Di padang ilalang, seorang gadis duduk sambil memegang sebuah novel bergenre romance, novel kesukaannya, padahal ia termenung sambil memikirkan bagaimana cara mengungkapkan perasaannya kepada temannya. Ya, Dena menyukai Rahman, sahabatnya sendiri. Mereka bersahabat selama sepuluh tahun, sejak mereka kelas satu sd. Padahal Rahman ada disamping Dena, menatap hamparan ilalang yang menguning sambil mendengarkan lagu kesukannya.
Dena tidak berani mengatakannya, karena takut merusak persahabatan mereka. Dena bahkan tidak pernah sedekat ini dengan seseorang, bahkan dengan kakaknya sendiri dua tahun lebih tua dari Dena, yang sekarang kelas dua belas, sebentar lagi mau kuliah.
"Na, aku suka sama Raisa"
"......"
"Na, kamu dengar gak sih?" Ungkap Rahman dengan perasaan kesal.
"Apa Rahman ? Aku gak dengar" jawab Dena. Padahal Dena mendengar ucapan Rahman tadi, ia hanya sedang mempersiapkan hatinya jangan terlalu lemah di hadapan Rahman.
"Aku suka Raisa"
"Oh..."
"Hm? Besok ada pr ?" Rahman mencoba mengalihkan pembicaraan, karena kesal dengan jawaban Dena yang tidak bersemangat sama sekali.
"Ada, matematika"
"Aku nyontek ya?" Rahman menyeringai. Khas seorang Rahman yang mampu membuat Dena luluh.
"Aku yakin kau bisa mengerjakannya" Dena berusaha secuek mungkin untuk menutupi rasa gugupnya bila di dekat Rahman.
"Aku hanya malas mengerjakannya. Lagipula kau kan ada. Hei... apa kau tau membantuku lagi Dena ?"
"Ya, pagi-pagi besok cepat datang ke rumah. Aku tidak mau kau membuatnya di sekolah."
"Oke.. cantik. Aku pulang duluan ya, nanti mami aku cariin aku lagi." Rahman meninggalkan Dena sendiri di padang ilalang, karena ia harus menjaga adiknya dirumah. Orang tuanya ke sawah. Rahman hanyalah seorang anak petani di desa.
"Huft... mami ? Gak pantas rasanya kalau kamu manggil Ibu Susi dengan mami Susi." Dena memutar bola matanya, padahal ia sangat gugup dengan Rahman apalagi Rahman menggodanya dengan kata yang sangat sederhana "cantik" tapi mampu membuat dunia seorang Dena teralihkan dan hanya fokus ke Rahman.
"Hehe.. bye" Rahman menyeringai ke Dena.
"Bye Rahman, sepertinya aku juga harus ke rumah. Hari sudah mulai sore"
***
Malam harinya, Dena sibuk membuat tugasnya. Bukannya Dena orang yang pemalas. Hanya saja tadi ia menemani Rahaman ke tempat padang ilalang yang jauh dari rumahnya, terpaksa ia harus menyelesaikan tugasnya karena besok harus dikumpulkan. Jangan tanyakan tugas itu kepada Rahman, karena Rahman selalu menyontek ke Dena. Dena tahu, Rahman pintar, mungkin Rahman lebih pintar dari Dena. Rahman hanya terkena penyakit yang tidak mempunyai obat penawarnya, yaitu pemalas.
***
Tok tok tok
"Dena, bukain pintunya nak"
"Iya, bu"
"Silahkan masuk"
"Gak usah basa basi deh Na. Udah biasa ke rumah"
"Hehe... aku kan hanya berusaha melayani tamu dengan baik."
"Aku minta contekan tugasnya"
"Ambil aja di tas, aku mau makan dulu"
"Ya udah, makan aja."
***
"Cepat Rahman, nanti kita terlambat. Aku tidak membersihkan toilet lagi"
"Iya ini aku lagi berusaha. Kau enak duduk saja. Aku capek mengayuh sepeda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Padang Ilalang [END]
RomanceDan... Cinta tidak akan membunuh persahabatan, ia hadir karena terbiasa bersama.