Satu

93 16 5
                                    

Suara dentuman jari yang menyentuh keyboard terdengar jelas di ruangan itu. Sunyi yang saat itu  menyelami ruangan tersebut membuat suara ketikan terdengar sangat jelas. Suara ketukan kembali terdengar ketika tangan itu menyentuh papan hitam yang berisikan huruf-huruf. Beberapa detik kemudian ia berhenti menimbulkan suara dan memundurkan kursi geraknya.

Hai kak! Congrats for the best results. Saya tau kakak emang sehebat itu, selamat sekali lagi untuk PTN-nya.

Seperti itu lah kurang lebih isi dari surat elektronik yang akan dikirim oleh perempuan manis yang sedari tadi duduk menatap laptop kecil miliknya. Bingung menimang kata-kata yang tepat untuk diketik. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Matahari sedang gencar-gencarnya mengeluarkan sinar sebelum sang senja datang. Saat dikira sempurna, digeserkannya kursor di layar persegi panjang itu sehingga berada tepat di depan ikon pengirimnya. Perempuan itu menutup mata sembari menarik nafas dan membuang nafasnya ketika membuka mata. Menghilangkan gugup mungkin? Padahal hanya mengirim surel, apa lagi jika berbicara langsung? Mungkin ia akan langsung jatuh pingsan. Tidak, itu hanya kiasan.

"Mau sampe kapan sih Ca?" tanya perempuan kedua yang sedari tadi berbaring di atas kasur nyaman milik perempuan yang baru saja dipanggil 'Ca'. Senjana Arrisca, ya itu adalah nama perempuan yang sedari tadi gugup untuk mengirim surel.

"Kenapa?" Senjana menengok ke arah perempuan yang sekarang sudah terduduk di atas kasur sembari memeluk guling empuk bewarna jingga.

"Jangan gila deh lo, it's been three years ago. Come on Ca! Lo gak mungkin lah stuck sama orang yang gak jelas." ketus Intania sang gadis yang memeluk guling.

"Kenapa enggak deh?" Senjana Ariska atau biasa dipanggil Caca mengangkat bokongnya dari atas kursi berputar yang berada tepat di depan meja laptop kecilnya itu dan berjalan ke arah sahabatnya atau lebih tepatnya berjalan ke arah kasur empuk miliknya.

"Gini deh ya, sekarang gunanya apa lo terus begitu ke orang yang enggak 'notice lo sama sekali?" yang ditanya berhenti melanjutkan langkahnya, dalam hati membenarkan perkataan sahabatnya itu.

"Kan gue gak kasih kode ke dia, jadi pantes dong dia gak notice gue sama sekali?" Senjana membantah sembari melanjutkan langkahnya dan merebut guling yang berada didekapan sahabatnya itu. Intania memutarkan bola matanya malas dan duduk mendekati Senjana.

"Lo jangan gila ya, lo gak inget apa-" perkataannya terputus saat terdengar suara pintu terbuka, di sana terlihat seorang perempuan dengan rambut yang digulung tinggi secara acak-acakan dan membawa nampan berisi tiga gelas orange juice dengan setoples kripik singkong balado.

"Ada apaan sih?" tanya perempuan yang baru datang itu, Carissa namanya.

"Ini loh Sa, si Caca masih aja berharap sama cowok itu." jawab Intania yang sekarang bangkit dari kasur dan melangkahkan kakinya mendekati Carissa untuk mengambil segelas minuman yang terlihat sangat menyegarkan itu.

"Gue gak berharap ya Tan please ." Senjana mendesis kesal, menatap tajam sang Intania.

"Terus apa namanya kalo lo masih aja ngirimin e-mail ke dia gitu?" Intania balas melotot ke arah Senjana.

"Lo ngirim e-mail ke dia Ca?" Tanya Carissa dengan tatapan kaget. Ah tidak, tatapan menuntut maksudnya.

"Kenapa emang?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teruntuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang