Aku sedang duduk di taman kampusku sambil membaca novel Broken Harbor karya Tana French. Abby, salah satu teman kuliahku mengajak untuk bertemu di sini. Masih jelas teringat olehku betapa bahagianya aku saat aku mengetahui namaku tercantum sebagai mahasiswi baru di University Technology of Sydney. Masih jelas pula teringat olehku betapa terharunya aku ketika aku dapat lulus tepat waktu disini. Sungguh, kuliah disini adalah bagian yang sangat indah dan berharga dalam hidupku. Aku rasa keputusanku untuk memilih meninggalkan Jakarta dan pindah ke Sydney adalah keputusan terbaik yang pernah aku buat. Sejak pertama kali meninggalkan Jakarta 5 tahun yang lalu, aku mulai belajar untuk berdamai dengan diriku sendiri. Mungkin jika aku tidak pindah ke sini, hingga saat ini aku akan terus larut dalam kesedihan.
"Hey Tav!" Ucap Abby sambil berlari dari kejauhan membangunkan aku dari lamunanku. Aku langsung tersenyum dan berdiri menyambut dia. Abby dengan cepat langsung memeluk tubuhku dengan erat. Abby baru saja pulang dari London untuk mengurus bisnis orang tuanya. Padahal hanya 3 bulan aku tidak bertemu dengannya namun rasanya sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan orang paling cerewet yang pernah aku kenal di Sydney.
"Oh my God Abby! I miss you so much"
"I know, me too! By the way Tav... are you okay?"
"What do you mean?"
"I mean... Claudio got married last week... you know"
"Oooh... about that, I'm fine but let's not talk about him, okay?"
"Okay, but last thing... I heard his bride is a bitch"
Aku tertawa sangat keras mendengar ucapan Abby. Orang-orang disekitar kami langsung memandang kami dengan sinis. Ah namun aku tidak memperdulikan mereka. Sekedar informasi, Claudio adalah seniorku sekaligus mantan pacarku. Kami berpacaran sekitar 9 bulan dan akhirnya dia memutuskan untuk berpisah tanpa alasan yang jelas. Jujur saja, tidak ada yang terlalu menarik mengenai hubunganku dengan Claudio. Bahkan, jujur saja aku tidak pernah benar-benar menyayanginya. Hubunganku dengan Claudio membuatku sadar bahwa aku memang belum siap untuk membuka hati untuk siapapun. Aku tidak pernah menyangka bahwa patah hati yang aku rasakan 5 tahun yang lalu masih memengaruhiku hingga saat ini. Walaupun begitu, sebisa mungkin aku berusaha untuk tidak memikirkan hal itu. Memang, sesekali aku masih memikirkan hal itu dan juga hal-hal buruk lain yang terjadi di Jakarta. Namun, aku selalu mengingatkan diriku sendiri bahwa sekarang aku berada di Sydney dan aku harus bisa melupakan semua masa laluku. New City, New Life, New Tavisha.
"By the way Tav, do you wanna hear a crazy story about London?"
"What? you had multiple one-night-stands?"
"WHAT THE HELL TAVISHA ZITA HUTOMO HOW DO YOU KNOW"
"Oh Abby... You're a slut okay, that's predictable"
"I swear You're the worst friend ever"
"Love you too Abby"
--------------------------------------------------
Aku terbangun di apartmentku dan melihat jam menunjukkan waktu pukul 10 pagi. Hari ini adalah hari Rabu dan jadwal kerjaku untuk hari ini adalah masuk pukul 1 siang. Sejak 10 bulan yang lalu, aku bekerja di tempat kerja terbaik di Sydney yaitu FOX Studio Australia. Jujur saja, ketika awal masuk kuliah aku tidak tahu aku mau kerja dimana dan mengambil posisi apa. Lebih parah lagi, bahkan aku tidak ingat kenapa aku memilih kuliah jurusan Media Arts and Production. Namun sejak semester pertama, aku sangat senang dan tidak merasa salah mengambil jurusan. Terlebih lagi sekarang aku diterima bekerja di FOX Studio Australia dan mendapatkan posisi yang sangat cocok dengan jurusan yang aku ambil semasa kuliah.
Aku mengambil handphoneku dan melihat ada satu missed voice call dari salah satu sahabatku di Jakarta yaitu Galvin. Aku sangat senang ketika melihat namanya di layar handphoneku. Aku langsung menelponnya kembali dan berharap ia mengangkatnya. Waktu Sydney 4 jam lebih cepat dari Jakarta, aku harap Galvin sudah bangun dan mengangkat telpon dariku. Sudah lama sekali aku tidak menelpon dirinya ataupun sebaliknya karena jadwal kerja Galvin yang cukup padat.
"Ganggu anjir lo nelpon jam 6 pagi gini" Jawab Galvin dengan suara berat seperti baru bangun tidur. Aku langsung berteriak memanggil namanya dan Galvin hanya tertawa. Aku dan Galvin sudah bersahabat sejak kelas 1 SMA. Aku sudah menganggap Galvin seperti kakakku sendiri. Aku tidak mempunyai kakak laki-laki, namun semenjak ada Galvin, aku jadi tau rasanya bagaimana menjadi adik perempuan yang selalu dilindungi oleh kakak laki-lakinya.
"Kemarin nelpon ada apa vin, gue udah tidur sorry"
"Oh iya, gue punya kejutan"
"Kejutan?"
"Iya, gue kirim fotonya ya"
Aku langsung membuka layar chat-ku dengan Galvin. Tidak lama muncul sebuat foto kiriman dari Galvin. Aku membuka foto tersebut yang ternyata adalah foto tiket pesawat dari Jakarta menuju Sydney atas nama Galvin Putra Elfathan. Aku sangat terkejut melihatnya. Rasanya seperti mimpi.
"Demi apa lo mau ke Sydney vin?!"
"Iya... seneng ga lo"
"Seneng lah! seneng banget! tapi kok mendadak sih, dalam rangka apa?"
"Mendadak sih engga sebenernya, emang dirahasiain aja biar kejutan buat lo. Hmmm dalam rangka liburan, gue sama Damar udah lama ga liburan terus dia ngajak ke Sydney sekalian ketemu lo, yaudah gue iyain aja mumpung gue libur"
Aku terdiam mendengar ucapan Galvin. Damar... sudah lama sekali aku tidak bertemu atau bahkan sekedar mengobrol lewat telpon atau sebatas chat sama dia. Aku langsung membayangkan rasanya terakhir kali bertemu dengan dia. Aku terakhir kali bertemu Damar satu tahun yang lalu di acara pernikahan kakaknya Galvin. Walaupun begitu, aku tidak mengobrol sama sekali dengan dia pada saat itu. Damar... apa kabar kamu.
"Kenapa Tav, kok langsung diem gitu gue nyebut nama Damar" Ucap Galvin setengah tertawa
"Lo ngapain sih ngajak Damar" Jawabku kesal
"Yaelah, justru dia yang ngajak Tav! kenapa sih? belum move on? astaga Tavisha, udah lima tahun masa lo masih gagal move on!"
"Dih apaan sih vin... engga gue takut canggung aja, udah lama banget ga ngobrol sama dia"
"Makanya nanti ngobrol ya! Oiya Tav, udah dulu ya gue mau mandi, mau kerja"
"Okay vin"
"See you in one week Tavisha!'"
"See you vin"
Galvin langsung menutup telponku. Aku masih setengah tidak percaya kalau Damar mau datang ke Sydney untuk bertemu denganku. Rasanya aneh sekali akan bertemu dengan dia lagi. Sebenarnya, aku sudah mencoba memaafkan Damar sejak dulu. Sudah seharusnya aku melupakan kisah cinta SMA, atau dapat dikatakan cinta monyet antara aku dan Damar. Namun, entahlah... rasanya sulit sekali. Walapun begitu, aku harus berpura-pura tidak ada masalah di depan Damar dan Galvin nanti. Aku ingin menunjukkan pada mereka, terutama Damar, bahwa aku sudah move on sekarang. Aku harus dapat menunjukkan bahwa hidupku sudah jauh lebih baik dari lima tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Falling For You
RomanceSeorang gadis berumur 22 tahun bernama Tavisha kembali berurusan dengan Damar, seorang teman SMA yang pernah mengisi sekaligus menghancurkan hatinya. Setelah 5 tahun berlalu, Damar yang merupakan salah satu alasan mengapa Tavisha bersedih hingga mem...