prolog

18 4 0
                                    

"Ra? cepetan dong yang lain udah pada kumpul di lapang!" Teriak seorang gadis berambut sepunggung -Karin- sambil menggedor pintu Kamar ganti.

"Gue belum ganti, lo duluan aja" sahut orang yang dipanggil 'Ra' itu,

Karin memutar bola matanya sambil berdecak bosan, "lo gak usah ngambek kalo gue gak ada disini!" Ia menghela nafa sebentar, "Alena juga ikut gue"

"Gue gak bakal ngabisin waktu berharga gue buat hal yang gak penting kaya gitu" suaranya keras sampai Karin berhasil mendengar ucapan Diara dengan jelas,

Karin mengangguk kecil pada Alena dan segera beranjak pergi meninggalkan kamar ganti, dan memilih berlari menuju lapang untuk bergabung dengan teman - teman sekelas mereka.

***

Diara, gadis itu keluar dari kamar ganti dengan menggunakan pakaian olahraga. Tujuannya sekarang adalah 'lapangan olahraga' jadi ia berjalan dengan cepat. Langkahnya tergesa - gesa seakan sedang dikejar waktu.

"Lo bisa to the point kan Ra?" Suara bariton terdengar dan berhasil membuat langkah Diara terhenti secara mendadak, ia merasa seakan seseorang berbicara dengannya,

Diara berjalan menuju sumber suara dengan menelusuri koridor yang sepi, langkahnya lalu terhenti di sebuah ruangan yang diatasnya terdapat sebuah tulisan 'Lab Komputer', merasa yakin akhirnya Diara merapatkan tubuhnya pada pintu yang tertutup.

"G-gu-gue.." tak ada suara untuk sesaat, "cinta sama lo" suara gadis itu terdengar lirih, begitu lirih sampai Diara takkan mendengarnya jika tak memiliki pendengaran yang tajam.

"Gue gak bisa, you're my friend and not my girlfriend" suara bariton milik seorang pria menggema dan menciptakan suara yang keras, sama kerasnya dengan kata - kata pria itu.

Hening. Diara tak mendengar suara setelahnya, namun beberapa detik setelahnya ia bisa mendengar suara tangis yang begitu menyayat,

"Udah berapa kali gue bilang yo, gue gak puas dengan ikatan teman. Gue mau lebih!" Suara tangis yang Diara dengar berubah menjadi sebuah teriakan,

Jantung Diara berdegup dengan kencang, tangannya begitu dingin dan berkeringat.

"first, i wanna say sorry. Second, i wanna say thanks. Third, i wanna say that I prefer the pursuit of the chase"

"Tapi g-" ucapannya terpotong, tak ada suara yang keluar setelahnya. "RIO!" Teriakkannya mungkin akan berguna jika dipakai untuk menjadi pemimpin upacara, tapi suasananya berbeda sekarang.

Diara semakin merapatkan tubuhnya ketika tak ada suara yang keluar dari mulut gadis maupun pria itu. Namun ia segera berlari dan bersembunyi ketika suara derap langkah kaki berjalan mendekatinya.

Diara menyembunyikan tubuhnya dibalik tembok penyusun koridor, cukup membuatnya tak ketahuan dan bisa melihat sosok Rio yang berjalan membelakanginya.

"Rio?" Gumam Diara pelan.

NOTHING [like us]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang