Kala mendung hari waktu itu, ia yang bernama Alif baru saja pulang dari kebun milik ayahnya.
Sebuah kebun kecil yang tidak luas tetapi mampu menghidupi dirinya juga ibunya.
Ia bukan anak yang manja dan sedari kecil telah berjuang untuk menggapai impiannya yang banyak.
Alif kecil yang mana telah ditinggal ayahnya untuk selama-lamanya, Alif kecil yang sudah harus berjuang di saat teman-temannya bermain dengan ceria di kala waktu menjelang senja.Alif kini telah cukup dewasa, tetapi ia masih belum dapat dikatakan matang untuk seorang anak muda.
Umurnya kini menginjak 15 tahun dan harus menyeimbangkan waktu antara sekolah juga kesehariannya.
Ia terkadang dihampiri rasa marah kenapa ia harus bekerja di masa mudanya.
Namun hal itu segera terhapuskan di saat melihat wajah ibunya yang juga tak kenal lelah menghidupi keluarganya.
Ia tahu kalau dirinya harus terus berjuang dikarenakan mereka tidak termasuk orang berada.
Alif pun juga mengerti kalau ia juga bukan seorang anak tunggal di kehidupannya.
Ia masih memiliki satu adik perempuan dan satu adik lelaki yang umurnya masih cukup jauh dibawahnya.
Adiknya masing-masing berumur 7 dan 5 tahun sehingga ia tak tega jika harus melihat mereka menghabiskan masa kanak-kanak nya seperti dirinya."Alfan ... Dian..!! Ayo segera ngumpul sama kakak di sini. Setelah ini kita makan bersama nih," teriak pada adiknya yang sedang bermain di luar sore itu.
Ia segera meminta berkumpul karena ibu mereka telah menyiapkan makan malam di meja.
Alfan dan Dian yang merupakan adik dari Alif sangat menghormati dan juga menyayangi kakaknya itu.
Begitu dipanggil kakaknya, mereka segera masuk ke dalam rumah kecil mereka. Bahkan seringkali mereka berdua lebih patuh pada perintah Alif daripada perintah dari ibu mereka."Kak Alif, menu makan malam ini ibu membuat apa ya..?" Kata Alfan yang masih kecil tapi sering banyak komentar.
Alif yang mendengar itu hanya tertawa dan mengusap kening adiknya itu dengan lembut.
Adik Alif lainnya yang bernama Dian hanya ikut tersenyum melihat tingkah dua saudara lelakinya itu."Sudah..Sudah.... Segera berkumpul dan makan makanan yang ibu buat. Hari ini menunya cukup membuat lidah anak-anak ibu bergoyang pastinya. Terong bumbu Bali yang dipetik langsung oleh kakak kalian dari kebun," ujar ibu Alif dengan membawa wadah berisi sayur yang dimaksudkan.
Begitu sang ibu mengisi piring masing-masing dengan nasi dan sayur yang dibuat, mereka bertiga segera memakan dengan lahapnya.
Sang ibu yang melihat begitu senang melihat ketiga anaknya dapat tersenyum bahagia ditengah kekurangan yang melanda mereka. Hal itu sebelum kejadian yang tidak diharapkan oleh sang ibu menghampiri hidup mereka yang kan merubah jalan cerita dari kelurga kecil itu.
Sesuatu yang membuat Alif yang diharapkan menjadi Alif yang harus hilang cahayanya dan masuk ke dalam jurang ketakutan untuk keluarganya.Pada hari itu, 15 Oktober yang kelabu. Senja waktu itu diliputi hujan yang cukup deras. Biasanya kalau sore telah tiba, Alif sudah bergegas pulang ke rumahnya.
Namun waktu itu, dikarenakan hujan yang tak kunjung reda, sampai senja pun Alif belum nampak datang ke rumah. Hal itu tentu membuat ibu juga kedua adiknya merasa takut kalau-kalau ada yang terjadi dengan Alif.
Sang ibu hanya mampu berdoa dan kedua adiknya hanya bisa menunggu sang kakak dari depan pintu.
Rasa takut yang berkepanjangan membuat mereka merasa semakin tidak karuan hatinya.Tiba-tiba dari depan pintu Alif berlari dengan raut wajah seperti ketakutan. Wajahnya terlihat pucat karena hujan yang cukup deras namun bukan itu yang membuat sang ibu merasa aneh. Lebih dari itu, di raut wajah Alif terlukis rasa takut seseorang yang baru melakukan kesalahan.
Tetapi pikiran itu segera dibuang oleh sang ibu. Ia hanya merasa senang sang anak lelakinya sudah pulang ke rumah dengan selamat.
Ia pun segera membawakan handuk untuk Alif yang langsung menuju ke belakang untuk mandi dan ganti pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Hujan Di Senja Itu....
Mystery / ThrillerAlif merupakan anak yang disayangi oleh ibu juga kedua adiknya. Ditinggal oleh ayahnya selama-lamanya tidak membuat ia mudah menyerah pada takdir yang ada. Ia tetap bersemangat dalam hidup dan berusaha membangun mimpi-mimpinya yang tinggi. Tetapi, s...