"Satu dua tiga empat lima enam... udah belum?" Tanya seorang bocah dengan menutup matanya sambil menunggu dengan kedua tangan menutupi matanya.
"Udah ya?"
Bocah kecil itu membuka matanya celingak celinguk. Berusaha menemukan temannya.
"Tomboy!" Serunya saat melihat gadis kecil itu yang sedang berjongkok. Bocah lelaki itu tersenyum lalu menghampiri gadis berambut pendek itu.
"Kan aku dapet lagi," gadis kecil itu menekuk bibirnya, menghentakkan kakinya sebal karna dia selalu dapat saat bermain petak umpet.
Bocah kecil itu cengegesan lalu menekan pipi gadis di depannya ini dengan kedua telunjuknya. "Abisnya kamu gak bisa ngumpet yang bener, sih!"
"Udah ah, aku mau main bola aja. Lebih seru!" Seru bocah perempuan itu.
"Tomboy memang gitu tuh! Kenapa kamu gak main barbie aja sih? Tuh liat kakak kamu dia aja asik main barbie. Kamu? Heh." Comel bocah lelaki itu. Ia menggelengkan kepalanya melihat teman kecilnya itu malah asik bermain bola dengan teman laki-laki sebayanya.
"Langit!" Panggil ibunya.
Gadis yang tengah bermain bola itu menoleh, melihat ibunya menangis.
Langit meninggalkan permainannya lalu berlari menghampiri ibunya.
"Bunda, bunda kenapa nangis?" Tanya Langit.
"Ayah kamu sama Bumi kecelakaan. Ayo, kerumah sakit sekarang!" Kata ibunya Langit sambil menarik tangan anaknya itu.
Langit menoleh kebelakang, melihat ke arah temannya.
"Awan! Langit ke rumah sakit dulu ya!" Teriak Langit.
Awan berusaha mengejar Langit. "Langit, aku ikut kamu!"
Langit menggeleng sambil berusaha menahan tangisnya, "Gak usah. Kamu disini aja. Doain Ayah Langit sama adik Langit sembuh, ya!" Kata Langit sambil berlari memasuki mobilnya.
Awan berusaha teriak sekali lagi, "Langit!" Pekiknya.
Langit menurunkan kaca jendelanya lalu menyembulkan kepalanya sedikit ke luar. "Apa?"
Awan tersenyum, mengangkat tinggi-tinggi kado yang dibuatnya tadi yang pasti di bantu dengan papanya dan kedua kakaknya.
"Selamat ulang tahun, Langit!" Teriaknya.
Langit tersenyum lalu tersenyum sumringah, melambaikan tangannya ke Awan yang kini menatap Langit dengan binar-binar. Lalu, Langit memasukkan kembali kepalanya dan menutup kembali kaca jendela mobil miliknya.
"Selamat ulang tahun juga, Bumi." Bisiknya dengan pelan.
Saat tiba di rumah sakit, saat itu juga, Langit merasa dunianya tidak seindah dulu. Tidak, ini bukan kado yang Langit inginkan. Ini juga bukan kado terindah yang Tuhan berikan, melainkan ini adalah kado terburuk yang Tuhan berikan kepadanya di sepanjang hidupnya.
Sangat buruk.
YOU ARE READING
Bumi, Langit dan Awan
Teen Fiction"Begini, aku mencintaimu. Sangat. Tapi, kita tidak bisa bersama, Awan." "Kenapa?" "Karna Bumi juga mencintaimu. Ia terlalu cinta tentang keseluruhanmu." "Tapi, aku mencintaimu, La." "Bahagiakan dia, Awan, jika kamu mencintaiku." "Kenapa kamu malah...