Finale

5K 342 62
                                    

~Finale~

-:-

-:-

Musim semi tahun ini terasa panjang. Hinata berbaring di tempat tidur, mendengarkan suara napasnya yang teratur, burung-burung gagak yang saling menyahut, putaran waktu yang bergerak perlahan, dan suara ketukan langkah-langkah yang berhati-hati di luar. Masih terlalu pagi untuk bangun. Kamar dipenuhi cahaya biru temaram yang dingin. Ia lalu mengangkat kedua tangannya, memperhatikan jari-jarinya yang tampak keriput karena dingin. Cincinnya masih bertahta di salah satu jarinya. Hinata memandangi kuku-kukunya, yang bersih dan terawat dengan baik. Lalu perlahan, dia menekan dada kirinya, merasakan irama jantungnya berdetak, memikirkan bayinya yang hidup di dunia sempit rahimnya yang basah.

Itachi duduk di kaki ranjang, menyilangkan kaki. Tangan kirinya mengelus pergelangan kaki Hinata di balik selimut. Ia berlapis kehangatan sweter berwarna hitam, rambut panjangnya tergerai dan menyebar di punggungnya yang lebar. Di pangkuannya ada sebuah buku bersampul ungu.

Sebuah gambaran kisah dongeng yang indah.

Hinata duduk, selimutnya ditarik menutupi tubuhnya. Itachi berhenti mengelus kaki Hinata. Ia tersenyum dan menghampiri gadis itu, memberikan sebuah ciuman ringan di pipi, dan dengan lembut merapikan rambut panjang Hinata yang berantakan.

"Kau mau mandi?"

Hinata termenung, merasakan punggungnya yang telanjang dibelai udara. "Ita-kun?"

"Hm?"

"Kenapa kau pergi?"

"Sudah direncanakan seperti itu." Itachi duduk lebih dekat, merapikan selimut Hinata, memeluk tubuhnya yang gemetar saat menangis. "Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?"

Di suatu tempat di sudut kamar yang gelap, sesosok bayangan bangun dari kursinya. Ia berjalan perlahan menuju tempat tidur. Keberadaannya perlahan semakin jelas saat sinar dari luar menyirami sosoknya yang menjulang di ujung ranjang. Sosok itu adalah kematian.

Seketika itu juga Hinata terbangun. Kamarnya terang, Kiseki ada di dekatnya, membaca buku. Ia mendengarkan musik dari headphones, mengangguk lembut mengikuti irama musik. Bisikannya melantunkan lirik lagunya.

Hinata duduk, memeluk tubuh putranya yang terkejut dan mendongak, menemukan wajah ibunya yang tersenyum. "Pagi, Okaa-chan." Ia lantas melepas kekang headphones dari kepalanya.

"Halo, Kiseki. Kau sudah sarapan?"

"Aku menunggumu."

"Anak manis," bisik Hinata, mengecup puncak kepala Kiseki. "Pergilah dulu, Okaa-chan perlu membasuh muka."

Kiseki tertawa kecil mengamati wajah ibunya yang masih kusut. "Ya, lakukanlah itu, Okaa-chan." Lalu turun dari ranjang ibunya. "Ini hari Minggu, apa kau akan keluar?"

"Kau punya rencana keluar?"

Kiseki berpikir sejenak. "Kurasa tidak ada salahnya kalau kita jalan-jalan?"

"Kau mau temani Okaa-chan?"

"Tentu saja."

"Anak manis," Hinata menepuk kepala Kiseki. "Kenapa kau cepat sekali dewasa?"

"Aku masih anak-anak."

"Ya... kau masih bayiku tersayang."

"Aku bukan bayi, oke?" dia terdengar jengkel.

Kiseki keluar menenteng buku dan headphones-nya. Hinata menuju kamar mandi, membersihkan wajah dan menyikat gigi. Ketika keluar ia mengecek ponselnya, menelepon Sasuke yang masih ada di Gifu, dan berjalan menuju ruang makan keluarganya. Ia bereuni dengan Hanabi di sana, Hiashi memilih untuk sarapan di ruang kerjanya.

LiebesliedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang