I. First Day

32 0 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama bagi Clara Razita, bekerja di sebuah kedai kopi di dekat apartemennya di Seattle, Amerika Serikat. Dia mengambil bagian kasir di kedai kopi tersebut, antusiasme dan optimisme adalah hal yang terbesit dalam benaknya saat melangkah keluar dari apartemennya.

Dengan rambut hitam legam khas Asia yang setengah dikuncir dengan rapi, make up natural dan tidak berlebihan, seragam kerja simple, atasan kemeja coklat kopi dan bawahan celana panjang bahan berwarna hitam, tas selempang kecil berwarna hitam, dan flatshoes coklat tua. Semua tampil rapi dan siap melayani pelanggan-pelanggan di hari pertama bekerjanya. Clara tidak pernah bekerja di sebuah kedai seumur hidupnya, inilah kali pertamanya ia menginjakkan kakinya di kedai bukan sebagai pelanggan, namun karyawan.

"Good Morning, Clara."

"Good Morning, Boss."

"Do you remember what I've taught you about yesterday?"

"Yes, Boss."

"Good, okay now, you know the procedure, right?"

"Yes."

"Great, now you can go."

"Thank you, Boss."

Bos Clara, Samuel Lander adalah seorang pria paruh baya berkacamata yang terlihat baik. Ia memiliki beberapa kerutan di dekat ekor matanya, pada dahinya, dan juga sebuah garis senyum yang tipis. Kemejanya rapi, langkahnya lambat namun mantap. Clara sampai dapat merasakan asam garam yang pernah dirasakan oleh pria itu.

Clara mengambil alih kasir, melewati pintu belakang, dia melihat para pegawai lain yang sedang sibuk mempersiapkan diri untuk membuka kedai. Ada yang baru datang, ada pula yang sudah lalu lalang mengerjakan sesuatu. Tak mau tertinggal, Clara menghampiri wastafel, mengambil sebuah kain lap kecil, membasahinya, lalu memerasnya. Dia berjalan menuju ke kasirnya berniat untuk membersihkan mesin kasir tersebut. Namun karena atmosfir kesibukan yang ada pada saat itu, dengan tidak disengaja ia terpeleset pada permukaan lantai basah yang baru saja dipel oleh karyawan lain,

"Oh God! I'm sorry, are you OK?"

"Ouch... Could you please don't make the floor this slippery?!"

"I'm sorry, but I've just mopped here a second ago."

"Wha-"

"And you suddenly walked here and fell like you've been pushed or something."

"I don't care! This is your fault! You don't know how to mop a floor!"

"You are the one who is clumsy here."

"I don't care."

Clara bangkit berdiri, membuang muka, lalu menghampiri meja kasirnya, karena kesal, Clara bergumam,

"Dasar cowok gak mau ngalah."

"Hey, what are you talking about?"

"Wha- nothing! I just mumbling to myself, a lyric, of a song, a hit song, pop song, classical..."

"Kamu tahu kan lagu klasik itu gaada liriknya, sangat jarang."

"Lho... Ka- kamu bisa ngomong Bahasa Indonesia?" -Tanya Clara ragu-

"Bisa, aku orang Indonesia kok."

Wajah Clara merah padam, karena dia tahu pasti lelaki ini tahu apa yang baru saja ia gumamkan,

"Asal kamu tahu, cewek ceroboh, aku bekerja merantau ke sini unt..."

"Gak nanya."

"Oke."

Lelaki itu pergi meninggalkan Clara, melanjutkan mengepel lantai, sedangkan Clara menghampiri dan membersihkan meja kasirnya sambil komat-kamit pada dirinya sendiri akibat apa yang baru saja ia perbuat.

"Omong-omong kamu anak baru di sini kan?"

Clara terjerit kaget karena lelaki tadi kembali dan berdiri di belakangnya, berbicara dengan suara berat yang mengejutkannya.

"Iya, terus kenapa?"

"Nanya doang."

Lelaki itu pergi lagi seperti yang ia lakukan beberapa saat yang lalu.

"Gak jelas..." -gumam Clara saat lelaki itu menjauh-

Clara sempat melihat name tag yang dipakai lelaki tadi, tertulis sebuah nama. Arthur Aditya.

"Hm... kombinasi nama yang unik."

Kedai kopi tersebut dibuka tepat pada jam 8 pagi dan tutup pada jam 10 malam. Terbagi 2 shift dan nama Clara tertulis di jadwal  morning shift.

Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat seiring dengan ramainya pelanggan yang datang, ratusan pesanan telah dia atasi dan tangannya masih belum terasa letih. Banyak pelanggan yang datang membuatnya bertemu dengan orang-orang yang tak pernah ia temui sebelumnya, ada perempuan muda yang membawa kedua anaknya, ada seorang anak muda dengan kantung mata yang besar, ada seorang kakek yang hanya memesan Caffè Americano. Kepercayaan diri Clara yang kuat, juga mulut manisnya itu membuat Clara sangat cocok untuk mengambil posisi sebagai kasir, senyumnya yang nyaris sempurna menunjukan kilapan giginya yang putih di antara bibir merah vermillion.

[2:45] Pengunjung sudah mereda, seorang datang saat seorang pergi, banyak waktu yang bisa dipakai Clara untuk ke kamar kecil, merapikan penampilannya yang mungkin sudah amburadul diterpa badai pelanggan barusan.

"Arthur Aditya."

Sebuah nama melintas di otaknya entah apa alasannya, Clara dengan cepat mencuci tangan, meraih hand dryer lalu mengambil sehelai paper towel.

"Masih banyak hal yang berguna yang dapat ku kerjakan selain mengulang nama konyol tersebut di otak ku, nama cowok egois yang tidak tahu diri dan pandai menyela. Weks! Aku tahu terlalu banyak tentangnya padahal baru bertemu beberapa jam yang lalu..."

"Clara, come here!"

Bos Samuel memanggil Clara sambil memanggutkan tangan tanda menyuruh kemari.

"Yes, Boss?"

"How was your couple of hours working here?"

"Amazing, Boss."

"How about Arthur?"

"Pardon me, did you just said Arthur, Boss?"

"What are you thinking about? I said how about the customers."

"Oh, I misheard it, the customers are great, the average income is $10 per customer, Boss."

"That's good, keep it up. By the way, did you mean Arthur? Arthur Aditya?"

"Yes."

"So you've been socializing with each other already."

"No, we didn't."

"Huh?"

"I fell because he made the floor slippery, that's dangerous Boss! What if I broke my leg? Or my tailbone?"

"Hahaha, you're so pathetic, Clara. You are overreacting into that. May I ask you?"

"What, Boss,"

"Why do your cheeks turned red when talking about Arthur?"

"Really?! No- Nothing... I- I'm just too tired... ahaha... I have to go, there's one more customer to serve... Excuse me Boss."

Clara berjalan cepat sambil menutupi pipinya yang merona saat membicarakan Arthur.

"Tunggu... Mengapa pipiku memerah? Aku baru saja bertemu dengannya dan itu gila, apa yang terjadi? Demam? Tidak panas... Apakah alergi pria? Ah, terlalu mengerikan... Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada pria egois seperti Arthur... Frappe... Frappe..."

"Miss? Were you listening? Hello?"

"Oh, yeah, sorry, did you order Frappe?"

"Yes, with extra sugar syrup in it"

"That would be $5."

"Here."

"Thanks, your queue number is 494."

"Mungkin... Aku... Apakah ini... Cinta? Apakah aku sedang jatuh cinta?"

ClaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang