Cuaca yang sama, saat pertama kali aku menginjakkan kaki di kota ini. Taman Vior, sebuah tempat di kota Jalur 1023. Sebuah nama kota yang unik bukan. Konon dulu adalah wilayah pemukiman Bangsa Eropa, namun sepanjang dan selama 2 tahun tinggal di kota ini, aku tak pernah melihat sekalipun keluarga keturunan asing.
Jalur 1023 tidak banyak berubah. Selain pohon-pohon dan warna cat bangku yang tak lagi kusam. Terik dan wangi rumput masih sama juga setapak yang tersusun rapi ini hanya sedikit lebih tertata dari sebelumnya.
"Aruna..." Suara yang tak asing. Aku tersenyum mendapati sosok yang samar di hadapanku. Bayu, melambaikan tangan.
"Ternyata benar kau." Kataku, sesaat setelah aku mendekat.
"Apakah kau tak mengenaliku?" Lembut suaramu masih sama.
"Bukan begitu, kau tahu sendiri aku kesulitan melihat jarak jauh tanpa kacamata. Lagi pula kau sedikit lebih rapi sekarang, juga potongan rambutmu yang tak lagi acak-acakan."Kau mengangguk mengiyakan perkataanku. "Dan kau? Ya ampun kau tak banyak berubah. Tali sepatumu. " Bayu melihat ke arah sepatu yang kukenakan. Lalu duduk. Kebiasaanmu dulu setiap kali melihat tali sepatuku yang terlepas.
Aku menarik kakiku kebelakang. "Oh.. Biar aku sendiri"
"Tidak apa ini bisa jadi terakhir kalinya aku melakukan ini untukmu." katamu sembari meraih tali sepatuku yang terlepas.Kau benar Bayu, ini bisa jadi kali terkahir kita bertemu seperti ini. Seterusnya akan ada hal yang berbeda. Kita tidak akan pernah sepolos masa-masa dulu.
"Sudah" Katamh lalu berdiri.
Aku tertunduk dengan pikiran yang melambung. Delapan tahun lalu aku akan sangat bahagia mendapati kau menyadari tali sepatuku terlepas.Mendapati dirimu berjongkok dan meraih tali sepatuku, mengikatnya dengan rapi. Caramu mengikatnya masih sama. Aku berharap satu-satunya yang berubah sekarang hanyalah penampilan dan potongan rambutmu."Haris mengatakan, kalian akan menikah. Apa mungkin karena itu kau kembali ke sini sekarang?"
Aku terdiam sejenak. Mencari mimik yang tepat untuk menyampaikan jawaban, sembari berjalan. Bangku di ujung setapak ini tujuanku. Bayu mengikuti dari belakang.
"Aku akan mengirim undanganya setelah kembali dari sini. "
Kau tahu Bayu, aku tidak pernah begitu sanggup memberikan undangan itu langsung padamu.
Aku pernah berharap, kita adalah sepasang nama yang ada dalam undangan, kita adalah sepasang insan yang sama mencari waktu pernikahan yang tepat. Aku pernah berharap kau adalah pria pertama yang melihatku mengenakan gaun pengantin. Berjabat dengan Ayahku di depan saksi."Aku bersyukur pada akhirnya Haris lah yang meminangmu. " Katamu sembari duduk di sampingku. Sekali lagi. Entah mimik apa yang harus aku tampakan sekarang. Tersenyum adalah satu-satunya cara menyembunyikan hal lain yang datang beserta pertemuan kita ini. Jauh dalam lubukku sekali lagi aku ingin tahu adakah aku dalam hatimu.
"Runa, waktu ternyata memang begitu kejam." Aku melihat Bayu, pandangannya lurus ke depan. "Meninggalkan siapa saja yang tidak pernah berusaha berjalan beriringan. Meninggalkan siapa saja yang malu mengejar."Aku melihat Bayu, sama denganku. Berfikir waktu memang begitu kejam. Tak akan menunggu kita yang tidak berusaha menyamai jejak langkah dengan putarannya. Lalu saat kita sadar, langkah kita telah tertinggal. Jarak semakin meluas. Satu-satunya jalan untuk bertemu adalah rangkaian ingatan yang barangkali tak terususun rapi. Seperti hari ini ingatan tentang caramu mengikat tali sepatuku adalah jalan pintas menemukan sosokmu yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalur 1023
General FictionAruna, wanita berusia 25 tahun kembali ke kota Jalur 1023 setelah delapan tahun pindah ke tanah kelahirannya. Bermaksud menemui cinta pertamanya Bayu sebelum melangsungkan pernikahan dengan Haris sahabat Bayu di Bulan Juni mendatang. Selama 14 har...