Ayah sangat menyukai hadiah. Yumi ingin memberikan hadiah untuknya malam ini. Hanya satu hadiah yang diinginkannya di malam pergantian tahun, meskipun sulit Yumi akan memberikannya.
Pria itu berjanji jika Yumi mau memberikan hadiah yang diinginkannya maka dia bersedia merayakan malam ini bersama.
Yumi sangat kesepian dan cuma Ayah yang bisa menemani.
Hadiahnya sudah disiapkan sejak tadi, tinggal menunggu kabar dari Ayah.
Terus-terusan Yumi melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangan. Kurang lebih setengah jam menjelang pergantian tahun.
"Tiga, dua, satu," Yumi menghitung mundur dan tepat setelah itu sepasang telinga menangkap suara dering ponsel dari saku celana.
"Sayang, maafkan Ayah. Malam ini lebih sibuk dari biasanya."
"Sibuk dengan para perempuan lagi? Yumi ingin membunuh mereka."
"Ayah sib-"
"Tapi Ayah, Yumi telah menyiapkan hadiah yang Ayah inginkan."
Sebelum sambungan terputus Yumi mendengar suara tawa Ayah yang begitu keras. Tawa itu membuat Yumi semakin yakin kalau hadiah ini membuatnya bahagia.
Mata Yumi memandang kotak yang terdiri dari dua warna, warna putih dan warna kesukaan Ayah. Kotak itu jaraknya sedikit jauh, jadi harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mendekatkan diri ke kotak itu.
Dengan susah payah Yumi menyeret tubuh hingga mendekat dengan kotak tersebut.
Bayangan Ayah yang tertawa bahagia setelah melihat hadiah yang Yumi berikan semakin membuat Yumi berusaha menyeret tubuh.
"Yumi, Ayah pulang. Di mana kau sayang?"
"Di dapur, Ayah."
Yumi memberikan senyuman terbaik ketika Ayah menghampiri.
"Mana hadiah untuk Ayah?"
"Di dalam kotak ini."
Dengan antusias Ayah membuka kotak yang Yumi tunjukkan.
"Yumi."
Sekarang Ayah menatap Yumi dengan penuh amarah. Apa yang salah? Bukankah seharusnya Ayah bahagia?
"Yumi. Ayah memang menginginkan kaki, tapi bukan kaki kamu."
"Kaki Yumi lebih bagus daripada kaki palsu. Dan Yumi tidak ingin Ayah bekerja dengan perempuan-perempuan itu. "