Ketika kami sampai di puncak tangga suara sirine berubah dan menjadi lebih kencang, begitu juga dengan teriakan dari para penumpang yang panik. Sirinenya semakin tak beraturan. Entah awak kapal yang menekannya begitu panik atau beberapa sistem di kapal ini jadi rusak oleh hantaman badai.
DUAK!
Aku menoleh ke asal suara. "Ada apa dengan mu!?" tanyaku.
DUAK!
"Lebih baik kau bantu aku mencari sesuatu yang tajam!" sahut bocah itu. Wajahnya sulit dibaca saat ini.
"Untuk apa?" tanyaku. Ya ampun, kenapa aku malah bertanya. Sekarang malah aku yang terdengar menyusahkan.
DUAK!
Oh, baiklah. Aku mulai mencari barang tajam seperti yang bocah itu minta. "Nah, itu dia!". Ada beberapa potong besi disebelah tong-tong besar.
Baru aku ingin melangkah, kapal berguncang keras. Tong-tong besar itu bergeser dan menabrak tubuhku. Aku menghantam dinding kapal keras sekali dan batangan besinya menggelinding ke sisi lain.
Kapal berguncang lagi,
"Argghh!" seseorang berteriak tak jauh dari tempatku disabung dengan bunyi gedebug kencang.
"Ana! Kau baik-baik saja?!"
Oh iya, aku lupa kalau aku pergi bersama orang ini. Ya ampun! Bagaimana bisa aku melupakannya?
"Ana? Apa itu kau?"
Aku berusaha bangkit. Geladak kapal sudah licin disiram hujan dan percikan air laut. Badan kapal juga semakin terasa tidak stabil. Berkali-kali kakiku tergelincir.
"Aku baik-baik saja!" aku berteriak berusaha mengalahkan suara badai. "Bisakah kau mencari benda tajam dan memberikannya ke bocah yang menangis tadi!?"
"Tidak, Ana! Kau dimana??!"
"Sudah ku bilang aku baik-baik saja, Lukas!" aku berteriak tak kalah kencang sambil berusaha berpegangan pada dinding.
Kemudian aku merasakan tanganku ditarik seseorang.
"Apanya yang baik-baik saja?" tanya Lukas yang wajahnya tepat dihadapanku.
Rasanya jantungku berhenti sesaat. Aku hanya gelagapan.
"Oh, lupakan. Yang penting kau selamat," kata Lukas lagi kemudian menarikku ke dalam pelukannya.
Aku terkesiap. Dia ini kenapa, sih?
"Umm, Lukas. Kita sedang dalam bahaya sekarang ini." Suaraku teredam di dalam pelukannya.
Lukas hanya nyengir ketika melepaskan pelukannya. "Mana bocah itu?"
"Di dekat box besar disebelah sana," balasku. "Apa kau sudah mencari benda tajam seperti yang ku minta?"
Lukas menggaruk tengkuknya. "Tidak. Belum maksudku." Jeda sebentar. "Apa ini bisa?"
Ia mengacungkan sebilah besi kepadaku. Oh syukurlah.
Aku menarik tangannya tapi ketika ditengah jalan aku kembali terpeleset. Lukas menarik tanganku sedangakan tangannya yang satu lagi menancapkan besi ke sebuah lubang yang ada di geladak.
"Kalau begitu tunjukkan dimana tepatnya box besar tempat bocah itu berada," kata Lukas setelah aku berdiri seimbang.
Aku bingung sesaat. Banyak benda yang sudah bergeser dari tempatnya. Aduh, box yang mana ya..?
BRAK!
Kemudian aku melihat kepingan kayu melayang di udara. Sontak mataku mengikuti kayu itu dan mencari asal terlemparnya.
"Disitu!" aku berteriak.
...
Apa aku tidak salah lihat? Didepan bocah itu, sebuah lubang menganga lebar disudut box. Bahunya naik turun, celananya terlihat kotor walaupun telah basah oleh air hujan, dan tangannya mengepal sangat kencang.
"Hey! Apa kau masih butuh ini?" akhirnya Lukas berbicara. Ia mengacungkan besi yang ia pegang.
"Siapa kau?" tanya bocah itu begitu ia melihat wajah Lukas.
"Bukankah sebelumnya kau meminta Ana mencari benda tajam?" tanya Lukas dengan nada sedikit menyindir. "Jadi ku bawakan kau ini."
"Oh." Kemudian si bocah langsung mengambilnya dari tangan Lukas. Ia masih mencoba untuk merusak box itu dengan besi yang sekarang ada ditangannya.
"Hanya oh?" Lukas berkata dengan nada sarkas.
Aku mengelus lengan Lukas. Omong-omong, hilang kemana anak itu?
"Kalian berdua, cepat pakai ini!" kata bocah itu yang baru muncul dari dalam box. Ia mengulurkan dua buah life jacket pada kami.
Kulihat Lukas melongo namun tak urung ia mengambil salah satu pelampung daribocah itu. Setelah kami semua memakainya, aku dan Lukas mengekori bocah itumenuju anjungan.
###
Hello, it's Nix! How are you?
Sorry for the late update. Actually we wanted to post this chapter on Friday but apparently something happened to Sa. Oh, I'm so sad:(
Btw, dia tergolek lemah tak berdaya dikasur bak putri tidur sekarang. Wkwkwk, gak deng. Bercanda, gak separah yang kalian bisa bayangin kok(?)
Umm, so guys: Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
Astray
Fantasy"Clouds come floating into my life, no longer to carry rain or usher storm, but to add color to my sunset sky" - Rabindranath Tagore- Berawal dari sebuah badai besar yang menghantam Phantom Cruise kisah hidup Ana berubah. Di kota antah berantah ket...