"Litheas yang tumbuh baik adalah seperti ini."
Keesokkan harinya di ruang kaca kelas herbologi. Profesor Sprout menjentikkan tongkat sihirnya secara perlahan. Tanaman berbunga itu tercabut dari tanah dan terangkat setinggi jangkauan pandang para murid.
Gadis itu mengamati tanaman itu dengan seksama dan ia bisa melihat bentuknya tidak sama seperti apa yang dilihatnya dalam buku. Atau setidaknya belum sama. Bunga yang berada di rumah kaca ini masih berupa kuncup kehijauan. Bentuknya memang seperti tanaman bunga pada umumnya, namun batangnya lebih berwarna hijau kecoklatan. Jika sudah mekar, kelopak bunganya akan sebesar bunga matahari dan warnanya lebih jingga.
"Tanaman ini berumur satu tahun. Adakah yang dapat menjelaskan kegunaan litheas?"
Mudah. Sangat mudah, sebenarnya.
Hermione mengacungkan tangannya ke udara. Tak ada yang heran ketika ia melakukannya untuk ke sekian kali pada hari itu.
"Lithelas mempunyai banyak kegunaan," mulainya. "Salah satu fungsinya sebagai obat penangkal racun yang sangat mujarab. Pada jaman dahulu, litheas mudah didapatkan. Namun sekarang, tanaman itu mulai jarang karena pemukiman semakin banyak. Para ahli juga sudah menemukan tanaman yang lebih efektif, sehingga tingkat kebutuhannya pun berkurang."
"Bagus sekali, Miss Granger. Sepuluh angka untuk Gryffindor," kata Profesor Sprout lalu mengembalikan akar tanaman itu ke dalam tanah. "Seperti yang Miss Granger katakan, tanaman ini mulai jarang karena pemukiman semakin banyak. Sayang sekali, padahal mereka bisa melihat peri hutan."
"Peri hutan, Profesor?" Seamus yang bicara.
Perempuan itu mengangguk, "Ya, Mr Finnigan," responnya. "Siapa yang sudah pernah melihat peri hutan?"
Hermione pernah mendengar cerita rakyat sihir tentang peri hutan. Konon dulu peri hutan sebesar manusia. Mereka juga beradab dan berbudaya seperti manusia. Kemudian ada seorang peri perempuan yang tercantik dari bangsanya jatuh cinta kepada seorang raja manusia. Peri perempuan itu mengingkari takdirnya untuk pergi ke dunia para peri mengikuti kaumnya, lalu menikahi sang raja manusia. Ia bersama peri-peri lain yang menjadi pelayan-pelayan setianya tinggal di bumi. Seiring kebesaran dan keabadian para peri yang sirna, mereka pun tinggal bersembunyi di hutan dalam dunia mereka sendiri. Tubuh mereka menyusut hingga seperti saat ini.
Profesor Sprout memegang salah satu litheas yang telah berbunga lalu menunjukkan kepada para murid dengan antusias. "Peri hutan menjadikan litheas sebagai rumah. Peri hutan tidak menyukai keramaian karena itulah mereka ingin jauh dari pemukiman. Bisa kalian bayangkan betapa mungilnya makhluk-makhluk lucu itu jika bisa muat dalam tempat sekecil ini?"
Dengung antusias memenuhi udara dan dihiasi mata-mata yang ingin tahu.
"Para peri akan tidur dalam kuncupnya ketika siang dan mereka keluar pada malam hari. Apabila litheas ini tumbuh dengan baik, pada malam harinya bunga-bunga ini akan mekar dan berpendar."
"Profesor," Ron menunjuk kuncup athelas, "apakah di dalam situ ada..."
"Tidak ada peri hutan dalam bunga ini, Mr Weasley," jawabnya dengan senyum.
Profesor Sprout berjalan ke arah sebuah lemari kaca di sudut rumah kaca itu lalu mengeluarkan sebuah toples kaca penuh berisi biji-bijian berwarna coklat. Senyumnya pun semakin lebar sembari ia memeluk toples tersebut seperti hartanya yang berharga.
"Nah, saya berikan sejumlah bibit lithelas untuk kalian tanam nanti. Ini yang akan menjadi proyek kalian sampai awal musim semi," katanya. "Semoga ini bisa membunuh rasa keingintahuan kalian saat melihat litheas mekar nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Sisi
FanfictionMereka pikir mereka hidup di dunia yang berbeda. Semua sisi yang membedakan- atau apa yang membuatnya sama: Kebencian.. Persahabatan.. Harga diri.. Dalih.. Hasrat?