orang sebagai editor.

Tiga puluh menit, akhirnya bu Panca datang ke Perpustakaan. Lantas, kita membahas bagaimana cerita yang akan di mainkan dalam filmnya. Diskusi, menyatakan ide, dan berkomentar. Itulah yang di lakukan oleh mereka. Aku? Aku hanya mengangguk. Sebenarnya aku punya banyak ide. Ide yang bagiku cukup cemerlang. Tapi apa daya. Aku junior. Walau sebenarnya junior sah-sah saja menyatakan ide, bahkan menyatakan cinta pun boleh. Ah, aku terlalu sungkan untuk menyatakan ide yang ada di fikiranku.

Selesai. Kesimpulan dalam diskusi tadi, aku lah pemeran utamanya. Ceritanya, berkisah tentang wanita inspiratif yang miskin, dan ia juga punya adik yang harus ia hidupi, sedangkan hidupnya saja sebatang ranting, tapi akhirnya ia bisa memakai toga seperti yang ia impikan. Rencananya besok kita akan mulai shooting. Ah, aku rasa, keinginan ku untuk menjadi seorang actress sudah mulai terasa. Walau ini film pendek, tapi mungkin ini adalah awal yang berpengaruh sangat besar bagi ku.

*****

Keesokan harinya, "persiapan kita belum 100% jadi hari ini kita belum bisa shooting" lalu kak Prili pun pergi begitu saja, tanpa melihat ekspresi ku terlebih dahulu. Ah, bagaimana caranya kecewa? Bahkan tadi malam aku belum mepersiapkannya. Siapa yang belum siap? Kesiapan ku bahkan melebihi angka 100%. Kembali lagi, junior tetaplah junior. Mau tidak mau, aku harus menunggu besok. Entah shooting atau tidak. Di hubungi saja tidak. Apa aku tidak dianggap? Kalau aku tak dianggap kenapa aku di beri peran utama?

*****

Kringgg- aku bergegas lari ke perpustakaan. Tapi, apa? Tutup. Ah, apa-apaan ini? Ku coba untuk menghubungi kak Ocid, tak bergeming. Aku akhirnya menghubungi kak Arum. "kak, bagaimana dengan film pendeknya?" ku klik tombol kirim. "gak tau. bagian ku udah selesai. Jadi yang ngurus selebihnya Prili" balasnya. Apa? Selesai? Bukannya kak Arum itu cameramen? Apa maksud bagiannya dia sudah selesai? Aku bingung, sungguh bingung. Apa jangan-jangan meraka sudah shooting tanpa memberitahuku? Bukan kah yang shooting pertama seharusnya aku? Aku pemeran utama, tapi kenapa begini?

Aku melihat kak Prili di depan Laboratorium biologi. Mungkin dia ada tambahan praktik setelah pulang sekolah. Kupastikan untuk menunggu kak Prili selesai. Aku ingin menanyakan tentang bagaimana dengan aku? Aku butuh kepastian. Kalian tahu, menunngu kepastian itu sakit. Sendirian menunggu di depan perpustakkan, aku merasa terabaikan. Dan entah kenapa air mata ku jatuh saat aku merenung dalam diam yang ditemani oleh hembusan angin yang seolah-olah memberiku ketenangan.

"eh, Nia!" kak prili mengagetkan ku. Untung saja air mata ku sudah kering. Terimakasih angin. Dia mengajakku ke ruang OSIS. Tanpa babibubebo aku langsung mengikutinya. "jadi, kamu nanti ceritanya jadi orang buta. Kamu shootingnya besok, karna sekarang aku mau nyuting bagiannya si Gembel" ucap kak Prili padaku. Apa? Aku jadi orang buta? Hah? Apa-apaan ini? Bukannya aku pemeran utama? "ceritanya berubah dari yang kamu tahu, karna kan kita ngejar deadline" tambah kak Prili. Ngejar deadline dijadikan alasan? Siapa yang bilang kalau waktu itu belum siap? Ah, ingin rasanya berontak. Tapi, aku harus terima keyataan bahwa akulah juniornya mereka. Tapi, begitukah senior? Mementingkan temannya sendiri dari pada aku? Ya, kak Prili dan kak Gembel adalah sahabat.

*****

Terpaksa ku mainkan peran menjadi orang buta. Aku harus patuh pada intruski dari kak Ocid. Akting ku memang jauh dari kata sempurna. Ya, karena tak sesuai dengan hati. Aku bisa saja memaikan peran sebagai orang buta dengan bagus. Tapi yang membuatku seperti ini adalah pengkhianatan. Mungkin mereka tidak beranggapan bahwa mereka telah mengkhianati ku. Apakah ini yang di sebut pengkhianatan? Ah, aku tak tahu. Tapi rasa sakitnya sama sepeti rasa sakit di khianati.

Dengan perasaan dongkol, aku memainkan peran sebagai orang buta. Kesalahan dalam shooting sengaja ku perbuat. Itu sebagai aksi protes ku. Maafkan aku. Pada akhirnya shooting selesai, dan tinggal editing.

*****

Entah sekolah ku menang atau kalah dalam lomba, aku tak tahu. Aku tak dihubungi oleh mereka. Atau aku yang harus bertanya pada mereka? Sekali lagi, aku terlalu sungkan untuk menanyakan hal itu.

*****

Pada akhirnya aku tersadar. Bagiku, pemeran utama bukanlah yang sering muncul, tapi ialah yang berpengaruh dalam cerita. Aku adalah pemeran utama. Ya, pemeran utama dalam hidup ku. Dan aku lah pemeran utama dalam cerita ini.

*****


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang