Sebenarnya Nayeon amat sangat malas keluar hari ini. Kalau bukan karena 'kakak tercintanya' yang memaksa Nayeon untuk membelikan sebuah buku untuknya, mungkin saat ini ia sedang menikmati waktu santai di ranjang empuk kamarnya.
Nayeon meneliti setiap buku di rak, berharap menemukan apa yang ia cari. Ia sudah mondar-mandir kesana kemari tetapi tetap saja nihil. Dan akhirnya ia menemukan titik terang. Ternyata, apa yang dicarinya terletak di bagian bawah rak. Ia berjongkok untuk meraih buku yang dipesan kakaknya, dan kemudian membacanya tetap pada posisi berjongkok seperti itu.
Disisi lain seorang pemuda juga mengambil sebuah buku dari rak yang sama, namun dari rak bagian atas. Setelah merasa kalau buku itu bukan buku yang dicarinya, ia menaruh buku itu dengan asal ke tempat semula.
Buk!
"Aaw..." Lirih Nayeon.
Suara buku itu meningtimidasi suasana hening toko buku saat ini. Orang-orang mulai menolehkan kepalanya pada dua insan yang belum saling mengenal itu. Sementara si pemuda hanya tersenyum kikuk membalas tatapan para pengunjung disana. Ternyata buku yang ditaruhnya dengan asal tadi jatuh tepat menimpa kepala Nayeon. Buku yang bisa dibilang tebal itu sukses membuat Nayeon sibuk memegangi kepalanya.
"K-kau... tidak apa-apa?" Pemuda itu ikut berjongkok menyamai posisi Nayeon, penasaran apakah 'korbannya' itu baik-baik saja atau tidak.
Nayeon baru saja ingin memaki-maki pemuda itu. Tetapi niat buruknya hilang ketika melihat wajah khawatir plus tampan sang 'pelaku'. Nayeon luluh karenanya.
"Ti-tidak. Aku tidak apa-apa! Tenang saja." Nayeon berusaha memperlihatkan senyum kelincinya kepada seorang pemuda yang tengah membantunya untuk berdiri. Manis. Batin si pemuda.
Nayeon sedikit terhunyung saat ingin berdiri. Untungnya tangan cekatan milik pemuda itu langsung memegangi bahu Nayeon agar tidak terjatuh. Suasana canggung pun menyelimuti mereka.
"Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja dan tidak menyadari kau ada disitu." Ia menatap Nayeon dengan perasaan bersalah. Sementara Nayeon kembali menunjukkan deretan gigi kelincinya.
"Kau merasa pusing? Perlu aku antar pulang?" Lanjut pemuda itu menawarkan. Nayeon menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak perlu! Aku tidak apa-apa kok."
"Tapi aku harus tetap menebus kesalahanku. Bagaimana kalau aku traktir makan?"
Sebenarnya Nayeon tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Kapan lagi kan ditraktir oleh pemuda setampan ini? Tapi ia takut, bisa saja orang ini adalah orang jahat atau semacamnya. Bibirnya kembali mengucap penolakan.
"Tidak usah. Terima kasih."
"Ayolah, aku tidak menerima penolakan." Katanya tegas.
Nayeon sedikit menimbang apa yang ia akan katakan. Sepertinya orang ini memang orang baik. Dan wajahnya terlihat familiar. Batin Nayeon. Dan pada akhirnya, ia setuju.
"B-baiklah." Setelah mendengar jawaban Nayeon, senyum lebar terukir di wajah pemuda itu. Membuat jantung Nayeon sedikit berdebar.
"Kita bayar buku-buku ini dulu." Katanya. Nayeon hanya mengangguk dan mengikuti langkah pemuda itu dari belakang. Setelah membayar semuanya di kasir, kaki mereka melangkah keluar dari toko buku.
Mereka berjalan dalam keheningan. Rasa canggung menyelimuti mereka. Pemuda itu hanya pura-pura melihat sekitar sementara Nayeon berpura-pura sibuk dengan ponselnya.
"Kita makan disana." Nayeon menoleh ke pemuda itu, kemudian mengalihkan pandangannya ke sebuah restoran mewah di depannya.
"Kita makan disini?" Tanya Nayeon agak ragu. Pemuda itu hanya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Book
ФанфикPertemuan tak terduga antara Choi Seungcheol dengan Im Nayeon. Dan semua itu terjadi hanya karena sebuah buku?