Re-do.

2K 141 55
                                    

29-30 Oktober 2016.
Genre : Teen Fiction.

Re-do.

"Apa kau selalu di sini?" Pemuda itu menoleh ketika aku menyapanya. Dia, orang yang akhir-akhir ini menarik perhatianku.

Tidak, aku bukan jatuh cinta. Aku hanya penasaran mendapatinya selalu berada di kursi taman yang sama setiap sore.

Entah apa yang ia lakukan. Mungkinkah ia tengah menunggu? Namun, apa yang ia tunggu?

Satu garis senyum terpoles tipis, ia hanya menatapku tanpa menanggapi.

Dengan alis bertaut, aku beranikan diri duduk di sampingnya. Diam, mengikuti ke mana arah pandang sepasang netra hitamnya berlabuh.

Menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatan, aku mendapati sesuatu yang menarik di seberang sana.

Seorang gadis berambut pirang. Ah ... jadi pemuda itu sedang melihat gadis manis tersebut.

Siapa dia? Perlahan, aku melirik pemuda yang berada di sampingku, ekspresinya tetap tidak berubah.

Kemudian aku memberanikan diri untuk bertanya, "Kau mengenal gadis itu?"

"Apakah itu urusanmu?" Ia membalikkan pertanyaanku dengan seulas senyum manis di bibir.

Dan sungguh ..., kalimat sinis yang berbanding terbalik dengan ekspresi manisnya itu membuatku bungkam.

Namun, ia segera tertawa ketika mengamati perubahan ekspresiku. "Maaf," katanya.

Sebuah senyum kuulas kemudian. Tawanya terdengar amat merdu, membuat kalimat sinisnya barusan dengan cepat kulupakan.

"Apa aku dapat kembali bertanya?" Mungkin ini sedikit lancang, tapi aku sungguh ingin tahu.

"Tentang siapa gadis itu?" Tanggapan berupa tanya membuatku kembali menumpukan atensi kepadanya, dan lagi, matanya tetap tertambat pada si gadis di kejauhan sana.

Tidak ada jawaban untuk beberapa menit. Dan aku mendapati diriku menunggu jawabannya.

Pemuda itu menatapku lekat lantas kembali tersenyum. "Seberapa besar rasa penasaranmu?"

Aku membuka mulut lalu kembali mengatupkannya, tidak tahu harus menjawab apa.

Masih terdiam untuk beberapa lama, kemudian aku mengatakan apa yang terlintas di kepalaku saat itu juga.

"Sebesar butir pasir," jawabku membuatnya tertegun. "Kecil, tapi kau takkan bisa menghitung jumlahnya.

"Sebesar itulah yang kurasakan." Aku menjawab seadanya.

Kudengar ia mengurai tawa. Entah bagian mana dari jawabanku yang begitu menghiburnya.

"Kau lucu," katanya lugas.

Aku tertegun, meresapi kalimat yang kuucap sebelumnya untuk menemukan "kelucuan" yang ia maksud.

"Lucu katamu?" Tanpa kusadari pertanyaan tersebut lolos dari bibirku.

Pemuda itu kembali tertawa. "Ya ... kau lucu."

"Eh?"

Ia mendekatkan wajahnya ke arahku, membuatku tanpa sadar menarik diri. Lantas ia kembali menyunggingkan segaris senyum lembut.

"Kau tak perlu tahu," tuturnya lembut, "yang perlu kautahu hanyalah ... kau takkan ingin terlibat denganku. Jadi, menyerah saja."

Dan ia berdiri dari tempatnya setelah berkata demikian, melangkah santai, menyisakanku yang masih terpaku oleh kalimatnya yang terkesan sendu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang