Permasalahan jodoh. Ini menjadi pembahasan hangat bersama teman-teman saya di sebuah warung kopi kemarin. Dari beberapa teman yang ada, hanya tersisa saya yang belum menikah sedang teman yang lain ada yang masih pengantin baru, ada pula yang sudah punya dua dan tiga anak, ada pun yang sudah menikah tiga kali. Luar biasa. Hal itu yang menjadi perhatian penting teman-teman terhadap saya yang belum sekalipun merasakan pernikahan.Sepanjang obrolan bersama teman-teman, salah satu dari teman mengeluarkan guyonannya, "Ingat umur, Bro, kita ini lahir di jaman orde baru. Kapan nikahnya?"
Guyonan yang memaksa saya meletakkan hape di meja. Sepertinya obrolan soal jodoh ini akan menjadi cikal-bakal bully mengarah pada saya. "Iya, kapan nikah, Bro?" bertambah lagi pertanyaan yang sudah saya duga akan memojokkan saya. Tapi saya hanya menanggapi dengan senyuman sambil menyeruput segelas teh pekat. Memang, jika berkumpul dengan teman semasa kecil harus menyiapkan mental yang kuat. Apalagi teman-teman saya sudah berkeluarga semua. Secara otomatis saya harus -- mau tidak mau wajib menerima candaan-candaan yang membuat kening saya mengkerut.Dalam obrolan yang cukup lama tersebut pembahasan hanya itu-itu saja, masalah pernikahan dan jodoh. Sebenarnya saya tidak risih dengan semua itu. Barangkali ini menjadi balasan buat saya karena saya terbilang yang paling doyan mem-bully teman-teman pada saat berkumpul bersama. Iya. Saya anggap ini sebagai balasan mereka. Toh saya pun tidak dirugikan dengan pembahasan jodoh ini. Setidaknya teman-teman saya bisa tersenyum bersama walau saya yang jadi korban. Korban bully-an mereka.
Sepulang dari warung kopi. Sambil menunggu kumandang magrib saya mengecek akun instagram seorang wanita yang sangat saya kagumi. Seorang wanita yang tiap kali membuat post di instagram pasti 'caption-nya' (baca: tulisan di bawah lampiran gambar) tidak jauh dari kata 'jodoh'. Hingga salah satu 'caption' pada posting-annya membuat saya baper (terbawa perasaan), saya seakan tertampar. Barangkali melalui 'caption' tersebut secara tidak langsung dia menegur dan menasihati saya; bahwa seharusnya saya memperbaiki (mensalihkan) diri terlebih dahulu sebelum mendambakan dia (wanita salihah), bukan hanya berpura-pura salih untuk mendapatkan wanita salihah.
Setelah magrib, saya masih merenung serta menghayalkan wanita yang saya kagumi tersebut. Ini bukan tanda bahwa saya sedang jatuh cinta padanya. Bukan. Ini hanya kekaguman saya terhadapnya. Bahkan wajahnya pun takut saya terka-terka, pun membayangkannya. Dan puncak kekaguman saya terhadapnya adalah ketika saya mendamba mendapatkan seorang pendamping (baca: istri) sesalihah dan secerdas seperti dia kelak, dan saya tetap bersyukur jika Allah menghendaki saya bersamanya (wanita yang saya kagumi) sebagai pasangan suami-istri. Untuk hal ini barangkali saya harus sering membasuh wajah saya dengan air dingin nan segar agar tak terlalu membual dalam sebuah khayalan. Wanita yang saya kagumi itu jaraknya terlampau jauh. Semoga Allah memberi rejeki serta kebahagiaan berlimpah dan senantiasa melindungi dirinya, kedua orang tuanya, dan seluruh keluarganya (aamiin). Dan kembali lagi, saya seharusnya mensalihkan diri terlebih dahulu. Bagaimanapun bentuk jodoh yang ditakdirkan Allah untuk saya, itulah sebaik-baiknya yang harus saya tanggung-jawabi dengan baik.
Jodoh. Menurut saya, jodoh adalah sebuah pertemuan, entah itu dalam sebuah ikatan (pernikahan) ataupun pertemanan (silaturahmi) yang sudah diatur ketentuannya oleh Sang Pencipta dalam rangkaian takdir-Nya. Sebab ada banyak manusia memaksakan kehendak mereka (termasuk saya salah satunya) dengan menetapkan atau memastikan jodohnya, misalnya dalam hal pacaran. Ada yang berlama-lama pacaran namun setelah menikah hanya berujung pada perceraian. Dan lagi-lagi, jodoh itu mutlak hak Allah atas takdir dari-Nya. Saya pun kerap cemas dan risau dengan masalah jodoh hingga pernah dua kali saya langgar perintah Allah (berani berpacaran) dengan dalih lewat pacaran saya bisa menentukan jodoh saya. Padahal hal ini (baca: pacaran) menjadi fatal bagi saya. Bahkan saya diberi kegagalan agar tidak melakukannya lagi dan bisa belajar bersabar namun saya lagi-lagi melakukannya. Hingga Allah kembali menggagalkan saya untuk kedua kalinya. Setelah itu saya bertobat dari kebodohan-kebodohan yang saya lakukan itu.
Untuk calon jodoh saya, siapa pun dia dan di mana pun berada, saya hanya memohon maaf. Saya belum bisa berbenah diri menjadi pria yang salih. Jika kelak Allah menyanggupi saya atas kehendak-Nya, siapa pun dan di mana pun akan saya jemput dengan segala kesiapan yang saya miliki.
***
Allah berfirman, yang terjemahannya:
"Dan kawinkanlah (nikahkanlah) orang-orang yang sedirian (lajang) di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS An-Nuur: 32)
KAMU SEDANG MEMBACA
DAN KEHIDUPAN
Non-FictionMenit demi menit, selama manusia masih mengembus napas, selama itulah kehidupan memiliki banyak makna. Dalam tulisan ini berisi tentang kehidupan yang dijalani oleh penulis. Kehidupan yang tak lekat dari beberapa peristiwa. Dan jika tulisan ini penu...