Malam yang gelap dan penuh dengan kepedihan datang. Lonceng berbunyi di kejauhan menghiasi malam yang sunyi. Hujan yang lebat sore tadi meninggalkan genangan air di sepanjang jalan. Deru kaki kuda terdengar berkecipak selagi melewati genangan air itu. Pria-pria dengan zirah hitam, pedang yang berkilau karena cahaya bulan tergantung di pinggangnya, dan sebuah lambang pedang yang berdarah di lengan kanannya mengendarai kuda itu. Deos sebutan mereka. Deos mengarahkan kudanya ke kastil kecil di tengah hutan. Disela-sela pohon banyak orang yang bersembunyi selagi Deos melintas. Mereka berhenti di depan sebuah benteng dengan gerbang yang hanya dicahayai oleh dua obor di depannya. Dua prajurit berjaga di depan gerbang dengan tombak di tangannya. Para pemanah yang berada di atas benteng menyiagakan anak panah pada busur mereka mengarah ke Deos. Salah seorang Deos turun dari kudanya dan berjalan menghampiri penjaga gerbang. Kedua penjaga itu saling bertatap muka, takut. Mereka kemudian memberi tanda pada pasukan pemanah untuk menurunkan busur mereka. Tak berapa lama ratusan anak panah yang tadinya bersiap untuk ditembakkan menembus tubuh para Deos, perlahan diturunkan.
Prajurit itu mempersilahkan Deos untuk masuk ke dalam bangunan itu. Semakin ke dalam Deos menemui sebuah gerbang lagi yang dibatasi oleh sungai kecil dan jembatan. Di pinggir gerbang itu tergantung lambang pedang yang berdarah seperti pada lengan Deos. Mereka turun dari kuda dan masuk ke dalam bangunan itu. Deos berjumlah tujuh. Dengan satu yang berjubah merah darah dan dikenal sebagai Sang Pemimpin. Dua pria Deos membuka gerbang dan mempersilahkan yang lain masuk. Dengan Sang Pemimpin berada di tengah-tengah rombongan itu. Bangunan ini sangat gelap, maka salah satu Deos menyalakan obor yang berada di sebelah gerbang masuk. Cahaya dari api mulai menerangi kegelapan ini. Terlihat sesosok prajurit yang terdiam, terlihat seperti ingin kabur keluar, ke arah pintu masuk. Tetapi, prajurit itu terlapisi oleh sesuatu, sesuatu yang dingin. Semakin ke dalam Deos melihat banyak prajurit yang bernasib seperti itu.
Sang Pemimpin mengambil obor dari tangan Deos yang lain, maju ke kegelapan. Cahaya bergerak menerangi kegelapan. Di ujung ruangan ini terlihat sebuah kurungan, seperti penjara. Sang Pemimpin dengan gagahnya terus berjalan mendekati penjara itu. Dia mengangkat obornya tinggi-tinggi dan penjara itu terang dengan cahayanya. Seorang laki-laki, tak terlapisi sehelai kain pun, berada di dalam penjara itu. Dia memutar kepalanya ke arah Deos, di wajahnya terlihat suatu tanda. Berwarna biru muda dan bentuknya seperti serpihan es.
Salah satu Deos di belakang Sang Pemimpin maju mendekat dan mengeluarkan suara, "Ramalan itu benar." Seketika itu juga kabut dan angin yang besar, berasal dari dalam penjara, memadamkan semua pencahayaan yang berada di dalam ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eris and The Enchanters
AdventureEris, remaja laki-laki yang bekerja di bar, tidak menyangka bahwa hidupnya akan berubah ketika bertemu dengan seorang pria yang aneh di barnya. Dia tak menyangka bahwa dirinya termasuk kedalam bagian mitos yang melegenda. Rasa penasaran memuncak da...