Prolog

14.6K 430 1
                                    

Arkan meletakkan telapak tangannya di kedua pipi Kara. Tangan hangat Arkan memang baru sekarang Kara rasakan lagi. Tangisan Kara yang semakin kencang bukan dikarenakan dia makin sedih mengingat masalahnya, melainkan karena tangan hangat Arkan yang memeluknya. Kara merindukan pelukan Arkan. Mengingat hal itu membuat Kara sesenggukan lagi.

Arkan jadi kebingungan sendiri melihat tingkah Kara tersebut. "Lo kenapa malah nangis lagi, Ra? Udah nangisnya." Bukannya menenangkan, nada suara Arkan lebih terdengar memaksa.  Memaksa Kara menghentikan tangisnya.

"G-gue nangis b-bukan karena masalah kantor lagi ,tapi—" Kara menghentikan ucapannya.

"Tapi?" Tanya Arkan tidak sabaran.

"G-gue—", Kara bingung harus melanjutkan perkataannya atau tidak. Kara takut Arkan akan menjauh kalau Kara berkata yang sebenarnya.

"Kenapa sih, Ra? Bilang! Kalau lo nggak bilang, gue lebih baik pergi aja." Arkan mengancam.

"I-iya deh gue bilang," kata Kara masih sambil sesenggukan. "G-gue nangis bukan lagi keingetan masalah kantor tadi Gue nangis karena gue kangen dipeluk lo kayak tadi." Kara menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan kembali menangis.

Arkan yang mendengar hal itu hanya bisa duduk tanpa suara. Arkan sedikit kaget mendengar pernyataan Kara barusan.

Sebegitu besarkah rasa cinta lo ke gue, Ra?


***

tbc

Happy reading ^^

He Is (Not) My Husband - TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang