Chapter 1

5.8K 435 18
                                    

Dislaimer: Kishimoto Masashi

Kisah ini fiksi, tidak berhubungan dengan tokoh, kelompok, maupun kejadian dalam dunia nyata. Mohon untuk tidak mempublikasikan ulang fanfic ini di situs lain tanpa izin dari penulis.

Bacalah fanfic ini di waktu luang Anda. Bagi yang muslim, jangan lewatkan ibadahnya...

Sincerely,

bee

~*oOo*~

All I have, all I need, he's the air I would kill to breathe-Segala yang kumiliki, segala yang kubutuhkan, dialah udara yang membuatku bersedia membunuh untuk menghirupnya.

Breathe Again - Sara Bareilles

~*oOo*~

-:-

-Part 1-

Love and Sorrow

-:-

I.

-:-

Hinata menarik napas sebelum menyerahkan ponselnya pada seorang butler. Pandangannya menurun, memandangi kehampaan yang tersaji di hadapannya. Perbincangannya di telepon dengan Sasuke berakhir lebih cepat dari biasanya. Meja ruang makan yang panjang itu terasa semakin luas dan kosong. Pelan-pelan dia melirik pada Kiseki yang duduk di sisi kirinya, tersenyum.

Kiseki menunggu ibunya mengatakan sesuatu. Tapi dia tampak seperti seorang wanita yang kehilangan pegangannya. Anak itu ingin tahu apa penyebabnya, namun dia tak ingin terlalu ikut campur.

Makan malam dimulai.

Sesuai instruksi Hinata yang meminta melewatkan hidangan pembuka, sang butler memulai dengan Fish A'la Meuniere. Tanpa sadar Hinata meremas serbet di pangkuannya. Tangan kirinya meraih tangan Kiseki. Seperti yang sudah diduga anak itu, ibunya kehilangan pegangan.

Kiseki membalas sentuhan ibunya, memandangnya dan mengatakan, "Ayo makan."

Hinata mengangguk, meraih garpu dan pisau peraknya.

Langit malam musim dingin menghadirkan gerimis. Uchiha Palace hangat berkat perapian. Kesepian itu terletak di hati Hinata, yang perlahan meluas, membuatnya terdesak dalam kesendirian.

Entah Sasuke menyadarinya atau tidak. Dia terlalu sibuk bahkan di waktu akhir pekan seperti saat ini.

Makan malam berlanjut sampai akhirnya butler menghadirkan Pomegranate Mousse sebagai hidangan pencuci mulut.

Kedua Uchiha kemudian melanjutkan dengan agenda membaca di dekat perapian. Hinata enggan membawa emosinya saat buku-buku itu dihadirkan di meja. Kiseki melupakan puzzle-nya yang besar, yang melukiskan ketenteraman danau di pegunungan. Ia memilih satu buku, kali ini tak bergambar, menantang dirinya sendiri yang sudah kelas 1 SD.

Beberapa menit selepas pukul sembilan malam, Kiseki mulai menguap. Dia duduk di samping ibunya, bersandar pada aroma rumah yang melekat di tubuh Hinata.

"Mungkin sebaiknya kau tidur," saran Hinata.

"Tidak apa-apa. Besok libur."

Liburan musim dingin memang dimulai lebih awal. Hinata memeluk putranya, merindukannya di saat yang sama. Ia membelai rambut Kiseki, mengecup kepalanya, menghirup kehidupan yang terasa ramah.

LiebesliedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang