See You Again

39 0 0
                                    


Beberapa menit lamanya Harish hanya diam menatap bangunan megah di hadapannya. Sebuah rumah megah—atau mungkin lebih tepat disebut mansion—berpagar tinggi dengan halaman berumput yang luas, berbagai macam tanaman pohon dan bunga, juga jalan masuk mobil yang panjang tentunya.

Setelah tiga tahun mencari ke sana kemari. Hari ini, akhirnya, Harish akan melihatnya lagi. Di sebuah pulau kecil di sebuah negara yang sangat jauh. Dan kali ini, apa pun yang terjadi, Harish tak akan melepaskannya lagi. Tak akan ia biarkan sosok itu berlari darinya lagi. Ia akan memerangkap sosok itu ke dalam pelukannya. Selamanya.

Harish membenarkan letak ransel di punggungnya dan melangkah mendekati gerbang tinggi yang tertutup itu. Setelah berbicara sebentar pada penjaga pintu melalui interkom, gerbang tinggi itu terbuka untuknya. Dengan langkah mantap, Harish menyusuri jalan masuk panjang itu menuju rumah utama.

Di depan pintu, seorang pria paruh baya menyambutnya dengan senyuman. Namanya Gregory, kepala pelayan di rumah besar ini. Ah, bukan. Lebih tepatnya, pria itulah yang menjaga tuan mudanya sejak kecil. Dia akan selalu ada di mana pun sang tuan muda berada. Dan, keberadaannya di tempat terpencil ini pun tak lain karena tuan mudanya.

"Hai, Greg!" sapa Harish ramah sambil menjabat tangan pria itu dan memberikan pelukan persahabatan. "Senang bisa melihatmu lagi. Kau tampak sehat."

"Ah, saya juga senang bisa melihat Anda lagi Mr. Prakasa," balas Gregory dengan senyum lembutnya. "Tapi, Anda terlihat agak kurus."

"Ah, ya, agak sulit untuk makan teratur ketika sibuk berkeliling dunia selama tiga tahun sebagai backpacker," ujar Harish. "Dan, Greg, just call my name. Tak bertemu selama tiga tahun membuatmu lupa cara memanggilku dengan benar, hn?"

Pria berwajah tirus itu tertawa. "Okay, uhm... Harish."

Harish balas tertawa. "That's better," ujarnya. "So, di mana dia?"

"Di kamarnya. Biasanya dia tidur siang setelah makan dan minum obat. Masuklah!" Gregory mengajak Harish memasuki rumah megah itu.

"Di mana Mr. dan Mrs. Thompson?" Harish kembali bertanya.

"Kau tak perlu formal begitu meski sudah lama tak bertemu kami, Son." Sebuah suara berat terdengar seiring munculnya sepasang pria dan wanita paruh baya yang masih terlihat sangat bugar dan sehat. Si wanita tampak begitu cantik dan segar, sementara si pria terlihat gagah dengan kaus polo dan celana santainya.

Gregory tertawa kecil di sebelahnya. Ucapan sang tuan rumah seolah mengembalikan kalimat yang dilontarkan Harish padanya tadi. Harish pura-pura mengabaikannya dan memasang senyum terbaik untuk sepasang tuan dan nyonya rumah yang melangkah semakin dekat ke arahnya.

"Harish, we miss you so much, Honey." Si wanita, yang tak lain adalah Mrs. Thompson, sang nyonya rumah, merengkuh Harish ke dalam pelukannya sambil mencium pipi kanan dan kirinya dengan sayang.

"So do I, Ma'am." Harish balas memeluk wanita yang hanya beberapa senti lebih pendek darinya itu.

Setelah pelukan mereka terlepas, Harish beralih menyalami Mr. Thompson. Tapi, tanpa diduga, pria paruh baya itu justru menarik Harish ke dalam pelukannya. Beberapa detik, tubuh Harish membeku. Pasalnya, selama mengenal pria itu, tak pernah sekali pun Mr. Thompson mau memeluk seseorang, seakrab apa pun mereka.

Bukan berarti Mr. Thompson bukan orang yang baik. Justru beliau orang yang sangat baik kepada siapa pun tanpa memandang status sosial, ras, agama, atau apa pun itu. Hanya saja, beliau termasuk tipe orang berwibawa yang selalu tenang dan jarang menunjukkan ekspresi, apalagi emosi. Beliau bukanlah orang yang bisa dengan mudah mengumbar perasaan. Jadi, melihatnya melakukan skinship seperti ini benar-benar kejadian langka.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang