Chapter 1 : Manusia patung sedingin es.

10 1 0
                                    

Hari ini, semuanya akan dimulai. Perubahan drastis yang harus aku lakukan demi hidupku. Aku tak ingin pindah ke California karena memang disinilah tempatku. Bersama para guardian-ku untuk hidup mandiri dan terlepas dari predikat anak konglomerat.

Konyol memang. Aku sendiri masih betah menyembunyikan identitasku. Bagiku, semua orang akan menampakkan sifat aslinya pada orang yang tak memiliki apapun. Mereka yang kejam, akan berlaku kejam. Mereka yang acuh, akan berlaku acuh. Dan mereka yang baik tentunya akan bersikap baik, tak peduli dengan kasta. Itulah yang aku cari. Karena dulu, ada sesuatu yang membuatku trauma akan hal itu.

Aahh.. berhenti ber-melankolis di pagi yang.. err.. mendung? Sepertinya ramalan cuaca di berita tadi, benar adanya. Untung lah aku berangkat sekolah lebih dulu. Jika tidak, mungkin aku akan terjebak oleh hujan.

Koridor sekolah masih sepi. Yah, tentu saja, siapa yang mau berangkat pagi-pagi ke sekolah? Upss.. bukannya aku juga terlalu pagi ke sekolah? Ahh sudahlah.

Aku masuk ke kelas dan sudah ada dua orang yang menghuni bangkunya masing-masing. Beruntung penglihatanku masih berfungsi dengan baik, karena tadi aku hampir mengira bahwa mereka hantu. Dan anehnya, apa-apaan wajah mereka itu? Kenapa shock berat begitu? Apa mereka mengira aku hantu?

"Hai Sena," kulirik laki-laki berkacamata yang memanggilku, "Tumben.. engghh.. kau berangkat pagi?" ujarnya lantas tersenyum.

"Memangnya kenapa Ilion? Aku tak boleh berangkat pagi?" tanyaku datar seraya berjalan melewatinya, karena ia memang duduk di bangku paling depan.

"Eh? Bu-bukan.. bukan itu maksudku. Hanya saja kau tidak seperti biasanya."

"Yah, aku ingin berubah menjadi gadis baik-baik sekarang!"

"Gadis baik-baik?" aku menghentikan langkahku tepat di samping bangkuku. Ada benda asing di atas kursiku.

"Kau pikir kau bisa melakukannya? Bahkan setiap hari kau selalu berulah. Terlebih lagi, apa otak bodohmu itu sedikit bergeser dari tempatnya? Kau bahkan tak lebih dari sampah.."

"Milik siapa ini?" aku mengabaikan ucapan Delyna yang mengataiku. Biar saja, dia berbicara sampai mulutnya berbusa.

"Ilion," aku menoleh kearahnya, "Kau tau milik siapa ini?" tanyaku menunjuk benda hitam di atas kursiku.

"A-aku tak tau, saat aku datang tas itu sudah ada disana.."

"Kenapa? Kau pikir ada yang ingin duduk denganmu? Gadis miskin sepertimu pasti sangat menginginkan punya banyak teman bu-"

"Berhenti mencampuri urusanku! Urus saja urusanmu sendiri nenek lampir!" bentakku marah.

Tak ada respon kata dari Delyna, yang ku dengar deru nafas kasar menjadi satu-satunya suara di kelas ini. Mungkin dia geram akan kata-kataku tadi. Tapi biarlah, toh dia sendiri yang memulainya tadi.

Aku duduk di kursiku dan menyingkirkan tas ransel -entah milik siapa- yang semula ada di atas kursiku. Aku melemparnya ke sembarang arah, tak peduli jika pemiliknya marah-marah padaku nanti. Lagipula, berani sekali dia menyentuh singgahsana milikku? Tak akan ku biarkan seseorang duduk di sini tanpa se-izinku.

"Pagi," sapa seorang laki-laki pada kami bertiga. Dia agak kaget saat menatap kearahku. Hey! Ada yang aneh kah dari wajahku?

"Sena," ia berjalan cepat menghampiriku lalu melihat lekat-lekat diriku, "Kau benar-benar Sena, kan?"

"Menurutmu?" aku tersenyum jahil padanya, "Apa aku tak boleh berangkat pagi? Semua orang tampaknya tak suka jika aku berangkat pagi ke sekolah.." ujarku manja dengan raut wajah yang kubuat sedih.

"Hey, tidak ada yang melarangmu. Lakukan saja setiap hari, oke? Berangkatlah pagi agar kau tak mendapat hukuman dari kesiswaan.."

"Kau tampaknya memperhatikanku ya, Vino.." kulihat ia mulai salah tingkah. Astaga, wajahnya bahkan hampir mirip seperti kepiting rebus saking memerahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Like A RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang