Ini bisa jadi terakhir kalinya Al membulatkan tekad untuk berbicara kepada Fadz untuk kesekian kalinya.
Ia berjalan ke tengah lapangan. Hari ini adalah hari kelulusan. Semua orang berbahagia kecuali Al yang dari dulu hingga saat ini masih memikirkan hal yang sama dari tahun keduanya di sekolah.
"Hi!" Tegur Al menyapa.
Fadz menoleh. Ya, wajahnya selalu saja seperti itu saat bertemu dengan Al, cuek cemberut layaknya orang yang sama sekali tak pernah ia cintai.
Al memberikan sepucuk bunga mawar berwarna kuning. Jika diartikan, warna mawar itu bermakna persahabatan. Fadz tidak balik menyapa juga tidak menerima mawar itu meski Al sudah sedari tadi berusaha memberikan mawar itu.
Fadz mengambil nafas panjang.
"Aku.." Ujar Al terhenti melihat fadz yang kini menatapnya. Al terdiam sembari meraih tangan fadz, memaksanya mengambil mawar itu. Meski fadz terlihat sangat membenci Al
"Kumohon, dengarlah! Aku akan coba meringkasnya meskipun mungkin akan ada bagian cerita yang terpotong."
Kening fadz mengerut. Ia memperbaiki posisi berdirinya.
"Bisakah kita bicara berdua saja di tempat lain?" Tanya Al ragu-ragu.
"Aku tak punya banyak waktu. Gyuta sedang menungguku."
Al mengangguk. Ia mengerti. Fadz dan Gyuta sudah berpacaran semenjak pertama kali mereka menginjak tahun ketiga.
Al mengambil napas. Ia terlihat nervous. Mengungkapkan hal yang sangat spesifik ini bisa saja membuat orang-orang di sekitar mereka menoleh, menatap mereka dengan heran, terlebih lagi mata Al sekarang sudah berkaca-kaca.
"Jangan paksa aku menonton dramamu. Cepatlah!" Ujar Fadz memecah keheningan di antara mereka berdua.
Al terlihat cemas di hafapan fadz. Fadz mungkin akan meninggalkannya sebelum kalimatnya selesai karena muak.
"Aku tak tau mungkin kau akan percaya atau tidak, kau akan menghujatku lagi dan lagi atau berhenti, menuduhku lagi atau tidak. Aku tak bermaksud memamerkan kebaikan yang pernah ku lakukan atau apalah terserah kau saja akan menyebutnya apa. Tetapi setidaknya kau bisa berhenti menganggap bahwa aku adalah seorang Bantansterlo". Al berhenti sejenak mengambil napas. Ia sudah sesak sejak tadi.
Fadz mengalihkan pandangannya dari Al, memilih menyaksikan beberapa kesibukan orang-orang di sekeliling mereka.
Al tertunduk dalam tangis yang mulai menguasai dirinya. Kalimatnya belum berakhir.
"Aku tak pernah mengadukanmu pada Tansterlo, fadz. Aku melindungimu darinya. Tapi aku tak tau mengapa kau menganggap bahwa aku yang telah menjebakmu. Aku tak pernah melakukan hal kotor itu fadz, aku tak per-"
"Akh! Sudahlah! Aku sudah tau arah pembicaraanmu. Tak adakah topik lain? Semua anggota M-Tansterlo juga tau kau selalu mengadukan siapa saja yang ingin kau adukan termasuk aku." Bantah fadz memotong kalimat Al.
"Tidak fadz. Aku melindungi kalian. Aku melindungimu dari RLB fadz. Tidakkah kau sadari itu?"."kau juga harus tau Tansterlo mempunyai kekuasaan tertinggi. Aku tak akan pernah bisa membantah jikalau ia sudah berkata "A" walau aku tak sependapat dengannya, walau aku sudah berusaha mencegahnya fadz."
"Begitukah?" Fadz menatap tajam Al
Al mengangguk patah-patah. Fadz sengaja menjatuhkan mawar itu tepat di hadapan Al kemudian menginjaknya tanpa memikirkan perasaan Al yang bisa saja sekarang ini sedang hancur lebur.
"Fadz.." Kata Al sembari berusaha meraih mawar itu kembali. Mengangkatnya dari tanah. Mawar itu tak bisa diselamatkan lagi. Ia sudah menyatu dengan sisa air hujan yang tergenang.
"Biarkan saja mawar itu hancur seperti pertemanan kita."
Al bangun dari tunduknya. Satu-satunya bagian yang bisa ia selamatkan dari mawar itu hanyalah batangnya. Ia menyeka pipi yang basah.
"Setidaknya aku masih bisa membawa apa yang tersisa dari kisah yang telah kita lalui meski kau enggan untuk mengakuinya." Ia berbalik arah, meninggalkan fadz yang kini menatapnya dengan penuh amarah.
Dunia yang penuh dengan hukum Tansterlo itu sudah berakhir tetapi fadz masih saja menyimpan dendam padanya.. Apakah dunia ini harus berakhir seperti dunia Tansterlo juga agar fadz bisa berhenti menyimpan dendam pada Al? Entahlah..
ŞİMDİ OKUDUĞUN
My Last Purpose
AdventureAku masih ingat Kalimat terakhir yang aku ucapkan padamu waktu itu. "Tolong dengarkan aku sekali saja" Namun, kau enggan. Sekarang kau malah datang menghampiriku untuk meminta penjelasan yang telah ku siapkan dari jauh-jauh hari. Tetapi, kali ini...