Prolog

110 12 9
                                    

Malaikat berambut brunette itu bisa melihat melalui celah pintu yang sempit.

Segala kekacauan. Buku-buku tua yang ketebalannya menakutkan, terbuka pada halaman tertentu, benda-benda yang lebih sering kautemukan di toko barang antik berserakan di mana-mana dan tentu saja simbol-simbol di lantai, dinding, permadani bahkan cermin.

Ia baru saja akan melangkah masuk ketika sebuah suara laki-laki merambat di udara dan menghentikannya.

"Kau sudah tahu risikonya, namun masih bersikeras?"

Samuel mengenali suara itu.

"Mengapa butuh waktu lama sekali untuk makhluk sepintarmu untuk memahaminya?" Suara wanita itu balik bertanya,

Ada jeda cukup lama yang hanya terisi oleh keheningan, sampai terdengar suara ketukan langkah dan si laki-laki mendesah gusar.

"Baiklah, asal kau ada di pihak kami, aku mendukungnya. Aku hanya menyesali risikonya."

"Aku akan bertahan, Gibraille. Aku tidak selemah yang kaukira."

Samuel memegang kenop pintu lama-lama, hanya menggenggamnya sampai kehangatan di tangannya lenyap.

"Apakah akhirnya cintamu terhadapnya mulai padam atau sesuatu telah membuka matamu lebar-lebar, Amy?"

Sesaat wanita itu mengeluarkan tawa getir. Suaranya berubah lebih pahit ketika berbicara.

"Leviathan adalah ayah dari anak-anakku, seperti apapun dia. Ini sama sekali bukan berarti aku membencinya."

Hening sesaat sementara segala sesuatu yang dapat Samuel dengar hanyalah detak jantungnya sendiri.

"Kalau kau berada di posisiku, apa kau memiliki pilihan lain, Gibraella?"

FALLEN: Before The FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang