Bab 1: Pertemuan

88 13 18
                                    


HARI ini merupakan hari ulang tahun bagi seorang pemuda bernama Martin. Walaupun Martin tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya, ia tidak menyambut harinya dengan antusias. Setelah mempersiapkan diri, Martin berangkat ke sekolah dengan bus sekolah. Di sekolah, Martin hanya mengikuti pelajaran sekolah tanpa berinteraksi dengan murid lainnya.

Ketika jam istirahat tiba, Martin menyendiri bersama kotak makan siangnya di halaman sekolah. Di saat menyendiri itulah, Martin mulai diminta uang oleh teman sebayanya. Mereka adalah Rudy, Daniel, dan Leo. Trio Rudal ini selalu menagih uang kepada Martin. Martin yang terlihat takut langsung memberikan uang jajannya kepada mereka. Setelahnya, Trio Rudal langsung pergi dengan bahagia.

Ketika pulang sekolah, Martin hanya menonton film, bermain game offline dan menyendiri di kamarnya. Tidak ada yang menemani dirinya di dalam rumahnya. Malam pun tiba. Orang tua Martin tiba di rumah dan mereka melakukan aktivitas keseharian mereka setelah pulang kerja dengan membereskan diri dan makan malam bersama dengan tenang.

"Bagaimana sekolah, Martin?" Tanya sang ibu.

"Baik, ma." Jawab Martin.

"Apakah ada kendala hari ini?" Tanya sang ayah.

"Tidak ada, pa." Jawab Martin lagi.

"Baguslah, Martin. Hari ini ayah dan ibu juga bekerja dengan baik di kantor, nak. Kita...."

Curhatan dari orang tuanya tidak terlalu didengarkan oleh Martin. Ia sudah tahu kalau orang tuanya selalu menceritakan tentang bagaimana kehidupan mereka di kantor. Reaksi Martin hanya senyum dan mengangguk mendengar certia dari kedua orang tuanya.

Setelah makan malam, Martin berbaring sendirian di kamarnya. Ia menatap keluar jendela dengan ekspresi sedih.

"Dan mereka lupa lagi." Hela Martin menatap gelapnya malam.

Ia membuka lacinya dan mengambil sebuah buku diary. Ia menulis keluh kesahnya di dalam diarynya. Diary Martin terlihat tebal dan terlihat bahwa sisa halaman diary Martin tinggal sedikit. Martin mencurahkan kegalauannya di dalam diarynya. Setelah menulis, ia menaruh kembali diarynya dan tidur.

Hal ini selalu terjadi kepada Martin, bahkan ketika bukan hari ulang tahunnya. Martin terus menulis keluh kesahnya di buku diarynya setiap hari. Ia terus menjalani kehidupan yang sama hingga buku diarynya sudah memasuki halaman terakhir. Martin menutup buku diarynya dan menyimpannya di dalam laci. Di dalam laci, terlihat beberapa buku diary yang terlihat identik dengan buka diary terakhir Martin.

Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, Martin mendatangi sebuah toko buku di dekat sekolahnya dan membeli satu buku diary yang masih baru. Ketika tengah perjalanan pulang, ia melihat seorang wanita yang sedang mengecat gang tembok dengan spray warna hitam. Wanita tersebut membuat simbol band Nirvana.

Wanita tersebut terlihat seumuran dengan Martin. Martin yang tertarik dengan tindakan sang wanita berjalan mendekati sang wanita.

"Permisi, apa yang sedang kau lakukan?" Tanya Martin dengan nada sopan.

Sang wanita langsung menoleh ke arah Martin.

"Apa urusanmu?" Tanya balik sang wanita dengan nada sinis.

Setelah bertanya balik, sang wanita mengembangkan permen karetnya dan meledak. Sang wanita mengunyah lagi permen karetnya yang barusan meledak.

"A, Aku cuma bertanya saja."

"Sudahlah, anak rumah. Urus saja urusanmu sendiri. Biarkan aku berurusan dengan urusanku sendiri."

Martin terdiam. Sang wanita lanjut mengocokkan spraynya dan mengecat lagi. Martin mencoba untuk bertanya lagi kepada sang wanita.

The Black HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang