Enam

19 6 0
                                    

Asifh POV

"Eunghh... Jam berapa ini?"

Aku terbangun dari tidurku.

Aku segera melihat jam dinding yang berada di kamarku.

Sekarang sudah jam...

Jam 7.

"Ohh, masih jam delapan" kataku malas, bersiap untuk tidur lagi.

Tunggu.

Hari ini.

Yak! Hari ini bukanlah hari libur!

Aku akan terlambat berangkat ke sekolah!

Mengapa eonni tidak membangunkanku?!

(Eonni = panggilan dari adik perempuan untuk kakak perempuan)

Aku bergegas untuk mandi.

Oh, tidak. Tidak perlu mandi.

Jorok? Terserahlah kalian menganggapku apa.

Setelah memakai seragam sekolah dan sepatuku, aku bergegas berangkat ke sekolah. Jika tidak, aku akan dimarahi oleh ketua seniorku. Aku tidak mau itu.

***

Aku melihat jam tanganku.

Sudah lima menit, mengapa busnya lama sekali muncul?

"Yak, mereka beruntung masih mempunyai kendaraan walaupun terlambat. Toh, mereka bisa mengebut" pasrahku.

Mungkin sekarang aku terlihat sangat mengenaskan.

Aku menatap cemas ke arah bus datang.

Ohiya, kalian masih tidak tahu siapa aku, kan?

Nanti saja aku perkenalkan diriku, karena aku sedang keadaan genting saat ini.

"Hei, mau bareng tidak, adik kelas yang..... manis?" tanya seorang lelaki. Sepertinya, ia seumur dengan eonniku.

"Berhenti menggodaku, paman. Aku bukanlah cewek yang gampangan." Balasku jutek.

"Paman? Kau panggil aku paman?" tanya dia dengan nada yang sedikit kesal.

Ia segera membuka helm yang dipakainya, dan.... Yak! Itu adalah Bang Harfa!

"Bang Harfa? Mengapa―ani, antarkan aku ke sekolahku sekarang juga, bang. Sekarang!"

"Yak! Aku baru saja datang, sudah diperlakukan seperti ini. Apalagi―"

"CEPAT BANG!!!" bentakku.

Maaf Bang, aku tak bermaksud membentakmu. Ku mohon, mengertilah karena saat ini aku sedang dalam keadaan genting.

***

"Gomawo, Op―Bang!" aku segera turun dari motornya dan memberikan helm yang kupakai tadi kepadanya.

(Gomawo = Terima kasih)

Aku langsung berlari untuk masuk ke dalam sekolahku.

Saat tinggal satu langkah lagi aku mencapai gerbang sekolah, gerbang sekolah langsung ditutup.

Hah, beginikah resiko menjadi murid di sekolah favorit? Sedisiplin inikah? Apakah tak ada kesempatan bagiku?

Sepertinya ini sudah takdirku.

Daripada aku meratapi nasibku di depan gerbang sekolahku, lebih baik aku pergi ke suatu tempat, bukan?

Kafe? Pemikiran yang bagus.

KoKaKiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang