Suasana cemas saat ini melingkupi istana kerajaan Lufrosia. Sang Putri, istri Putra Mahkota Riddlef tiba-tiba saja jatuh sakit tanpa diketahui penyebabnya. Kepanikan dan rasa gusar terlihat diwajah seluruh penghuni istana. Bahkan pengawal dan pelayan yang mengetahui sosok putri Ruflosia hanya dari cerita para pelayan atau para pengawal yang selalu berada dekat dengan Sang Putri, juga turut bersedih hati. Tak ada yang tidak pernah mendengar bagaimana baik hatinya sang putri mahkota mereka. Itulah yang membuat Pangeran Riddlef sang pewaris tahta kerajaan Ruflosia jatuh hati akan kebaikan sang gadis yang rupanya hanya seorang anak nelayan miskin yang tinggal di perbatasan negari Ruflosia. Pertemuan pangeran dengan sang putri terjadi saat beliau menjalankan tugas kerajaan untuk mengamati dan mengawasi pembangunan benteng di daerah perbatasan tersebut. Kecintaan sang Pangeran kepada sang putri takkan ada yang mampu menginkarinya. Hal ini semakin jelas terlihat disaat kondisi sang putri tampak sekarat seperti saat ini, sang pangeran-pun seolah bernasib sama, sekarat namun masih sadar. Sungguh sangat menyedihkan.
"Bagaimana keadaanya. Apakah anda mengetahui penyakit apa yang diderita putri mahkota?". Pangeran Arthur-lah yang sepanjang hari menangani situasi genting di kerajaan saat ini. Raja Maximilian dan Ratu Steela, saat ini sedang beristirahat karena sangat terguncang melihat apa yang terjadi pada Putri Lilian siang tadi. Tiba-tiba pingsan saat menemani Pangeran Riddlef diruang kerjanya sambil merangkai bunga.
"Seumur hidup saya dalam mempelajari dan mengobati berbagai macam penyakit, saya tak pernah menemukan penyakit seaneh ini, Pangeran. Secara fisik selain bibirnya yang menghitam kondisi Putri Mahkota sangatlah baik. Denyut nadinya-pun masih normal". Ujar sang ahli yang dari cerita yang berkembang di Negeri ini adalah ahli No. 1 untuk masalah penyakit dan obat-obatan. Setiap kata yang terucap dari mulut sang tabib keluar bercampur dengan perasaan sangat cemas.
"Lalu mengapa Putri Mahkota tak kunjung sadar, hah?!!" Tanpa sadar Pangeran Arthur membentak sang Tabib tersebut. Pangeran Arthur sungguh sangat frustasi. Ia bahkan tidak mampu membayangkan apa jadinya Negarinya kalau sampai Sang Putri tak kunjung sembuh karena dapat dipastikan Pangeran Riddlef sang kakakpun akan turut bernasib sama.
Para pelayan yang sedari tadi berada di kamar sang putri sangat kaget. Tak pernah mereka melihat Pangeran tampan yang menjadi pujaan setiap gadis di seluruh penjuru negeri ini marah apalagi membentak. Pangeran Arthur yang mereka kenal sangatlah ramah walaupun kerap kali bersikap dingin dan tak banyak bicara. Namun marah dan membentak sangatlah jauh dari sikap sehari-hari Sang Pangeran.
"Maafkan saya pangeran. Hamba siap dihukum" tiba-tiba saja sang tabib bersimpuh di kaki Pangeran Arthur. Hanya sebuah ucapan maaf yang mampu terlontar dari mulut tabib tersebut. Ia bahkan sudah siap apabila nyawanya tak terselamatkan lagi, akibat ketidakmampuannya mengobati sang Putri.
"Sudahlah, lagipula dengan mengambil nyawamu tak membuat Putri Lilian sembuh bukan?. Bangunlah, pengawal kerajaan akan mengantarkanmu selamat sampai di desamu. kamu pasti sudah berusaha keras untuk menyembuhkan putri Lilian."
Nafas lega mendengar penuturan bijak sang pangeran membuat tabib semakin kagum. Tidaklah salah seluruh rakyat memuja-muja bahkan mendewa-dewakan para keluarga kerajaan karena bukan Raja mereka saja yang arif dan bijaksana, ternyata keturunannya-pun bersikap sama. Sang Tabib kemudian beranjak hendak meninggalkan kamar Putri Lilian, namun saat sampai dipintu keluar ia berhenti, seperti ada sesuatu yang baru saja muncul diingatannya.
"Pangeran, konon kabarnya ada obat yang berasal dari salah satu tumbuhan di hutan yang terdapat di Negeri ini. Obat tersebut sangat berkhasiat menyembuhkan segala macam penyakit, termasuk penyakit karena ilmu hitam. Pangeran mungkin bisa mencari tahu kebenarannya. Jika kabar itu benar adanya, semoga bisa membantu dan menyembuhkan Putri Lilian. Permisi pangeran"