CHAPTER 1 - GALAKSI HANTU

127 11 3
                                    

HAPPY READING YAH! kalau rada garing, struktur ga rapi dan terburu-buru, eyd berantakan, saya minta maaf yah, mohon kritik dan saran kuy ^^



Meskipun dekat, Dragonfly 44 sangat gelap sehingga galaksi ini luput dari pengamatan ilmuwan selama beberapa dekade.

            Berbalik dengan kenyataan Dragonfly 44, kita sangat dekat, seringnya tak berjarak, kamu sangat bergemilang sehingga tak luput dari penglihatan siapapun.

Seorang lelaki dengan tinggi semampai mengenakan snapback berlogo National Geographic sedang tersenyum dengan mata berkilau menikmati pendaran cahaya.

            Hari ini, september dibawah matahari. Tanpa sengaja aku melihat seorang laki-laki tersenyum kepada benda terbesar di tata surya ini. Biasanya hampir semua orang memaki panasnya, tetapi tidak dengan dia. Lalu dia melemparkan senyum ke arah lain menampilkan barisan giginya yang tidak rapi susunannya. Tersenyum untuk kedua kali, bukan kearahku tentu saja.

            Kemudian dia berjalan ke tengah lapangan -tempat–kami-mahasiswa-baru- berkumpul- dan memperkenalkan dirinya, ditutup dengan senyum yang sama seperti sebelumnya. Hanya sebatas senyum tipis. Lagi-lagi bukan untukku , hanya sebatas etika agar terlihat sopan saja ketika berbicara di depan khalayak umum.

"Perkenalkan nama saya Dresden Quetzalcoatl, biasa dipanggil Ketsal. Saya sebagai ketua umum dari Ukm seni dan Budaya. Dan berasal dari jurusan Bussines International. Pesan saya untuk kalian, standar gaul dikampus ini bukan nongkrong di cafe yang sedang in, tapi aktif di dalam kelas dan di luar kelas. Mahasiswa di kampus ini sangat di-encourage untuk aktif berorganisasi-ya teman-teman. Grazie!"

"Aigo! Ternyata aku dan dia sejurusan!"

                   Kerumunanku mulai menggeliat layaknya cacing kepanasan setelah mengetahui namanya. Ada yang menyeletuk jika namanya diambil dari gabungan nama orangtuanya, yang lain berbisik jika namanya merupakan nama ilmuwan, dan sebagian lagi berfikir jika namanya hanya dibuat-buat untuk mengelabui para junior. Aku tak tahu mana yang benar serta tak ambil pusing juga.

              Tetapi aku tersenyum menatap matahari dan mengutuk pesonanya yang penuh kharisma. Meskipun panitia yang selanjutnya tak kalah dari dia pancaran auranya. "Benar-benar kampus yang nyegerin mata dah."

              Semua panitia bergiliran memperkenalkan diri satupersatu secara bergantian, dengan tebar pesonanya masing-masing. Suara musik yang mengiringi kegiatan ini membuat suasana jadi riuh meskipun dijemur dibawah paparan sinar matahari. Aku mengutuki diriku yang tidak memakai sunblock tadi pagi.

            Selanjutnya dia pergi entah kemana, penglihatanku tak dapat menjangkaunya. Waktu aku sedang asyik mendengar senior-senior lain berbicara ternyata dia sudah tidak ditempatnya lagi. Padahal sedari tadi setiap beberapa detik aku mencuri pandang.

             Aku masuk ke dalam barisan yang diatur, rencananya para panitia akan membawa kami mengelilingi gedung perkuliahan, akhirnya. Aku selalu memaki hadirnya matahari namun karena lelaki- yang baru beberapa jam lalu aku temui- yang sedang menikmati matahari entah kenapa aku merasa ikut menikmati . Malah menyerahkan tubuh untuk disinari teriknya cahaya bintang panas di galaksi ini.

             Sebenarnya aku masih dalam kondisi pasca broken heart, namun hal itu terlupakan begitu saja ketika aku melihat dia pertamakali. "Ketsal" . Aku belum berkesempatan berada dekat darinya. Aku tak tau seberapa bangir hidungnya. Atau apa warna bola matanya. Berapa sentimeter dia lebih tinggiku dariku. Parfumnya beraroma floral atau oriental. Yang aku tau, dari sekian banyak orang berdiri di depanku, radarku mengarah ke arahnya dan melihatnya mampu melupakan patah hatiku sejenak selama persekian detik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASTROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang