Setelah sampai di sebuah Resto, pelayan menghampiri kami yang tengah mengambil duduk berhadapan. Finn kemudian langsung menyebutkan makanan-minuman ketika pelayan itu memberikan daftar menu. Malas melihat, aku mengiyakan tawaran Finn yang memesankan spaghetti dan lemon splash.
Saat mengalihkan pandangan ke luar jendela kaca, mataku tertumbuk pada sosok perempuan yang bagiku sangat familier.
"Ngomong-ngomong, kau dengan Gloria baik-baik saja, kan?"
"Kenapa kau tiba-tiba tanya seperti itu?" ia bertanya balik. Wajahnya datar.
"Jawab saja apa salahnya, sih?"
"Menurutmu?"
Mulutku mengerucut. Ini sudah kesekian kalinya ia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan. "Ayo lah."
"Iya, iya. Memang kenapa? Thats not your bussiness, you know." jelas Finn tegas.
Setelah mendengar pernyataan dari Finn, aku menoleh lagi ke arah jendela kaca. Lampu jalanan raya di luar cukup menerangi penglihatanku samar-samar. Ya, sepertinya itu benar Gloria. Sedang apa dia di sana? Di tempat distro pula.
Tanpa kusuruh, Finn mendekatkan kepalanya ke arahku. Ia lalu ikut melihat objek yang sedari tadi kuamati. "Lihat apa kau sampai serius begitu, hem?"
Aku tidak menjawab. Kubiarkan ia melihat sendiri gadis yang sudah dipacarinya selama dua tahun sekarang sedang...
Bergandengan tangan dengan laki-laki lain!
Mataku mengerjap beberapa kali. Mulutku melongo. Aku tidak suka pemandangan ini. Sebagai teman kecil Finn, aku turut prihatin dengan hubungan asmara mereka. Kulirik Finn. Ia sama sekali tak bereaksi. Kalau begini caranya, aku yang akan bertindak untuk melabrak gadis itu.
Namun sayangnya, tangan Finn lebih cepat menghentikan langkahku. Ia mendorongku duduk.
"Kau bodoh ya?" tanya Finn. Dagunya ikut terangkat.
"Maksudmu apa berkata seperti itu? Kau tidak lihat Gloria dengan siapa?" belaku.
"Lalu kau mau apa? Please, dont be childish!"
Aku semakin jengkel dengan apa pun perkataan Finn. Bisa-bisanya dia mengataiku begitu?
"Biar saja! Jangan cegah aku! Aku akan keluar dan memberi pelajaran pada Gloria dan laki-laki barunya itu!"
Aku berdiri. Finn ikut berdiri. Sepatu kami berdentum beriringan, saling menyejajari. Belum sampai aku menarik knop pintu Resto, tenaga Finn lagi-lagi berhasil mengunci ruang gerakku. Aku begeming, menatap bola mata Finn yang begitu dingin. Nyaliku tiba-tiba menciut.
"Justru kau yang harus diberi pelajaran! Coba lihat, berapa nilai untuk matematikamu saat sekolah menengah! Kau bertingkah seolah kau bisa, tapi apa? Kau tidak pernah ingin mencobanya! Kau lari dari itu semua!" Finn berujar dengan emosi.
"Finn.." aku tak menduga Finn akan berkata seperti itu. Mengungkit masa sekolahku dulu.
"Dengar, Ann." suaranya kembali melembut.
Aku masih bergeming. Finn kemudian melepaskan cengkramannya. "Aku punya alasan untuk itu. Maksudku, aku yang menyuruh dia untuk.. Yaa, hmm.. memiliki kekasih baru. Tapi hubungan kami masih normal. Seperti sepasang kekasih pada umumnya."
Lihat! Ia semakin tak waras! Menyuruh kekasihnya untuk berselingkuh? Apa-apaan ini?!
"Kau tidak pernah bercerita padaku soal itu, Finn!" kali ini aku marah. Finn mulai bermain rahasia denganku. Finn, teman kecilku.
"Sudah kubilang aku punya alasan sendiri yang hanya--"
"Shut up!" kataku sambil berlalu meninggalkan Finn sendiri di dalam Resto. Aku tahu Finn mengejarku dari belakang, tapi aku tetap lari sampai sebuah taksi biru menyelamatkanku.
***
Malam ini aku memutuskan untuk tidak tidur di rumah. Tentu saja karena aku ingin menghindari Finn yang baru saja memarahiku, mengataiku, dan satu yang kupermasalahkan; ia sudah membuatku kecewa.Rahasia. Itu yang aku tidak suka. Sejak kapan ia bersikap seolah aku ini orang asing?
"Sudah lah, baby... Sekarang aku tanya padamu. Apa Finn tidak berhak, memiliki privasi?"
"Oh, jadi kau membelanya?" tanyaku bersungut-sungut.
Perempuan di sampingku ini bernama Meggy. Sama seperti Finn, dia adalah sahabatku sejak SMA. Memiliki rambut bob dan berkulit sawo matang.
"Bukan begitu. Tapi.. Ah, aku pusing memikirkan kalian berdua tiap kali bertengkar. Lebih baik aku tidur atau menonton film horor sambil memakan popcorn. Hmmm, nyummy..." Meggy lalu merebahkan tubuhnya di ranjang, di samping kananku.
Ya, Meggy memang tinggal di apartemen. Maklum, ia sudah bekerja semenjak lulus dari SMA.
"How about 'The Counjuring'?" tawar Meggy.
"Itu film lama ya? Tapi aku belum nonton, sih. Oke, tidak apa-apa."
Beberapa saat, kami menyiapkan laptop, charger, snack ringan seperti popcorn, cokelat, kacang-kacangan, dan jajanan lain, serta s-e-l-i-m-u-t. Ya, meski terdengar sepele, tapi barang ini pasti berguna untuk menonton film khususnya horor. Ditambah lagi, sekarang jam sudah menunjukkan pukul 9pm.
"Are you ready?"
"Yes, Baby!"
***
"Megg, aku sudahan, deh, nontonnya. Takut.. " kataku dengan bulu kuduk yang mulai berdiri.JDYAR!!
GLUDUK.. GLUDUK.."MEGGY!!" teriakku sambil menutup wajah dengan selimut. Oke, ini tidak seperti dugaanku sebelumnya. Film ini terlalu horor untukku.
"Apaan, sih, Ann. Itu cuma petir." Meggy mencomot lolipop di tangan kanannya.
Aku berusaha menurunkan selimut dari wajahku. Adegan demi adegan semakin membuat tubuhku merinding. Kulihat Meggy, ia sedang menoleh ke arah jendela yang bertirai panjang.
"Lihat apa?"
"Tidak. Sepertinya di luar hujan."
Lampu dimatikan, nonton film horor, tirai melembung-lembung, di luar hujan deras, jam menunjukkan pukul 10pm! Perfecto!
Tiba-tiba bunyi ketukan dari luar ditambah kilatan petir sukses membuatku dan Meggy berteriak kencang.
Ketukan itu semakin lama ternyata semakin keras.
Tiba-tiba Meggy berdiri. Menyuruhku untuk relaks. "Ann, tenang. Kalau kau teriak, aku juga ikut takut nih. Lagian, mana mungkin di sini ada hantu. Aku buka pintu dulu, ya? Kali aja si Nandish, kekasih aku."
Aku tidak menghiraukan ucapan Meggy. Aku menyumpat telingaku dan menutup mataku rapat-rapat.
KRIEK...
Aku diam-diam mengintip. Kulihat Meggy mundur selangkah demi selangkah. Di sana, aku tidak melihat wajah playboy Nandish yang biasanya dipamerkan ketika bertatapan dengan para gadis.
Entah hitungan ke berapa, jantungku dengan sigap berdegup sangat cepat. Napasku memburu hebat. Dengan keberanian yang masih kupunya, aku mendekati sosok bayangan hitam itu dan dengan gerakan cepat kupukul tubuhnya berkali-kali menggunakan payung yang ada di dekat lemari.
"Ann! Cukup! Cukup!"
JDYARRR!!
"Annelda... Cukup!"
Aku tak acuh. Meggy tetap berusaha menghentikanku. "Dia.. Dia sepertinya bu..bukan hantu..."
Aku terdiam sejenak. Lalu memandang sosok misterius yang berpakaian serba basah itu tergeletak di lantai. Dahinya banyak mengeluarkan darah, menambah aroma mistis di kamar Meggy.
Aku menelan ludah. Memandang Meggy ketakutan. Tanganku tiba-tiba bergetar.
"Lalu.. Di..dia sia..ssiapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Is That You?
Romance[H-I-A-T-U-S] Bukan tanpa maksud Tuhan menakdirkan 'wanita itu' akan bertemu dengan 'laki-laki itu' disaat keduanya saling membutuhkan. Bukan tanpa maksud Tuhan memainkan atau bahkan membolak-balikkan hati 'wanita itu' dan 'laki-laki itu' ketika aka...