IV

108 19 7
                                    

Manda membuka pintu kaca sebuah restoran cepat saji. Ia berjalan memasuki restoran tersebut dan duduk di bangku samping jendela. Tidak lama setelah itu, muncullah Caca sahabatnya yang langsung duduk di depannya.

"Lo mau mesen apa, Ca?" tanya Manda kepada sahabatnya.

"Gue kentang sama McFloat aja."

"Oh, ok."

Lantas Manda langsung bangkit dari tempat duduknya dan melangkahkan kakinya menuju kasir untuk memesan makanan. Beruntung hari ini restoran tersebut tidak ramai seperti biasanya, hingga ia tidak perlu mengantri panjang dan lama. Saat pesanannya sudah siap, ia langsung berjalan kembali ke bangkunya tadi.

"Mau langsung cerita?" Manda bertanya lima detik setelah ia duduk kembali.

Caca mengangkat kepalanya yang memang sedari tadi menunduk, sibuk dengan ponselnya.

"Bentar ya." Caca menjawab sambil tangannya menggoyangkan ponsel yang sedang ia genggam.

Manda mengernyitkan dahi, lama-lama ia penasaran juga dengan siapa sahabatnya ini ber-chatting ria. "Siapa, sih?"

"Raka."

"Oh."

Menghela napas pelan, Manda mengalihkan pandangannya keluar jendela. Jalanan diluar sana tampak ramai, namun sudah tidak macet seperti beberapa menit sebelumnya. Lama ia menatap keluar jendela, hingga akhirnya ponselnya bergetar. Langsung saja ia keluarkan ponselnya dari dalam saku.

Ia mengernyit begitu melihat notif yang tertera di layar ponselnya. Satu pesan line masuk dari seorang bernama Raka. Dirinya melirik sekilas ke arah Caca, sahabatnya yang masih saja sibuk dengan ponselnya bahkan sambil senyum-senyum sendiri. Manda bergidik, kalau sampai ada yang melihat ke arah Caca, bisa-bisa orang tersebut menganggap Caca gila, lalu menyeretnya ke RSJ terdekat.

Manda menggelengkan kepalanya, berusaha menyingkirkan pemikiran gilanya tersebut. Ia kembali mengalihkan pandangannya pada ponselnya. Menggeser lockscreen dan membuka pesan line tersebut.

Raka Aditama: Eh nyet.

Amanda Putri: P s dugong.

Raka Aditama: Lo lagi sama Caca?

Amanda Putri: Y.

Read. Manda meng-lock ponselnya kembali dan menaruhnya diatas meja. Sepersekian detik setelah itu, Caca ikut menyusul meng-lock ponselnya dan menaruhnya di meja.

Selama tiga puluh detik hanya keheningan yang melingkupi keduanya. Karena mereka berdua sedang sibuk dengan minumannya masing-masing. Tak lama kemudian, Manda pun akhirnya bersuara, memecah keheningan tersebut. "Jadi?"

"Gue, dijodohin sama Raka!"

Deg

"Se-serius? Lo nggak bercanda, kan?"

"Nggak, Man! Gue serius."

Melihat ekspresi Caca yang nampak serius, membuat hati Manda seperti tergores oleh pisau yang sangat tajam. Sakit, sakit sekali. Tanpa seorangpun sadari, Manda meremas kuat roknya hingga kusut. Menggigit dalam bibir bawahnya dengan kuat.

"Dua hari yang lalu, keluarga Raka datang ke rumah gue. Kita dinner bareng, lalu Bokap gue langsung bilang tentang rencana perjodohan itu," jeda sejenak. "Dan rencananya, gue sama Raka akan resmi tunangan nanti saat ulangtahun gue yang ke-17, tepat tiga bulan lagi."

Manda mengaliri tenggorokannya yang tiba-tiba terasa tercekat. Berdeham pelan, ia pun bertanya, "Terus, tentang perasaan lo ke Raka, gimana?"

"Gue udah bilang 'kan? Kalau waktu itu gue tiba-tiba suka sama Raka?"

Manda mengangguk pelan.

"Nggak susah untuk suka dengan seorang seperti Raka. Mungkin, memang saat ini gue-atau bahkan Raka sama sekali nggak ada perasaan sayang ataupun cinta. Tapi gue yakin, lambat laun perasaan itu akan hadir diantara kita. Toh, perjodohan atau pertunangan ini akan benar-benar resmi tiga bulan lagi. Dan gue rasa, waktu tiga bulan ini cukup untuk menghadirkan rasa itu," tutur Caca.

Manda mencerna semua ucapan Caca dengan baik. Pandangannya mulai sedikit mengabur, ia pun segera mengedipkan mata berulang kali, berharap air yang melupuk di matanya menghilang. Namun hal itu justru membuat air mata tersebut jatuh mengaliri pipi mulusnya. Dan hal tersebut tidak luput dari pandangan Caca. "Man, lo kenapa? Kok nangis?"

"Gu-gue... Ng—"

"Hai, cewek," potong seseorang sambil menarik bangku kosong di samping mereka berdua.

Baik Manda maupun Caca langsung menoleh ke arah orang tersebut. "Raka?" ucap keduanya serentak.

Iya, orang yang baru saja datang dan yang telah memotong ucapan Manda tadi adalah Raka. Raka yang melihat ekspresi keduanya yang sama-sama terkejut, pun akhirnya terkekeh pelan. "Haha, santai aja kali mukanya."

"Lo kok bisa ada disini?" tanya Caca setelah menormalkan kembali ekspresinya.

"Nyamperin calon tunangan kan."

"Ih, apaan sih," ucap Caca dengan pipi merona.

Tidak lama setelah itu, handphone Manda yang diletakkan di atas meja bergertar. Manda segera mengambilnya dan membuka kunci layar handphone-nya tersebut. Ternyata, sebuah pesan masuk via Whatsapp dari Mamanya.

Ibu Negara : Kak, lagi dimana?

Amanda Putri : Di McD sama Caca.
Amanda Putri : Kenapa, Ma?

Ibu Negara : Pulang, cepetan!
Ibu Negara : Bantuin Mama bikin kue. Jangan lupa, pulangnya nanti mampir dulu beli toples di tempat biasa.

Amanda Putri : Ok. Otw.

Setelah membalas pesan dari Mamanya, Manda lantas berdiri dan berpamitan kepada Caca dan Raka.

"Eh, gue pulang duluan ya."

"Loh, kenapa Man?" tanya Caca.

"Biasa, Ibu Negara."

"Bohong aja. Paling, pengen pulang karena nggak tahan deket-deket cogan 'kan?" ucap Raka sambil menyilangkan tangannya di depan dadanya dengan tubuh yang menyender di kursi yang ia duduki.

"Pede gila! Cogan darimananya? Iblis iya!" sembur Manda sambil melemparkan Raka dengan kentang goreng.

"Yaelah, ribut mulu lo berdua. Hati-hati, nanti malah saling jatuh cinta," ucap Caca.

"Nggak akan!" ucap Manda dan Raka serentak.

"Tuh 'kan. Barengan."

"Apaan sih, Ca. Udah ah, gue balik duluan ya. Bye," ucap Manda sambil melangkah meninggalkan Caca dan Raka.

Saat sudah berada di luar restoran cepat saji tersebut, Manda sempat berhenti sebentar untuk kembali membalikkan badan sekedar melihat Caca dan Raka yang ternyata sekarang sedang tertawa bersama. Manda menghela nafas kasar.

Inilah resikonya menjadi seorang secret admirer, seseorang yang hanya berani mengagumi dari jauh, yang hanya berani mencintai diam-diam. Disaat Caca, sahabatnya sendiri mampu mengungkapkan perasaannya terhadap Raka, bebas dihadapannya. Ia dengan sejuta kemunafikannya hanya bisa tersenyum. Senyuman yang mengandung banyak arti.

xxx

Thanks for reading ❤❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With Or Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang