"Ya memangnya aku bisa apa? Suatu quotes mengatakan, 'Jika kamu mencintai dua orang, maka pilihlah yang kedua. Karena jika kamu sangat mencintai yang pertama, kamu tidak akan jatuh cinta pada yang kedua". Nada bicaranya agak keras sekarang. Sedangkan aku hanya bergeming sambil menatap ke arah jendela kaca dengan tatapan kosong. Ia pun berhenti bicara sejenak. Hening. Rasanya aku tidak dengar suara apapun, padahal aku tahu di restoran ini sedang ada live music. Kuberanikan menoleh ke arahnya, berusaha menatap mata sayunya itu lekat-lekat. Ada keresahan di sana, namun wajahnya terlihat tetap tenang.
"Ken, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Haidar". Kataku dengan bibir yang mulai bergetar menahan air mata yang hendak menetes.
"Tidak mungkin dia tiba-tiba datang melamarmu jika tidak ada apa-apa diantara kalian". Nada bicara dan wajahnya masih tenang, namun entah mengapa aku merasa takut setiap kali menatap matanya.
"Tapi aku tidak menyukai dia". Air mataku sudah tidak tertahan lagi. Aku tertunduk di bahu Kenda sambil menangis sekarang. Kenda tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengusap kepalaku dengan lembut. Tangisku semakin pecah hingga akhirnya kurasakan Kenda memelukku dengan erat.
"Aku percaya kamu sayang. Udah jangan nangis lagi yah". Ucap Kenda lembut.
Kenda. Malaikat tanpa sayap yang membuatku tetap semangat menjalani hidup. Entah apa yang terjadi padaku jika ia tidak hadir dua tahun yang lalu. Cintanya yang tulus kadang membunuhku. Mengapa? Karena aku bukan perempuan baik yang menyerahkan seluruh hatiku untuknya. Aku tidak sebaik yang Kenda kira. Kenda, maafkan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite Pain
RomanceLuka. Sakit? Iya. Tapi bagaimana jika aku menyukai rasa sakitnya? Semacam candu yang membuat aku ingin merasakannya lagi, lagi dan lagi. Semacam racun mematikan tapi tidak membuatku langsung mati, hanya membuatku merasakan sakit berkepanjangan hingg...