Akira dan White

85 11 4
                                    

Ada yang aneh dari tetangga seberang apartemen Akira. Setiap Akira memerhatikannya dari balik jendela kamarnya, pemuda itu selalu mengenakan pakaian formal. Rambutnya dicat putih. Jika dilihat dari lokasi tempat tinggalnya sudah dipastikan ia orang berada.

Hampir setiap malam Akira terbangun dari tidurnya karena mendengar suara tembakan dari tempat tinggal pria berambut putih itu. Awalnya ia ragu untuk melaporkan hal ini ke pihak keamanan, tapi setelah tahu bahwa tetangganya juga mendengar suara yang sama, akhirnya ia melaporkan hal aneh ini ke pihak keamanan apartemen seberang. Namun nihil hasilnya. Tak ada apapun disana.

Akira berusaha tak mempedulikannya lagi. Lagipula, memangnya salah jika ia ingin mendapat ketenangan di tempat tinggalnya sendiri?

Malam itu Akira masih belum bisa terpejam, karena-untuk kesekian kalinya-suara tembakkan tersebut kembali meraung di telinganya. Bahkan setelah suara tembakkan itu, Akira mendengar suara gaduh dan benda yang pecah. Setelah memberanikan diri untuk membuka tirai jendelanya, Akira terpana detik itu juga.

Kaca jendela tetangga seberang apartemennya yang berukuran sangat besar itu sudah menjadi serpihan kecil tak berbentuk. Angin malam menelusup masuk ke dalam apartemen tersebut, menerbangkan tirai cokelat yang ukurannya juga sama besar dengan jendelanya.

Malam itu, hujan turun dengan deras, diiringi petir yang menyambar indahnya malam ibukota yang gelap akibat listrik dipadamjan. Ketika petir menyambar, cahayanya membuat Akira harus menelan ludah karena ia dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi disana.

Di tempat tinggal pria berambut putih itu telah terjadi pembunuhan massal dengan korban lebih dari 5 orang, darah berada di hampir setiap tempat apartemen itu. Para mayat terbunuh secara tak wajar, dan pria berambut putih itu sedang berdiri di tengah ruangan dengan tangan kanan yang menggenggam belati perak yang bercucuran darah, dengan mata tajam yang tengah mengawasi pergerakan Akira.

***

Pagi ini Akira menerima paket besar hingga memakan tempat di apartemennya yang kecil. Namun ia tak punya ide, ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat dengan kardus besar itu, pikirannya terlalu fokus kepada peristiwa tadi malam yang membuat batinnya terguncang.

Akira bergidik ngeri mengingatnya. Apalagi ketika tadi pagi, saat ia mengunjungi Katinka -tetangganya- dan mencoba mengintip apartemen seberang itu, keadaannya telah kembali seperti semula, seperti tak terjadi apa pun. Kaca jendela pun telah kembali seperti semula. Bahkan, tirai cokelat yang biasanya selalu ditutup itu kini terbuka dengan amat lebarnya.

Akira mendengus sebal, sebenarnya siapa pria berambut putih itu? Apakah ia seorang teroris? Ataukah seorang buronan? Atau lebih parahnya, apakah ia seorang pembunuh bayaran?

Hingga bel apartemen membuyarkan lamunannya.

Akira segera beranjak, membuka pintu apartemennya. Ia tersenyum lebar, menyambut Adryan yang langsung menerobos masuk. Pria itu tampak kesusahan bergerak karena membawa kotak besar berwarna biru.

"Eh? Ini kotak apa?" tanya Adryan penasaran.

Akira menutup pintunya, mengikuti langkah Adryan yang mengurungkan niatnya untuk menaruh kotak bawaannya di atas meja.

"Aku belum membukanya."

"Cepat buka Akira." ucap Adryan seraya menaruh kotak bawaannya di lantai.

"Bagaimana jika itu bukan milikku? Aku tidak merasa memesan apapun."

Adryan meraih secarik kertas yang ia yakini adalah tanda bukti terima paket tersebut.

"Tak ada nama pengirimnya, nama penerimanya juga tak ada. Hanya ada tulisan 99, seperti nomor apartemenmu."

Mawar Putih [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang