Satu

58 6 1
                                    

HUJAN yang dari tadi terus membasahi bumi, sekarang semakin deras saja . Bagaimana bisa pulang? Sejak dari awal hujan turun, Sasya bergeming di pos satpam SMAN 1 Kediri, tempat dia berteduh . Satu per satu siswa lainnya yang juga sempat berteduh mulai meninggalkan sekolah dengan jemputannya. Sekarang tinggal Sasya dan dua siswi lain yang masih betah di sana. Sayangnya, Sasya tidak mengenal kedua siswi itu. Paling tidak, jika dia kenal, dia jadi punya teman berbicara. Parkiran Motor juga sudah nyaris kosong. Tinggal dua motor lagi yang belum pergi dari sana.

Sepertinya hujan ini akan awet. Jika tidak nekat, pasti tidak akan sampai kerumah. Sasya akhirnya memutuskan menerobos hujan. Meskipun risikonya dia pasti kedinginan. Tapi daripada dia semakin lama disini, lebih baik pulang. Beberapa meter dari sekolahnya, seorang pengendara motor ugal-ugalan lewat. Mungkin yang membawa motor itu sudah tidak sayang nyawa lagi. Bahkan pengendara itu tidak memilih-milih jalan yang dilaluinya.Genangan kecil itu diterobosnya saja dan sialnya cipratan genangan air keruh itu mengenai Sasya yang berjalan tepat di sebelah genangan itu. Sampai-sampai air itu tertelan oleh gadis itu.

"Hei! Kira-kira kalau bawa motor! Lo kira cuma lo yang bisa bawa motor , hah?!" Sasya teriak sekencang mungkin.

Sambil meludah-ludahkan air yang masuk ke mulutnya. Juga sambil komat-kamit tidak terima. Sial! Sudah hujan, pulang sendiri, bonusnya dapat minum gratis. Pengendara motor itu berhenti, beberapa meter dari Sasya berdiri. Dia masih bisa mendengar suara Sasya tadi.

"Lo dong, kalo jalan pake mata! Minggir kek! Apa lo nggak liat gue lewat tadi?!" Suara pengendara itu menerobos hujan sampai terdengar ke telinga Sasya.

"Mana gue tau! Lo nggak liat apa, gue udah udah di pinggir jalan! Dasar rabun!"

Sekarang situasi semakin kacau. Hujan yang terus deras ditambah teriakan kedua pengguna jalan itu sangat mengganggu kenyamanan pengguna jalan lain ,yang juga melintas. Pengendara itu hanya menyipitkan matanya dari balik kaca helmnya, mendengar jawaban Sasya. Dia kembali menghadap ke arah jalan dan kembali melaju dengan kecepatan tinggi.

"Mati aja sana sekalian!" teriak Sasya masih tidak terima dengan perlakuan pengendara motor tadi.

Perlahan hujan mulai mereda. Hanya saja, dinginnya masih menembus sampai ke tulang. Jaket yang dipakai

Sasya juga sudah tidak menghangatkan. Sudah terlalu basah dan sudah terlalu kotor. Astaga! itu berarti, setelah ini dia mendapat tugas tambahan!

                              •    •    •

"SASYA, kalau jalan pilih-pilih kenapa? Jaket kamu sampai kumel begitu. Nanti susah 'kan, nyucinya." Mama yang sedang mencuci piring tepat disamping mesin cuci, mulai protes. Sudah diduga, setidaknya hari ini dia dapat pelajaran lagi. Jalan harus milih-milih!

"Iya, Ma. Sasya sudah minggir jalannya, tapi orang itu yang tidak kira-kira. Tidak punya mata mungkin dia," jawab Sasya sambil memasukkan jaket dan seragam sekolahnya ke mesin cuci.

"Ma, baju Sasya bakal bener-bener bersih nggak yah ntar?" tanyanya sedikit ragu.

"Masih bisa bersih....apalagi kalau kamu cuci dengan tangan, pasti lebih bersih," jawab mamah sambil berjalan meninggalkan dapur setelah selesai mencuci piring.

"Ah, mending nyuci pake mesin cuci sajalah." Sasya selalu malas jika harus mencuci dengan tangan. Bukannya tidak mau, tapi kalau mencuci terlalu lama, tangannya pasti gatal-gatal karena detergen. Sesudah mencuci dan menjemur pakaian tadi, Sasya duduk santai dulu di teras belakang rumah sambil memberi makan ikan yang sebagian bibir kolamnya menempel dengan dinding rumah tetangga.

Tiba-tiba Sasya mendengar suara, tepatnya suara orang bertengkar. Diam-diam Sasya mencuri pembicaraan itu.

"Pa, setidaknya Papa lihat keadaan Mama sebentar kenapa?" Sebuah suara terdengar meninggi.

Love & HateWhere stories live. Discover now