R e g r e t

23 4 2
                                    

Aku tak menduga akhirnya ini akan terjadi, membayangkan saja dadaku menjadi sesak. Penyesalan yang hinggap dalam hati ku setelah kau memutuskan menyerah dan pergi dari hidupku. Ini bagai deretan mimpi buruk di setiap malamku, salahku yang membiarkan engkau berpaling dan mendapatkan yang lebih baik. Air mataku jatuh ketika kenangan lama kita menjadi elegi di pikiranku. Lalu semua tentang mu hilang di telan waktu. Dan aku menyesal telah kehilanganmu.

-

-

-

-

-

Di persimpangan jalan pusat kota Tokyo aku berdiri menatap seorang pria yang berada di seberang sana, dia tertawa dengan lepasnya, tersenyum dengan hangat, lalu mengusap lembut surai seorang wanita. Seharusnya aku yang berada di sana! Andai waktu itu aku sadar, tidak begini akhirnya.

Suhu udara sudah mulai rendah, musim gugur akan berganti musim dingin. Segera ku rapatkan jaket yang membungkus tubuh dan berbalik pergi, melangkah menjauh dari pemandangan yang meyesakkan hati, ku usap air mata yang sedari tadi jatuh . Menghela nafas pelan sambil mendongak ke langit. Perih, sampai kapan ini berakhir?

.

.

.

.

.

Sebelumnya aku tak mengenal siapa dia, hingga suatu hari sebuah pesan masuk dari nomor tak di kenal.

Hei Yona 😊.

Menjadi awal kami mengenal satu sama lainnya. Kami berada di kantor yang sama, namun di bidang yang berbeda. Jika aku di redaksi, dia di pemasaran, ya kami bekerja di sebuah perusahaan majalah.

Aku bukanlah perempuan yang manis, seringkali bersikap jutek dan acuh jika berkomunikasi dengan orang baru, bukan berarti aku orangnya kasar, hanya dengan orang baru saja sikapku menjadi buruk. Dan dia menjadi salah satu korbannya.

Setelah ku reply pesannya dengan satu kata yang menyiratkan nada ketus yang tak terdengar.

Siapa?

Dia mulai memperkenalkan diri. Daichi, ya itu lah namanya.

Setelah itu kami masih bertukar pesan walau balasan yang ia dapat terlampau singkat, padat, dan jutek pastinya, tapi dia tetap sabar dengan balasan pesan nan manis dan sedikit gombal.

Sampai akhirnya dia bertanya "kok jutek sih ". Dan ku balas dengan jawaban yang benar-benar---

O.

.

.

.

.

.

Telah lama kami mengenal, ini sudah masuk dua bulan, kami juga sering bertemu di kantor-tanpa sengaja. Dia menyapa, dan kubalas dengan anggukan ringan dan senyuman antara-ikhlas-tidak ikhlas.

Sebenarnya bukan tanpa alasan aku melakukan semua itu, hanya saja aku sudah mempunyai orang yang di sukai, dia seniorku waktu kuliah dulu, dan kami juga dekat tapi belum punya status.

Karena itu aku terlalu malas mengubris pria lain, kecuali untuk menemani saat waktu kosong atau bosan. Kedengaran jahat kan? Terserah, aku tak pernah meminta pria-pria itu mendekat, mereka saja yang terlalu berlebihan.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang