KAMU

61 10 4
                                    

Di malam turun hujan aku menunggumu. Menunggumu yang selalu mengacuhkanku. Kamu melewatiku. Melewatiku yang terdiam menunggu kehadiranmu.

Payung yang kamu pakai, melindungi kepalaku sejenak, lalu pergi secepat kamu berjalan. Meninggalkanku yang menunggumu dalam sepinya malam.

***

Mataku selalu mengawasi setiap pergerakanmu. Mengikuti setiap langkahmu.

Tapi sampai sejauh ini, kau tetap tak menyadari keberadaanku.

***

Kamu duduk didalam cafe kesukaanmu, berlindung dari hujan badai yang saat ini sedang mengguyur gelapnya malam.

Aku duduk diam di depanmu, tapi kau tetap mengacuhkanku. Kau masih asik dengan novel dan kopi hitam kesukaanmu.

Hey, itu novel yang kuberikan padamu tempo hari. Aku bersyukur ternyata kau masih mau menerima, bahkan membaca novel pemberianku.

Aku senang kau tahu.

***

Hari ini aku kembali menunggu. menunggumu dibawah lampu jalan. Agar kau dapat melihat keberadaanku.

Sambil menunggumu, aku pun memandang jalan sekitar. Sepi.
Hanya itu yang dapat mendeskripsikan keadaan saat ini. Sama seperti hidupku, sepi tak memiliki siapapun disisi.

Saat aku mulai melihat kamu dari kejauhan, aku langsung menampilkan senyum terbaikku.

Sekarang kamu pasti bisa melihatku, aku dibawah lampu. Jadi aku yakin bahwa kau akan melihat ku kali ini. Mulutku sudah terbuka hendak menyapamu, tetapi kau pergi secepat kau datang tadi.

Apakah lampu ini kurang terang sehingga aku masih saja tak nampak oleh mu?

Aku menunduk lesu sambil memandang punggung tegapmu yang kian menjauh. Sampai kapan aku harus begini?

***

Sekarang aku kembali mengikutimu, mengikuti setiap langkahmu.

Seperti hari-hari sebelumnya, kamu hari ini pergi ke kampus dengan aku yang selalu setia berada di belakangmu.

Membuka loker, lalu kamu mengeluarkan beberapa buku untuk mata kuliah hari ini.

Aku melihat lokermu yang bersih. Tapi tunggu, itukan rangkaian bunga yang pernah ku berikan kepadamu? Ternyata kamu menyimpannya selama ini.

Aku tersenyum melihatmu yang kini sedang menutup loker dan bersiap untuk berjalan menuju kelas. Tetapi ketiga temanmu menghadangmu ketika kamu akan melangkah.

Kamu tersenyum senang dengan kehadiran mereka. Aku pun ikut senang melihatmu tersenyum seperti itu.

Salah satu dari mereka melihat kearahku, lalu tersenyum singkat menyapaku. Aku balas senyumnya dengan anggukan kepala dan kembali melihatmu yang saat ini sedang tertawa.

Cuma temanmu itu yang tahu keberadaanku, berbeda denganmu dan temanmu yang lainnya.

Aku menunduk sedih menyadari hal itu. Sampai kapanpun kamu takkan pernah bisa berbalik dan melihat kearahku. Tak akan pernah.

Dengan lesu akhirnya aku meninggalkanmu yang masih bergurau dengan teman-temanmu. Lalu tak sengaja aku melihat temanmu yang tadi menyapaku, ia tersenyum simpati kepadaku, mungkin ia tahu apa yang kurasakan.

***

Saat aku sedang duduk-duduk santai sambil melihat jalan. Aku melihatmu keluar dari toko bunga di sebrang jalan. Kamu membawa beberapa tangkai bunga tulip putih yang indah.

Aku yang mengetahui itu yang merasa penasaran. Apakah kamu sudah memiliki kekasih?

Aku yang penasaran pun mengikuti langkahmu. Meskipun aku penasaran untuk siapa bunga itu, tak dapat ku pungkiri juga bahwa aku merasa sakit.

Betapa beruntungnya seseorang yang akan kau beri bunga ini.

Kamu terus berjalan menyusuri trotoar. Tak peduli dengan matahari yang saat ini berada diatas kepala, kamu dengan cueknya masih terus berjalan sambil membawa bunga itu dengan erat.

Tiba-tiba kamu berhenti. Aku pun ikut berhenti beberapa langkah dibelakangmu.

Oh oh ... Jangan-jangan kamu tahu bahwa aku mengikutimu? Kuharap begitu, karena itu tandanya kamu mengetahui keberadaanku.

Tapi ternyata itu hanya harapanku. Karena tak lama kamu berbelok kearah sebuah tempat bergapura besar. Aku melihat nama gapura itu dan langsung mengernyit ketika membacanya.

'Pemakaman Umum'

Untuk apa kamu ke pemakaman? Apakah ada saudaramu yang meninggal?

Aku pun berlari kecil menyusul kepergianmu. Kemudian kamu berhenti dan menatap lama pada sebuah nisan. Aku masih belum bisa melihat nisan siapa itu.

Lalu kemudian kamu berjongkok dan menaruh bunga yang kau bawa diatas gundukan merah itu. Kau elus nisannya dengan penuh sayang. Aku yang melihat tatapan sedihmu jadi ikut merasakan kesedihan yang kau rasakan.

Kemudian aku melihat nama yang tertera di nisan yang saat ini kai elus sayang.

' Adinda Melani Pertama'

Tunggu! Itukan ...

Aku menutup mulutku kaget, lalu melihatmu yang mulai mengeluarkan air mata dan menangis dalam diam.

Itukan ... Namaku!

*
*
*
*
*

END



-_-_-_-_-_

Gak nyangka bisa buat cerita disaat lagi gak ada ide kaya gini.

Btw thanks sama cuaca hujan dan lagu galau yang saat ini sedang ku dengarkan .. Wkwkw

Jangan lupa vomment

'Kia

KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang