Our Broken Relationship [Kaito x Meiko]

609 33 24
                                    

Siang itu suasana terik. Seorang gadis berambut cokelat yang dipotong pendek tengah menikmati es lilin yang baru saja dibelinya di toko tak jauh dari rumahnya. Setelah berhasil mendapatkan es lilin rasa nanas yang dia idamkan sejak awal musim panas, kini, gadis yang tak lain adalah Meiko itu berjalan pulang.

Mendadak, ponselnya berdering. Meiko langsung merogoh kantong bajunya untuk mengangkat panggilan.

"WOI, MEIKO! LAGI DI MANA?"

Tangan Meiko sontak direntangkan sejauh mungkin—menjauhkan ponsel yang semula hendak ditempel ke telinga, takut kalau-kalau ponselnya meledak akibat pancaran radiasi gelombang aktif dari suara nyaring milik Luka.

"Santai, mbak. Lagi jalan ke rumah. Kenapa emang?" balas Meiko, setelah yakin ponselnya aman.

"Anterin gue, yuk? Gue mau ke SMA Mihama hari ini, tapi nggak ada yang nganter."

"Mau observasi, ya? Ya udah, lu ke rumah gue aja sekarang."

Tanpa mendengar balasan temannya di seberang sana selanjutnya, Meiko memutuskan panggilan dan kembali memasukkan ponsel ke saku. Langkah kakinya dipercepat agar segera sampai ke rumah.

Liburan musim panas ini, Meiko merasa bosan. Tugas liburannya sudah lama selesai sementara tidak ada satu pun temannya yang mengajak pergi. Jadi, daripada menganggur, lebih baik Meiko menerima ajakan Luka untuk menemaninya.

Luka adalah satu dari sekian anak yang terpilih dalam pertukaran pelajar selama empat bulan di salah satu SMA favorit di kotanya. Meiko kenal betul dengan sifat sobatnya yang perfeksionis itu. Jadi, tak heran kalau sekarang Luka ingin melakukan pengamatan terlebih dahulu sebelum merasakan jadi murid di sana.

Meiko sampai di rumahnya kini, mengambil dua helm dan kunci motor miliknya.

"Bakekok!"

"NYAAAK!" jerit Meiko kencang.

"Hahahaha, latah!" gelak tawa Luka menggelegar.

Meiko cuma menatapnya datar sementara kawannya itu terpingkal-pingkal oleh candaan yang menurutnya tidak lucu sama sekali. Tapi, lama-lama sebal juga melihatnya kesenangan hanya karena mengejutkan orang lain.

"Apaan, sih?"

Luka menghapus air mata di sudut pelupuk matanya, berdeham untuk menghentikan tawa, dia akhirnya berucap, "Iya, maaf, maaf. Yuk, berangkat."

Tanpa berlama-lama lagi, mereka segera melesat ke tempat yang dituju dengan motor milik Meiko yang dikendarai oleh pemiliknya sendiri, karena Luka belum bisa naik motor.

Di tengah perjalanan, Meiko merasakan motornya menjadi dua kali lebih berat. Padahal, sampai beberapa saat sejak mereka berangkat tadi, motornya sama sekali baik-baik saja.

"Luk, berat badan lu naik, ya?"

"Enak aja! Lu kali yang naik, 'kan lu hobi makan," ujar Luka sewot, tidak terima pertanyaan yang sensitif bagi perempuan itu ditujukan padanya.

Meiko mendelik. "Serius ini berat banget."

"Setop dulu coba."

Motor pun diparkir di pinggir jalan. Meiko mulai mengecek motor kesayangannya itu, isi tangki bensin dan bagian rantai serta roda di tubuh motor bagian bawah. Sementara itu, Luka hanya berdiri diam menunggu.

"Anjir. Ban motornya kempes."

Intonasi gusar dan helaan napas Meiko seketika memunculkan kekecewaan pada raut Luka.

"Terus gimana, dong?"

"Cari bengkel dulu deh," ucap Meiko, beranjak dari jongkok untuk mengangkat standar. Kemudian sambil menuntun motornya, dia mulai berjalan. Di belakangnya, Luka mengekori langkahnya.

Vocaloid ーoneshoot collectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang