Hentakkan kaki - kaki kuda sudah terdengar jelas bahkan ketika kuda - kuda dan para penunggangnya belum tampak dipelupuk matanya. Janie selalu antusias ketika sore menjelang. Menyaksikan dari beranda rumah mungil mereka, suami dan putrinya yang pulang seusai latihan memanah. Mengatakan hal itu sebuah 'latihan' mungkin terlalu berlebihan. Halbert suaminya selalu mengajak putrinya yang sedari kecil yang sudah sangat menyukai hal-hal yang justru sebenarnya adalah kegemaran laki-laki. Memancing ikan di sungai atau berburu hewan di hutan adalah bentuk latihan yang Halbert ajarkan kepada Martina dan kesemuanya dilakukan hanya dengan satu alat yaitu panah.
Sebagai mantan pemimpin pasukan kerajaan yang khusus memimpin pasukan berpanah, Halbert sangatlah ahli. Walaupun Martina terlahir sebagai seorang gadis namun bakat sang ayah jelas mengalir deras dalam darahnya. Protes Jenie tak jua menjadi halangan. Halbert sendiri takkan berniat mengajarkan Martina semua keahlian yang ia miliki, jikalau tak ada bakat yang ia lihat dari putrinya tersebut. Apalagi perang yang terjadi saat bangsa Genoa menyerang negara mereka Lufrosia, telah menewaskan hampir seluruh anggota keluarga Halbert dan Jenie. Beruntung Martina yang saat itu masih dalam kandungan Janie bisa selamat. Keberadaan mereka yang hanya bertiga menuntut untuk Halbert membekali putrinya dengan keahlian yang ia miliki.
"Ibu, kau tau aku berhasil mengalahkan Ayah ketika memburu seekor rusa kecil dihutan tadi. Rusa itu masih sangat kecil Bu, dan berlari sangatlah kencang. Panah ayah tak dapat mengenainya. Hanya aku Bu, dengan sekali tarikan busurku langsung mengenai kaki rusa itu. Hebat kan Bu?. Kurasa Ayah sudah semakin tua, makanya anak panahnya meleset". Ujar Martina antusias. Rambut panjang perpanduan brunette dan gold warisan Jenie yang terlihat jelas pada Martina melambai-lambai karena dibiarkannya terurai dan tak ditata layaknya gadis seusianya, kala Martina bergegas menghampiri ibunya.
Suasana hangat seperti ini-lah yang selalu membuat Jenie tak sabar menunggu.
"Aku hanya mengalah" sanggah Halbert singkat. Menimpali semua perkataan Martina sambil berjalan mengikuti putrinya.
"Lagipula aku tak benar-benar ingin membunuh rusa kecil itu. Kurasa ikan ini sudah cukup untuk menu makan malam kita" lanjut Halbert lagi sambil menunjukkan sekeranjang ikan segar pada Jenie yang kemudian berbalik berniat mengambil apa yang ada ditangan suaminya itu.
"Ahh Ayah. Aku tau, Ayah malu kan kalau terdengar lemah di depan Ibu, dan lagi ikan itu hampir seluruhnya adalah hasil tangkapanku" Lanjut Martina lagi lagi tak mau kalah.
"Sudahlah sebaiknya kalian berdua membersihkan diri dulu, Ibu tau tanpa kau ceritakan. Ibu-pun bisa melihat kau nyaris melampaui kemampuan Ayahmu Martina. Jenie menanggapi percakapan yang tak pernah ada ujungnya antara Martina dan Halbert.
"Dan sepertinya ikan-ikan malang ini hanya pasrah mendengar percakapan kalian berdua. Karena tau mereka akan berakhir dimana". Kemudian hanya gelak tawalah menggema ikut serta saat Jenie mengakhiri perkataannya.
~~~
"Aku selalu takut Halbert, beberapa hari lagi Martina berusia 17 tahun, dan kita harus merelakannya".
Tak ada sesuatu yang lebih besar yang menjadi ketakutan seorang ibu ketika anaknya satu-satunya harus dilepaskannya untuk pergi berkelana. Usia 17 tahun adalah pertanda awal sebuah kedewasaan bagi anak manusia. Apa yang telah Halbert ajarkan kepada Martina sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menjadi bekal Martina saat berkelana nanti.
"Tak ada yang bisa kita lakukan Jenie, ini adalah takdir putri kita. Lagipula kita telah berjanji untuk melaksanakan nasehat yang dikatakan Frederick bukan. Kau harus kuat, ini demi anak kita satu-satunya, sayang". Ujar Halbert menenangkan istrinya. Dibawanya Jenie kedalam dekapannya, mengusap rambutnya sambil sebelah tangan memeluk erat sang istri. Halbert harus kuat, sedikitpun ia tak boleh memperlihatkan kesedihannya. Terlebih kepada istrinya yang saat ini sudah sangatlah cemas karena terus terusan dihantui dengan mimpi-mimpi aneh yang isinya terus mengingatkan Jenie atas kewajiban mereka sebagai orang tua untuk membiarkan anak perempuan mereka berkelana. Seperti saat ini dini hari, kembali Jenie terbangun karena dihantui mimpi yang sama.