Hoei-Ho-Gwa-Toan.
Kisah Si Rase Terbang.
Karya : Chin Yung.
Saduran : Boe Beng Tjoe.
"Ouw It To, Kietie, Thiankie!" "Biauw Jin Hong, Teecong, Hapkok!" Demikian terdengar teriakan seorang, disusul dengan berkelebatnya sinar emas yang menyambar ke arah dua papan kayu dan empat kali suara "tuk". Sinar yang menyambar itu adalah senjata rahasia Kimpiauw.
Di atas sebuah papan dilukiskan peta badan seorang lelaki brewokan yang berbadan kasar dan di pinggir papan terdapal tiga huruf: "Ouw It To." Dilain papan terdapat lukisan seorang lelaki yang bertubuh tinggi kurus dengan tiga huruf "Biauw Jin Hong." Pada peta badan kedua orang itu digam-barkan pula jalan-jalan darah. Di bawah papan itu dipasangkan gagang yang dipegang oleh dua orang laki-laki dan papan itu dibawa lari berputar-putar di seluruh Lian-bu-teng (ruangan tempat berlatih silat).
Di pojok utara timur terdapat sebuah kursi yang diduduki oleh seorang nenek berambut putih dan berusia lima puluh tahun lebih. Nenek itulah yang barusan berteriak-teriak memberi komando dengan menyebutkan nama-nama Ouw It To dan Biauw Jin Hong.
Seorang pemuda yang berparas cakap dan ber-usia kirakira dua puluh tahun, menimpukkan Kimpiauw menurut komando si nenek. Kedua orang yang menyekal gagang papan, memakai jala kawat baja di masing-masing kepalanya, sedang pakaian mereka adaiah baju kapas yang tebal. Mereka ber-pakaian begitu karena khawatir si pemuda kesalahan tangan.
Di luar, seorang wanita muda dan seorang pemuda sedang mengintip melalui lubang di kertas jendela. Melihat jitunya timpukan Kimpiauw itu, mereka saling mengawasi dengan paras muka kaget dan kagum.
Di luar rumah, hujan turun seperti dituang-tuang dan saban-saban terdengar gemuruh geledek yang sangat nyaring.
Karena besarnya hujan, air bereipratan ke badan dua orang muda itu yang memakai jas hujan dari kain minyak. Mereka mengintip terus dan mendengar si nenek berkata: "Jitu sih sudah jitu, hanya kurang tenaga. Hari ini cukuplah berlatih sampai di sini." Sehabis berkata begitu, perlahan-lahan ia berbangkit.
Dua orang muda di luar jendela itu, buru-buru menyingkir dan berjalan ke arah pekarangan luar.
"Sumoay (adik seperguruan)," kata si pemuda. "Permainan apakah itu?" "Permainan?" yang ditanya menegasi. "Kau toh melihat sendiri, orang itu sedang berlatih piauw. Timpukannya cukup jitu." "Kau kira aku tak tahu orang sedang berlatih piauw?" kata pemuda itu. "Apa yang aku kurang mengerti adalah namanama di atas kedua papan itu. Apa artinya Ouw It To dan Biauw Jin Hong?" "Kalau kau tidak mengerti, apakah kau kira aku mengerti?" jawab si nona. "Lebih baik tanya kepada ayah." Muka pemudi itu yang berusia kurang lebih delapan belas tahun, berpotongan telur, parasnya cantik, kedua pipinya bersemu dadu dan pada ke-seluruhannya, gerak-geriknya lincah dan muda segar. Si pemuda bermata besar, dengan dua alis yang tebal, sedang mukanya penuh jerawat yang berwarna merah. Usia pemuda itu kira-kira enam tujuh tahun lebih tua daripada si nona dan meskipun parasnya kurang cakap, ia bersemangat dan gagah sekali.
Selagi mereka berjalan melewati pekarangan, hujan turun semakin deras, sehingga muka mereka menjadi basah.
Dengan sapu tangan, gadis itu menyusut air di mukanya yang bersemu dadu dan yang kelihatannya menjadi lebih segar serta ayu. Melihat kecantikannya, pemuda itu mengawasinya dengan mata mendelong. Ketika mengetahui dirinya sedang dipandang, gadis itu tertawa dan sembari berkata "tolol!", ia lari masuk ke dalam sebuah ruangan.
Di tengah-tengah ruangan terdapat perapian yang dikitari oleh dua puluh orang lebih, yang sedang mengeringkan pakaian basah. Di sebelah timur berkumpul sejumlah orang Rimba Persilatan yang mengenakan pakaian ringkas pendek dan bersenjata semua. Di sebelah barat terdapat tiga orang yang memakai seragam pembesar tentara Boan. Mereka baru saja datang dan belum membuka pakaian mereka yang basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Si Rase Terbang
General FictionHoei-Ho-Gwa-Toan. Kisah Si Rase Terbang. Karya : Chin Yung. Saduran : Boe Beng Tjoe.