Tiga Belas Dua Puluh Enam

7.7K 440 27
                                    

( Inspired by a song from Coldplay 'Fix You' )

"I can't let go, Dan."

"You can, Sas. You can!"

Suara tangis seorang gadis bertubuh mungil itu memecah keheningan malam ini. Sudah hampir 2 jam ia bersama seorang lelaki yang akrab disapa Wildan menghabiskan waktu di rooftop salah satu apartemen di daerah Jakarta.

"Rasanya semakin menyiksa Dan.  Enam tahun bukan waktu yang main-main memendam rasa kepada seseorang. Aku sudah menyatakan perasaan aku. Dan dia dengan mudahnya mengatakan kalau dia tidak akan jatuh cinta pada perempuan yang mencintainya terlebih dahulu." Disela isakannya gadis itu menumpahkan keluh kesah.

Wildan mengerti apa yang dirasakan oleh adik dari sahabatnya itu.
Mereka memang sangat dekat sejak Wildan berusia 13 tahun dan Sasli saat itu berusia 11 tahun.

Sudah berulang kali Wildan mengatakan bahwa tidak seharusnya rasa cinta dari gadis itu masih tersimpan tapi apa boleh buat, Sasli adalah gadis yang sangat keras kepala dalam hal percintaan. Alhasil kali ini Wildan hanya bisa membawa Sasli ke dalam dekapannya.

"Kamu tidak ingin kan mata cantik itu menjadi bengkak karena menangis semalaman kan?"

"Aku tidak perduli!"

Wildan mulai meregangkan pelukannya. Sasli yang merasakan itupun mulai melepas dekapan Wildan.

"Time to love again, Sas. Buat apa masih nunggu dia, He don't know how to love."

"You just don't understand Dan, nggak sesimple itu. Kamu nggak tahu rasanya jadi aku." Sasli mulai jengah dengan segala kata-kata yang dilontarkan Wildan. Seolah-olah mudah bagi seseorang untuk berhenti mencintai apa yang sangat dicintainya.

"Kamu salah Sas. Aku mengerti. Mengerti sekali. Tapi aku tidak sebodoh kamu."

Jantung Sasli terasa dihujami pisau paling tajam ketika mendengar kata-kata Wildan barusan.

"Iya. Kamu memang tidak sebodoh aku. Kamu begitu terlihat sebagai orang yang begitu mengerti cinta. Apa itu cinta? Membiarkan saja wanita yang sudah lima tahun menjadi kekasihmu menikah dengan pria lain. Apa itu cinta? Merelakan tanpa memperjuangkan. Apa itu cinta? Menyerah dan.."

"Cukup Sasli! Kamu tidak tau apa-apa tentang aku!" Wildan pun terpancing pula emosinya saat ini.

Baru kali ini selama 13 tahun mereka mengenal satu sama lain, Wildan membentak Sasli seperti sekarang.

Dengan air mata yang sudah kembali menggenangi pelupuk matanya, Sasli berjalan cepat meninggalkan Wildan yang juga merasakan sakitnya kata-kata yang dilontarkan oleh Sasli kepadanya.

Langit malampun ikut dibingungkan oleh kedua kisah anak manusia yang masih tidak bisa melepas apa yang seharusnya dilepas.
.
.

Sudah delapan hari semenjak kejadian di rooftop itu, Wildan dan Sasli tidak berkomunikasi sama sekali.

"Lagi berantem sama Wildan?" Tanya Kanaka, kakak laki-laki Sasli.

"Nggak." Jawab Sasli ketus sambil mengoleskan selai coklat ke atas roti di tangannya.

Saat ini Sasli memang sengaja menginap di rumah Kanaka yang sudah berumah tangga itu karena tidak ingin tinggal di gedung apartemen yang sama dengan Wildan.

"Wildan mau ngomong sama kamu, dia nunggu jam 7 malam nanti di restoran papi." Ucap Kanaka.

"Aku malas." Tanpa sempat menyantap roti yang telah selesai dioleskan selai olehnya itu, kini Sasli melangkah keluar dari rumah abangnya itu.
.
.

"Dek. Kemana aja sih? Kamu nggak nemuin Wildan tadi?"

Sasli yang baru saja memarkirkan mobilnya di halaman rumah Kanaka langsung dihadiahi pertanyaan dari kakaknya yang tengah duduk di sebuah kursi teras rumahnya seperti memang sedang menunggu.

"Aku gak tau ya, kalian ada masalah apa sampe segininya diam-diaman. Tadi itu Wildan rencananya mau pamit sama kamu, dia dimutasi ke Jambi. Baru aja jam 8 tadi berangkat."
Sasli terdiam mematung.

"Ini, ada titipan dari dia." Kanaka menyerahkan sebuah flashdisk berwarna putih.

Sasli tanpa ragu mengambilnya dan dengan langkah cepat ia menuju ke kamar yang selama beberapa hari ini dia tempati.

Segera dinyalakan laptop miliknya yang tergeletak di atas kasur itu.

Tiga Belas Dua Puluh Enam.

Itulah satu-satunya file berformat mp4 yang ada di dalam flashdisk dari Wildan.

Dengan rasa bersalah dan penasaran Sasli membuka video itu.

Sebuah lagu yang tak asing lagi di telinganya mulai berputar mengawali isi video itu. Fix You by Coldplay.

Awalnya layar masih hitam selama intro dari lagu itu mengalun. Dan selanjutnya setelah suara Chris Martin mulai bernyanyi sosok yang begitu ia hindari beberapa hari itu muncul.

Wildan. Mengenakan kaos polos bewarna hitam dan celana dengan warna senada. Selanjutnya Wildan mulai bersuara.

"Hai Sas. Udah lama ya kita gak ketemu, hari-hari yang cukup sulit. Di video ini aku mau meluruskan tentang semua pernyataan yang kamu tujukan ke aku tempo hari. Kamu salah Sas. Aku tidak pernah begitu saja melepas kekasihku. Aku bukan lelaki yang baik, aku menyakiti dia, maka dia berhak bersama pria yang lebih baik. Aku selama ini membohongi dia, berpura-pura jatuh cinta padanya hingga akhirnya setelah 5 tahun semuanya terbongkar. Aku tidak pernah mencintainya. Tidak sedikitpun. Cinta milik aku udah habis Sas. Habis. Sudah aku kasih semuanya ke seorang perempuan di usiaku 13 tahun. Aku kira juga awalnya itu bukan cinta, tapi nyatanya di usia 26 semuanya masih sama. Aku masih cinta sama dia selalu cinta. Dan dia itu kamu..."

Sasli tidak menyadari sejak kapan ia mulai menangis, dia tidak menyadari pula bahwa hari-hari yang sulit itu bukan hanya dimiliki oleh Wildan semenjak pertengkaran mereka. Tapi begitu juga dengan Sasli.

Setelah selama ini kebersamaan diantara mereka, Sasli baru menyadari jika memang ada yang tak lagi sama diantaranya dan Wildan.

Obsesi. Itulah kata-kata yang tepat untuk seorang pria yang ia temui enam tahun silam, pria yang Sasli kira sangat dicintainya itu.

"Maaf Sas semuanya harus aku kasih tau dengan cara yang begini. Maaf aku udah ngelukai kamu dengan kata-kata aku. Maaf. Jika nanti kamu menyuruhku membuang cinta ini, aku gak bisa Sas. Bersama atau tidak bersama kamu, cintaku untuk kamu tetap akan selalu ada. Selamanya ada."

Lights will guide you home And ignite your bones And I will try to fix you.

Bersamaan berakhir lagu itu berakhir pula video dari Wildan.

Sasli meraih tas yang berada di sampingnya, dan menemukan sesuatu yang ia butuhkan.

Pukul 22.05.
Jika perkiraan dia benar seharusnya Wildan telah sampai di Kota Jambi yang hanya memakan waktu perjalanan udara sekitar satu setengah jam itu.

Terhubung.

"Sas?" Suara itu, suara pria yang sangat mencintainya.

"Wildan.."

"Are you okay?"

"Fix Me."

The End

-A-


Tiga Belas Dua Puluh Enam [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang