Connor menggeliat pelan dalam tidurnya. Entah mengapa kali ini ia merasa sangat nyaman, tak seperti hari-hari sebelumnya yang selalu tidur dalam gelisah. Connor membuka matanya dan mendapati dirinya berada di dalam pelukan hangat seseorang. Ia juga tak lagi tidur di atas bantal seperti saat pertama memejamkan matanya tadi, melainkan di atas bahu kekar seseorang. Sebelah tangan orang itu memeluk pinggangnya protektif tapi lembut. Sudah lama sekali ia tidak tidur dalam pelukan seseorang seperti ini. Tapi, siapa yang berani memeluknya saat ia tertidur?
Connor menengadahkan wajahnya dan mendapati wajah yang sangat dikenalnya. Wajah yang selalu dirindukannya. Wajah yang selalu hadir dalam setiap mimpi-mimpinya. Wajah satu-satunya pria yang ia cintai. Ah, rupanya aku masih tertidur, pikirnya sambil kembali memejamkan matanya. Tak lama ia kembali membuka mata dan melihat sosok yang sangat dirindukannya itu masih ada di sana memeluknya.
Sepertinya tidurku terlalu nyenyak, pikirnya lagi. Atau ini hanya halusinasi seperti biasanya?
Sekali lagi Connor memejamkan matanya. Kali ini agak lebih lama. Ia memang sering sekali memimpikan Harish, bahkan nyaris setiap kali terlelap, ia memimpikan pria itu. Kadang ia juga berhalusinasi—meski tak terlalu sering—seolah Harish muncul di kamarnya atau tidur di sebelahnya, tapi tak pernah ada kontak fisik seperti saat ini—bayangan itu akan langsung hilang saat ia mencoba menyentuhnya. Sekitar tiga menit kemudian, ia kembali membuka mata dan lagi-lagi mendapati pemandangan yang sama.
Sepertinya ini bukan mimpi, pikir Connor setelah mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar dan melihat angka di jam dinding telah berjalan tiga jam dari saat ia pergi tidur. Ah, berarti ini halusinasiku, simpulnya. Tapi kenapa kali ini terlihat begitu nyata? Aku bahkan merasa benar-benar dipeluk.
Connor mengulurkan tangannya menyentuh dada bidang di depannya. Matanya mengerjap. Ini benar-benar terasa nyata. Tangannya seolah benar-benar menyentuh sesuatu. Halusinasi yang hebat!
Connor kembali menengadah dan mengamati wajah yang sangat dikaguminya itu. Wajah tampan yang sama seperti kali terakhir dilihatnya tiga tahun lalu. Wajah sama yang selalu menghantui mimpi dan menjadi halusinasinya selama ini.
Ah, tapi sepertinya kali ini ada yang sedikit berbeda dari wajah itu!
Wajah itu terlihat agak lebih tirus dari biasanya. Warna kulitnya lebih gelap dan ada kumis serta cambang tipis di sekitar bibir dan rahangnya, seolah beberapa hari tak bercukur. Gurat kelelahan juga terlihat di wajah tampan itu, meski raut kelegaan dan kebahagiaan juga ikut menghiasi.
Connor semakin bingung. Kenapa halusinasi kali ini benar-benar berbeda dan terlihat sangat nyata? Apa mungkin ia masih berada di alam mimpi? Mimpi yang terlihat nyata? Ya, mungkin saja. Bukankah hal seperti itu sering terjadi?
Connor kembali mengulurkan tangannya, kali ini untuk menyentuh wajah tampan nan gagah itu. Ah, benar-benar terasa nyata. Ia bahkan bisa merasakan kasarnya cambang yang menghiasi wajah pria kecintaannya itu.
God, seandainya saja ini benar-benar nyata, bukan mimpi atau halusinasinya saja.
Ah, tapi itu mustahil. Connor sendiri yang pergi meninggalkan pria itu tiga tahun lalu. Saat ini pasti ia telah bahagia dengan orang lain.
Memikirkan hal itu membuat dada Connor kembali berdenyut sakit. Satu sisi hatinya merasa tak rela dan menyesal dulu meninggalkan kekasih yang amat dicintainya itu. Tapi di sisi lain yang tidak egois, ia merasa telah melakukan hal yang benar, membiarkan pria itu bersama seseorang yang lebih pantas. Kalau ia tetap bersama dengannya, ia hanya akan menjadi beban pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go
RomanceKe mana pun kau pergi, aku pasti akan menemukanmu. Tak peduli selama atau sejauh apa pun, aku akan terus mencarimu. Hingga saat kau kembali di pelukanku, takkan kulepas selamanya. ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^...