"Mengapa kau tak jujur saja padaku dari awal, Rena?"
Dia bertanya, suaranya bergetar.
"Apakah tiga tahun bersamaku, tidak juga membuatmu melupakannya? Apakah waktu-waktu yang kuberikan padamu tidak sanggup menghapus kenanganmu bersamanya?"Demi Tuhan, aku tidak tahu harus menjawab apa. Dia benar, dia sangat benar. Aku memang tidak pernah bisa melupakan masa lalu.
Dia menggeser cangkir kopinya, membereskan laptop di atas meja kami, lalu tanpa berkata-kata lagi ia bangkit dari duduknya dan beranjak pergi.
Aku bergeming. Tidak ada getar dalam hatiku untuk berlari mengejarnya.
Biarlah.
Aku telah melepaskan pria baik yang selama ini menopangku. Mungkin cepat atau lambat aku akan menyesali apa yang sudah kuputuskan hari ini. Namun aku akan lebih menyesal jika terus bersamanya sedang hati dan pikiranku justru ada di tempat lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan dalam Secangkir Kopi
Short StoryDulu ia serupa secangkir kopi yang sanggup menghangatkan tubuhku. Namun kini ia berubah menjadi cangkir kosong yang dingin.