7

676 105 13
                                    

Besoknya Yonghwa tidak masuk sekolah, Shinhye tidak khawatir sedikit pun sebab sudah biasa anak itu membolos. Ada masalah atau tidak, kalau ingin bolos ya dia bolos. Shinhye mulai menunjukan sikap tidak peduli. Bahkan ketika kemudian Yonghwa masuk sekolah di hari berikutnya.
Pemuda itu tampak lebih murung. Sepulang sekolah itu ia malah menghampiri Yonghea dan menemaninya di toko buku.

Yonghwa semakin kacau. Dia membuat keributan di klub berujung perkelahian. Kali ini bukan ayahnya lagi yang turun tangan tetapi kakeknya juga, saat ia pulang sambil sempoyongan karena mabuk dan wajahnya babak belur.
"Apa yang telah kau lakukan, hah? Habis mengacau dimana kau?" bentak Halabeoji siap mengeluarkan cambuk untuk menyiksanya.
"Hentikan, Yeobo! Dia sudah terluka." larang Harmeoni.
"Lakukan saja, Halabeoji! Bunuh saja aku! Agar kau hidup bahagia tanpa aku yang suka mengacau..." cerocosnya.
Halabeoji merasa ditantang dengan ucapannya ketika ...dess! dess! Cambuk ditangannya menghujani tubuh Yonghwa yang limbung.
"Anak tak tahu diuntung! Seperti ini mental pewaris Daehong. Kau tidak akan mewarisinya jika kerjamu hanya mabuk dan bikin onar." teriak Halabeoji emosi.
"Lakukan lebih keras, Halabeoji! Atau karena kau sudah tua tenagamu tidak kuat lagi?"
"Kurang ajar!" Halabeoji muntab dan siap memecut lebih kencang saat Harmeoni menghalangi tubuh Yonghwa dengan punggungnya.
"Kau bisa melukainya. Hentikan!" jeritnya.
Baru Halabeoji menghentikan amukannya.
"Cepat pergi ke kamarmu! Yonghwa Eommoni, tolong obati lukanya!" Nenek meneriaki menantunya yang duduk sambil gemetar di ruang kerja suaminya. Ia tidak tega melihat penyiksaan itu.
"Deh, Eommoni!" ia segera menghampiri. Tapi dengan ketus Yonghwa menolaknya.
"Tidak, aku tidak mau dia yang mengobatiku."
Melihat itu ayahnya yang sejak tadi diam menyaksikan di ruang kerjanya, keluar menghampiri lalu.... plak! Pula menamparnya.
"Kau selalu kurang ajar terhadap ibumu!" geramnya.
"Dia bukan ibuku." teriak Yonghwa.
"Dia ibumu sejak Abeoji menikah dengannya."
"Aku tidak punya ibu di rumah ini."
"Kau selalu membuatku kesal..." Harmeoni sekali lagi melindungi Yonghwa yang akan kembali ditampar ayahnya. Sementara ibu tirinya menahan tangan ayah Yonghwa yang sudah melayang di udara.
"Kalian ini selalu menyiksa bila ada yang kalian tidak suka dari sikapnya! Dia ini masih anak-anak. Belum paham apa pun. Jangan dengan kekerasan jika ingin mendisiplinkannya." teriak Nenek marah.
"Ajhumma! Han Ajhumma, bawakan obat-obatan!" akhirnya Nenek meneriaki kepala pelayan Han untuk membantunya mengobati Yonghwa. Dan Nenek sendiri yang membawanya ke kamar.
🌾

Pagi itu hujan sangat deras mengguyur bumi. Yonghwa keluar dari rumah tanpa membawa mobilnya. Ia menaiki bis. Wajahnya masih tampak lebam-lebam. Dan ia merasakan sakit di tubuhnya, tapi hanya satu hal yang sangat diinginkannya saat itu.
Ia berhenti di shelter bis, menerjang hujan yang lebat, tanpa payung atau jaket tebal, langkahnya menuju ke satu rumah di dalam gang.
Saat tiba di rumah itu, penghuni rumah sudah bersiap akan berangkat melakukan aktivitas masing-masing. Tapi terkaget dengan kemunculannya yang basah kuyup.
"Eomma..." panggilnya.
"Yonghwa-ya. Apa yang terjadi, Nak! Kenapa kau hujan-hujanan?" wanita yang dipanggil Eomma itu menghampirinya, dan seketika tubuh Yonghwa ambruk ke lantai, tapi tangan Eomma masih dapat menahannya.
"Yonghea-ya, bantu Eomma!"
"Ne, Eomma!"
Tubuh Yonghwa panas laksana terbakar. Wajah dan tubuhnya lebam-lebam. Banyak luka bekas cambukan di punggungnya. Eomma sampai meneteskan air mata menyaksikan hal itu. Sebab ia tahu luka memar melintang itu berasal dari mana dan siapa yang sering melakukannya?
Eomma menangis sambil mengompresnya.
"Yonghea-ya, kau pergi ke apotik. Beli obat untuk menurunkan demam dan pereda nyeri, juga salep untuk memar. Keluarga itu benar-benar biadab." Eomma amat sangat geram.
"Kita tidak membawanya ke RS, Eomma?"
"Ini sedang hujan, Nak. Nanti setelah reda Eomma akan membawanya ke RS. Sekarang belikan dulu obatnya."
"Ya, baiklah Eomma."
Yonghea sendiri bertanya-tanya di benaknya, apa yang sebetulnya telah terjadi dengan saudaranya itu. Siapa yang telah menyiksanya? Apa Abeoji? Makanya Yonghwa datang tidak membawa mobilnya.
Setelah membelikan obat, Yonghea berangkat sekolah. Tapi Eomma tidak pergi bekerja karena merawat dan menunggui Yonghwa.

Sepulang sekolah siang itu Shinhye mengantar Yonghea ke rumah. Karena hujan yang masih juga turun, ia berencana pula akan mengantar Yonghea ke tempat kerja part time-nya.
"Sepertinya hari ini aku nggak akan kerja. Jadi turunkan aku di gang, kau pulanglah!" beritahu Yonghea yang sejak Shinhye menjemput di sekolahnya, ia hanya diam. Tidak banyak bicara.
"Wheo?"
"Yonghwa sedang sakit di rumah, barangkali Eomma membutuhkanku."
"Mho? Siapa yang sakit? Yonghwa?" Shinhye tidak main-main kaget.
"Tadi pagi saat hujan lebat Yonghwa datang ke rumah. Tanpa mobil, tanpa mantel bahkan tanpa baju hangat. Dia datang hujan-hujanan."
"Ke rumahmu?" Shinhye makin heran. Jadi hari ini dia bolos sekolah bukan lantaran malas karena hujan?
"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi di tubuhnya banyak memar. Eomma sampai menangis melihatnya."
Shinhye terdiam sejenak. "Apa dia kabur dari rumahnya maksudmu?" liriknya.
"Aku tidak tahu." Yonghea menggeleng. Shinhye diam lagi. Saat hampir sampai di mulut gang, Shinhye bersuara lagi.
"Boleh aku melihatnya, Yonghea-ssi?"
"Ya."

Demam Yonghwa masih tinggi, Eomma sudah membuatkannya bubur dan memberi obat penurun panas juga penghilang sakit. Tubuh yang memar-memar itu pasti terasa sakit. Eomma sedang mengompresnya saat Yonghea pulang.
"Kita tidak akan membawanya ke dokter, Eomma?" tanya Yonghea.
"Tunggu sampai besok, kalau demamnya tidak turun juga, baru kita bawa ke RS."
Shinhye tergugu melihat kondisi kekasihnya itu. Wajahnya penuh luka dan pucat, bibirnya kering. Tubuhnya tergolek lemah. Ia hanya memejam tidur, tidak tahu ada dirinya datang.
Berbaring di atas matras tempat tidur ibunya yang amat sangat sederhana membuat kondisinya semakin tampak mengenaskan. Tapi matras tidur itu yang justru ia cari saat tubuhnya menanggung sakit dan derita. Sentuhan dan pelukan ibunya yang ia cari dan sangat dibutuhkannya lebih dari tempat tidur hangat di dalam kamarnya yang luas.
Tidak kuat lama Shinhye berada di kamar itu. Ia segera keluar dengan mata membasah. Ia pilu melihat kenyataan itu.
"Apa yang terjadi, Yonghea-ya?" tanyanya tidak tega melihat kondisi Yonghwa serupa itu.
"Aku tidak tahu. Dia datang sudah babak belur dan penuh luka seperti itu."
"Apa dia berkelahi di klub atau..." Shinhye tidak lanjut.
"Atau apa?" tatap Yonghea penasaran.
"Dipukuli Abeonim dan Halabeonim."
"Apa mereka sering melakukan itu? Memukuli Yonghwa?"
"Jika Yonghwa buat onar." jelas Shinhye, dan seketika ia ingat dengan pertengkarannya di sungai Han. Apa karena ia memintanya putus, Yonghwa seperti ini?
"Yonghea-ya, aku pamit pulang. Aku akan mencari tahu ke klub apa yang terjadi." Shinhye pamit. Yonghea mengangguk. Setelah pamit kepada ibunya Yonghea, ia meninggalkan rumah.
🌾

Dua hari Yonghwa tidak ada di rumah, baru seisi rumah sibuk mencari. Seorang pun tidak ada yang tahu kemana Yonghwa pergi tanpa mobil dan alat-alat sekolahnya.
Nenek Yonghwa menanyakan keberadaan cucu kesayangannya kepada Shinhye siang itu, dan Shinhye tidak bisa berdusta.
"Ne, Harmeoni!" Shinhye yang sedang berada di samping Yonghea di rumah pemuda itu memperlihatkan layar HP kepada Yonghea.
"Boleh aku katakan keberadaan Yonghwa?" bisiknya sebelum menjawab pertanyaan Nenek. Yonghea mengangguk.
"Shinhye-ya?" suara Nenek cerewet.
"Ne, Harmeoni. Yonghwa ada di rumah ibunya, Harmeoni!"
"Ibunya?"
"Dia sedang sakit."
"Sakit?"
"Demam tinggi dan sekujur tubuhnya luka memar."
"Apa kau tidak berbohong, Shinhye-ya?"
"Tidak, Harmeoni. Lihatlah sendiri jika tidak percaya!"
"Ya, sudah. Terima kasih, Shinhye-ya."
"Ne, Harmeoni!"
Eomma tidak sempat membawanya ke RS, sebab ayahnya Im Yeri yang seorang dokter datang ke rumah untuk memeriksa kondisi Yonghwa. Dia memberikan resep yang harus dibeli. Demamnya berangsur turun setelah meminum obat dari ayah Yeri.

Tbc....

Menurut readers, apa yang akan Shinhye lakukan setelah melihat itu? Apa akan tetap dengan keinginannya putus dengan Yonghwa?
Apa Yonghea juga akan menerima bila melihat kenyataan tersebut?
Lalu bagaimana dengan Yonghwa? Apa akan semakin mengerjai Yonghea?

Tunggu next part untuk jawabannya!

Between Two HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang