Death Rain #1

1.1K 92 23
                                    

Seorang pelajar dari salah satu akademi di Tokyo itu masih setia menunggu hujan reda di emper toko yang letaknya tidak begitu jauh dari akademi. Sanji Vinsmoke, nama pelajar itu, kedua kakinya semakin dingin karena air langit yang berjatuhan sore itu kian menembus sepatu dan kaos kaki yang ia kenakan.

Tak lama, dari kejauhan terlihat seorang pemuda berlari menuju ke tempat Sanji berada. Setibanya di sana, pemuda itu langsung membersihkan celananya yang tampak kotor pada bagian ujung karena terkena cipratan air hujan yang memantul ke tanah. Sanji yang ada di sampingnya melirik sesaat, memerhatikan pemuda itu. Ah, ia kenal seragam akademi yang dipakai pemuda itu, seragam yang sama dengannya. Hanya saja, ia tidak tahu siapa pemuda yang sudah pasti satu akademi dengannya.

Sudah beberapa menit sejak pemuda itu ada di sana, hujan belum mau berhenti bahkan semakin menjadi. Sore bagai awal malam akibat awan tebal yang menyelubungi langit Tokyo, hawa dingin sudah pasti menguasai tempat-tempat yang diguyur air akibat proses pengembunan dari awan tebal di atas sana, termasuk tempat yang kini menjadi tempat bernaung pria bersurai blonde itu. Kedua tangan ia sedekapkan di dadanya. Andai saja ia tidak lupa membawa payung, ia pasti sudah ada di rumah, berlindung di bawah hangatnya selimut tebal favoritnya.

Tiba-tiba ada kehangatan yang merangkul tubuhnya, kehangatan yang hampir mirip dengan kehangatan selimut tebal yang sedang ia khayalkan.

"Woi, Zoro! Hujan ini tidak akan berhenti. Pertandingannya akan segera dimulai!"

Pemuda di samping Sanji menerobos hujan saat seseorang memanggilnya. Ia meninggalkan sebuah hoodie tebal yang kini telah menempel pada tubuh Sanji tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Ahhh...

Hanya butuh beberapa detik sejak pemuda itu menerobos hujan untuk membuat Sanji berharap : "Kumohon, berbaliklah memandangku meski hanya sedetik..."

Entah itu doa yang terkabul atau takdir yang memang sudah tercatat. Dengan langkah cepat, meski terburu-buru bahkan seperti diseret oleh temannya, pemuda itu berbalik. Ia tersenyum pada Sanji, bukan hanya sedetik. Satu detik, dua detik, tiga detik, empat detik... hingga tatapan mereka tak lagi beradu.

Jelas hujan masih membuat Sanji kedinginan, tetapi pemuda tadi mampu memberikan kehangatan ke dalam hatinya hanya dalam waktu singkat.

* to be continue *

DEATH RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang