SEBUAH RASA

12 2 0
                                    

Pagi ini, aku merasa sangat bersemangat. Kenapa? Karena akhirnya hari ini aku menjadi seorang senior di SMA "S", tempat yang sudah menampungku dan mendidikku selama 2 tahun ini. SMA ku ini hanyalah sekolah swasta, namun sudah sejajar dengan sekolah negeri favorit. Aku masuk di SMA ini karena nilaiku yang kurang untuk masuk ke SMA negeri. Padahal waktu itu hanya kurang nilai 0,5. Sangat disayangkan memang. Tapi mau bagaimana lagi. Mau dibilang ini takdir, aku juga tidak menyalahkannya. Lagipula ini juga kemauan dari orang tuaku. Karena dulunya mereka pernah menyumbang pembangunan sekolah ini.

Ayahku seorang pengusaha properti yang bisa dibilang cukup sukses. Ibuku adalah seorang wanita tercantik di dunia-menurut pandanganku-yang sangat menyukai dunia fashion dan beliau pandai membuat design baju yang fashionable. Beliau mempunyai butik di dekat rumah kami. Beliau hanya mengunjungi butiknya sekali-duakali dalam seminggu karena ia sudah mempunyai kaki tangan yang sangat terpercaya. Para pekerjanya pun sudah profesional, jadi beliau tidak terlalu khawatir jika ia jarang datang ke butiknya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya aku sampai di depan sekolahku. Biasanya perjalanan ke sekolahku bisa ditempuh selama dua puluh menitan, tapi mungkin karena hari ini adalah tahun ajaran baru banyak orang tua yang mengantar anaknya yang baru diterima di sekolah masing-masing. Akhirnya, timbulah sedikit kemacetan.

Aku berjalan menuju gerbang dan berhenti tepat di depan bangunan sekolahku. Yang kulakukan hanyalah menatap bangunan yang tepat berada di depanku. Tampak jelas bangunan tersebut baru saja direnovasi. Menarik. Gumamku. Bagunan tersebut terlihat semakin kokoh.

Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku dari belakang. Spontan aku menoleh ke arahnya untuk melihat siapa gerangan yang berani menepuk pundakku ini.

"Ah ternyata elo! Tau nggak, lo hampir buat gue jantungan". Aku kembali menatap bangunan yang ada di depanku. Ini lebih menarik daripada yang berada di sampingku ini.

"Haha maaf, lagian kenapa lo berdiri disini?" Dia berkata sampil menaruh sikunya di bahuku dan menjadikanku tumpuannya berdiri.

"Hah gue nggak nyangka sekarang gue jadi senior" aku berkata dengan senyum sumringah yang terpancar diwajahku. Aku tau dia menatapku waktu aku tersenyum dan aku juga tau kalau dia salah tingkah.

"Memang apanya yang spesial dengan menjadi seorang senior?" Ia akhirnya juga ikut menatap gedung seperti yang kulakukan. Menerawang dengan dahi mengernyit. Berusaha merasakan apa yang kurasakan. Tapi sepertinya dia tidak berhasil. Terlihat jelas di wajahnya masih terdapat guratan di dahinya.

Aku hanya tersenyum dan menjawab "entahlah .." kalimatku terputus. Aku tidak bisa mengungkapkan apa yang saat ini aku rasakan.

"Sudahlah, ayo cepat masuk!" Ia kemudian menarik tanganku, berjalan di depanku dengan tangannya menggenggam pergelangan tanganku dan aku membiarkannya menarik pergelangan tanganku, bersama-sama memasuki gedung yang menurutku sangat menarik. Semoga menjadi awal yang baik, gumamku.

Sejak pertama kali masuk di sekolah ini aku memang sudah sangat tertarik dengan bentuk bangunannya yang kuno namun tetap elegan dan indah. Apalagi sekarang sudah direnovasi. Entahlah kenapa aku sangat menyukai hal-hal yang berbau kuno. Bukan berarti aku kuno. Hanya saja, menurutku hal yang kuno itu unik. Jarang ada yang menyamainya.

Oya tadi pagi yang menarik tanganku itu adalah sahabatku, Afnan Atma Purnama. Panggil sesuka kalian, tapi panggilan untuk dia dariku adalah si ceroboh karena dia memang sangat ceroboh. Pernah suatu hari waktu kelas 10 dulu ketika pulang sekolah, ponselnya tertinggal di laci. Saat sampai setengah perjalanan menuju ke rumah, aku ingin meminjamnya untuk menelpon mamaku-bahwa aku pulang dengan teman-karna ponselku mati. Dan dia langsung teringat kalau ponsel miliknya tertinggal di laci sekolah. Buru-buru dia menyuruh sopir pribadinya untuk putar balik mobilnya dan balik lagi ke sekolah. Dan masih banyak kejadian lainnya. Dari kunci lokernya, kunci mobil papanya, bahkan kunci rumahpun pernah dia hilangkan.

Umurnya sekarang memang sudah menginjak 18 tahun, tapi.. sifat cerobohnya tidak berkurang sedikitpun. Mungkin ada yang penasaran dengan zodiaknya? Hahaha ini kuberitahu, zodiaknya cancer. Aku dan dia pertama kali bertemu sewaktu MOS. Aku merasa nyaman saja ketika ngobrol dengan dia, dan mungkin dia juga merasa seperti itu hingga kami sering ngobrol dan akhirnya nyaman untuk berbagi kisah pribadi masing-masing.

Oya lupa. Perkenalkan aku manusia yang berjenis kelamin perempuan lahir dari rahim seorang perempuan di bulan November merupakan anak kedua dari dua bersaudara dan mempunyai nama Arasely Salsabela Mashel. Panggil saja Bela, Sal, Sa, Sabel, Shel, ah terserah deh.

Akhirnya sampai di depan kelasku. Dan Atma melambaikan tangannya karena kita beda kelas. Kelasku IPA 3 dan dia kelas IPA 5.

Aku masuk ke kelas yang langsung disambut oleh Ayra, Ayra Shirly Alnaira. Teman sebangkuku yang kemudian langsung meminta dicontekin pr fisika. Yah pantesan aja wajahnya di sok imutin ternyata ada maunya. Emang biasanya gitu si, kalau aku lumayan bisa di bidang eksak sedangkan dia pintar di bidang teori. Ya jadi ada simbiosis mutualisme yang terjadi antara aku dan dia. Kalau ada pr yg berhubungan dengan teori ya otomatis aku minta contekan dari dia.

Akhirnya bel istirahat berbunyi. Ayra langsung mengajakku ke kantin. Dan alhamdulillahnya kantinnya tidak terlalu ramai sepeti biasanya. Aku dan Ayra duduk di sudut pojok kantin. Tempat favorit kami.

"Lo jagain tempat duduk aja ya. Lo mau pesen paan?" Tanya Ayra kepadaku yang barusan menempatkan diri di kursi kantin.

"Gue pesenin es teh aja. Lagi nggak pengen makan". Setelah mendengar jawabanku, Ayra langsung hilang secepat kilat dari pandanganku. Mungkin takut kalau-kalau nanti tambah ramai.

Sambil menunggu Ayra, pandanganku menyapu di seluruh penjuru kantin sampai pandanganku berhenti pada sosok laki-laki yang baru saja duduk di kursi kantin sekitar 4 meja dari meja yang sekarang aku tempati.

"Shel, nih es teh lo" Pandanganku teralihkan ketika Ayra memanggilku dan sekarang ia sudah duduk di depanku.

"Eh iya. Makasi ya. Nih!" Sambil menyerahkan uang untuk mengganti uang Ayra.

"Pantes aja berat badan lo naek mulu. Lo aja kalo makan ga kira-kira" cibirku yang hanya dibalas dengan cengengesan. Ya temen ku satu ini emang doyan makan tapi gadoyan yang namanya gendut. Liat aja sekarang di depannya ada bakso, gorengan, roti, es teh. Bayangin aja sendiri.

Tatapanku kembali pada sosok itu. Sosok yang selama 2 tahun ini aku kagumi. Reflek aku tersenyum ketika melihatnya tertawa dengan teman-temannya. Seakan tau jika sedang diperhatikan, dia menoleh ke arahku. Dan untuk sedetik tatapan kami bertemu. Namun, aku langsung mengalihkan pandanganku ke Ayra yang sedang makan bakso seperti tanpa beban. Duh, mati. Ketahuan gue. Umpatku dalam hati. Panik. Itu yang kurasakan walaupun aku tak tau apakah dia memang menoleh ke arahku atau bukan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang