Maafkan Aku
Terinspirasi dari lagu D’bagindas – Maafkan Aku
Maafkan kumendukan mu, mencintai dia di belakang kamu, kamu.
Salahkah semua tingkahku?
Yang keterlaluan menyakiti kamu, kamu
Kutak bisa menahan rasaku, saat kau jauh dariku
Tak bisa hidup tanpa cinta, cintaaa
Maafkanlah kumelukis luka
Membuatmu bersedih
Mengundang air mata
Cintaaa tak mengapa kau marah tapi satu kupinta
Jangan kau usaikan kita L
Dista :
Di jaman sekarang ini banyak sekali orang-orang dengan raut wajah yang berbeda silih berganti datang ke negri ini. aku sampai bingung, tahun lalu banyak dari mereka yang bermata sipit. Mereka adalah Bangsa Jepang yang akan mengambil rerempahan dari tanah ini untuk dibawa ke negaranya. Tahun ini kebanyakan dari mereka berkulit putih, ternyata Bangsa Belanda yang akan melakukan hal yang sama. Aryo, namanya seperti orang Indonesia, katanya sih keturunan Indonesia juga makanya dia setengah melakukan hal seperti ini. aku mengenal Aryo semenjak dia daan kawanannya datang ke rumah bapak untuk menagih puluhan karung yang berisi cengkeh.
Saat itu aku hendak mencuci beberapa helai baju di sungai, dan Aryo menyapaku, hangat dan lembut sekali. “Nyuci Dis?” sapanya. “Iya mas, mas juga mau nyuci toh?” tanyaku balik. “Enggak sih, aku mau ngeliatin kamu nyuci aja. Istri yang baik adalah yang dapat mengatasi semua pekerjaan rumah tangga, salah satunya mencuci.” Ujarnya sambil tersenyum.
“Kamu ini ngomong apa toh mas? Memang saya ini sudah bersuami? Belum.”
“Aku hanya bergumam tentang pandangan istri yang baik menurut pandangan saya, ya seperti tadi.”
“Mas ini jangan menggoda saya, nanti saya siram pakai air sungai loh.”
“Siram aja, nih saya yang siram duluan.”
Lalu dia mencipratkan air sungai ke arahku. Entah mengapa cipratan itu serasa oase di gurun pasir. Sebuah penyegaran atas gersangnya cinta aku yang membuatku selalu menunggu. Cintaku yang tak diketahui siapa pun kepada Addin, lelaki yang sebangsa denganku. Permainan air kami begitu menyenangkan, hingga kami berdua basah kuyup. Kemudian Aryo menawarkan aku untuk mampir ke rumahnya, “Ke rumah saya dulu yuk, kan lebih dekat kamu bisa ganti baju, aku ada beberapa kain untuk perempuan.”
Di perjalanan menuju rumahnya, kami menghabiskannya dengan canda tawa, lari kejar-kejaran seperti orang pacaran saja. Padahal tidak ada apa-apa di antara kami, Aryo memang orang yang sangat ramah dan mau bergaul dengan bangsa mana pun. Tetapi ini tidak akan bertahan lama, aku tahu itu. Aryo kan sudah punya tunangan, aku memanggilnya Nyonya Viona. Bangsawan Belanda yang sangat terhormat itu beruntung sekali mendapatkan hati Aryo, andai aku yang ada di posisinya, dan tidak menanti tanpa kepastian seperti ini dari Addin.
“Ini ada beberapa kain dan baju, kamu pilih aja yah, terus kamu sekalian aja gantinya di ruang kerja saya. Soalnya kalau di tempat lain takutnya dikira saya macem-macemin kamu.” Kata Aryo dengan nada yang penuh perhatian. Baju-bajunya yang dia kasih begitu bagus dan terkesan mewah, aku tidak mempunyai baju seperti ini di rumah. Warnanya cerah, tidak pudar, bordirannya rapi tidak ada benang-benang keluar seperti baju yang biasanya aku pakai. Harumnya juga wangi bunga, di rumah parfum saja mungkin aku boleh dapat dari sisa.