Sebagai sebuah kerajaan besar dan tua di Sulawesi Tenggara,Kerajaan Wuna ( sekarang lebih dikenal dengan sebutan ‘Muna’) memiliki peranan yang cukup besar dalam percaturan politik dan pemerintahan di jamannya. Kebesaran dan pengaruhnya tersebut, selain tercatat dalam lembaran sejarah ( dalam bentuk manuskrip dan artikel sejarah ) juga dalam bentuk artevak, dan jejak-jejak peradabannya yang masih dapat terlihat sampai saat ini.
Artikel sejarah dan manuskrip yang mengisahkan tetantang kebesaran Kerajaan Wuna selain tersimpan di museum KTVL Denhag Belanda, juga dapat ditemukan di perpustkaan-perpustakaan nasional dan Regional. Sayangnya, dalam manuskrip dan artikel-artikel tersebut, Kerajaan Wuna digambarkan sebagai Subordinasi dari Kesultanan Buton sehingga kebesaran dan peranannya di percaturan politik kala itu terkamuflase oleh sejarah Kesultanan Buton.
Sedangkan artevak dan jejak-jejak peradaban yang masih tersisah, belum dilakukan penelitian dan publikasi ke khalayak sehingga tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas. Dalam tulisan ini penulis mencoba mengangkat beberapa sisa-sisa peradaban Kerajaan wuna mulai dari awal terbentuknya kerajaan wuna pada awal abad ke 14 ( 1345 ) sampai perjuangannya melawan kolonialisme belanda dan kooptasi kerajaan-kerjaan tetangga.
Untuk itu penulis akan menyajikannya dalam tiga bagian dengan pembagian awal datangnya Wa Tandiabe ( Wetendri Abe ? ) di Danau Napabale, Masuknya misionaris Islam ke 3 Saidi Raba ( 1663 ) dan Pembuatan benteng pertahanan di Kota Wuna oleh La Kilaponto Raja Wuna ke 7 dan di teruskan oleh La Posasu Raja Wuna ke 8. Dalam hal ini penulis tidak menjelaskan preosesnya tetapi hanya menyajikan dan mengulas bukti-bukti yang mendukung terjadinya proses tersebut yang mungkin selama ini belum terpublikasi sehingga tidak menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian dan para wisatawan untuk mengunjunginya.
Padahal menurut penulis obyek-obyek tersebut dapat menjadi destinasi yang menarik untuk dikunjungi para wisatawan dan para peneliti. Sebab selain tempatnya yang elok dan asri juga menyimpan misteri ilmu pengetahuan untuk dikaji dalam ilmu modern. Misteri-misteri dalam ilmu pengetahuan yang membutuhkan penelitian mendalam tersebut dapat dilihat dalam pembahasa bagian –bagian berikut.
1. Datangnya Wa Tandi Abe ( Wetendri Abeng?) Gelar Sangke Palangga Di Napa Bale
Danau Napa Bale adalah danau air asin yang terletak di Desa Wabintingi Kecamatan Lohia berjarak sekitar 17 Km dari Raha Ibukota Kabupaten Muna. Danau ini memiliki air yang berasa asin karena terhubung langsung dengan lautan ( Selat Buton ) oleh terowongan sepanjang 17 meter.
Terowongan yang menghubungkan Danau Napabale dengan lautan tersebut menjadi jalur transportasi masyarakat Desa Wabintingi yang berprofesi sebagai nelayan untuk menuju lautan dan pulang mencari ikan. Pemandangan pergi pulangnya para nelayan tersebut menjadi obyek wisata tersendiri dari mereka yang senang menikmati keindahan alam.
Karena panoramanya yang indah, Danau Napa Bale saat ini menjadi salah satu destinasi pariwisata di Kabupaten Muna dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, khususnya local dan regional.
Kurangnya promosi dari pemerintah setempat menyebabkan danau ini jarang sekali dikunjungi wisatawan dari manca Negara. Padahal panorama yang dimilikinya tidak kalah eloknya dari obyek-obyek wisata lain di tanah air bahkan di manca Negara.Selain itu danau ini juga menyimpang jejak-jejak sejarah peradaban masyarakat Wuna khususnya awal terbentuknya Kerajaan Wuna.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke danau ini, tidak saja dapat menikmati keindahan danau nya yang dihiasi dengan karang-karang atol di tengahnya serta ikan-ikan yang beraneka warna, tetapi barisan pegunungan hijau yang mengelilingi danau tersebut siap memanjakan mata setiap pengunjung.
Selain itu bila berjalan sekitar 50 meter kearah timur tepanya dibalik bukit hijau nan asri, wisatawan langsung dapat bercengrama dengan birunya laut Selat Buton dengan pasir putih disepanjang pantainya.
![](https://img.wattpad.com/cover/11700153-288-k873df2.jpg)